Di suatu pagi yang sibuk di balai desa, seorang perangkat desa tampak membolak-balik dokumen sambil menjawab pertanyaan warga. Di pojok ruangan, anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sedang berdiskusi serius dengan pendamping desa tentang anggaran pembangunan. Di tempat lain, pemuda Karang Taruna tengah memutar otak untuk memasarkan produk lokal melalui media sosial, sementara pengelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sibuk memeriksa laporan keuangan. Mereka semua bekerja keras, tetapi sayangnya, sering kali usaha mereka kurang dihargai karena tidak memiliki "pengakuan formal."
Inilah sebabnya mengapa Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) hadir sebagai solusi. Program ini menawarkan pengakuan akademik terhadap pengalaman kerja atau pembelajaran nonformal. Bagi pegiat desa, RPL bukan hanya soal ijazah atau sertifikat, melainkan alat untuk mengangkat kapasitas, legitimasi, dan kesejahteraan desa secara keseluruhan.
RPL: Apa dan Mengapa Penting?
Rekognisi Pembelajaran Lampau adalah program yang memungkinkan individu mengonversi pengalaman kerja menjadi pengakuan akademik formal. Misalnya, seorang sekretaris desa yang telah bertahun-tahun menangani administrasi desa dapat memperoleh sertifikasi di bidang manajemen. Begitu pula dengan anggota Karang Taruna yang memiliki pengalaman berwirausaha, atau pengelola BUMDes yang mahir mengelola usaha desa.
Urgensinya? Desa saat ini berada di garis depan pembangunan nasional. Dengan alokasi dana desa yang besar dan tuntutan administrasi yang semakin kompleks, pegiat desa memerlukan pengakuan formal atas kompetensi mereka agar dapat bekerja lebih profesional. Tanpa itu, pengalaman mereka hanya dianggap "sekadar pengalaman," meskipun dampaknya nyata bagi masyarakat.
Manfaat RPL bagi Pegiat Desa
1. Perangkat Desa: Kredibilitas dan Profesionalisme
Perangkat desa sering dianggap kurang kompeten hanya karena tidak memiliki gelar atau sertifikat formal, padahal mereka sudah bertahun-tahun memimpin dan melayani masyarakat. Dengan RPL, perangkat desa bisa mendapatkan legitimasi formal atas kemampuan mereka. Ini tidak hanya meningkatkan kredibilitas mereka, tetapi juga memperkuat posisi mereka dalam menghadapi tantangan administrasi modern.
2. Pendamping Desa: Pengakuan atas Keahlian Teknis
Pendamping desa adalah motor penggerak pembangunan di akar rumput. Namun, sering kali mereka menghadapi tantangan dalam meyakinkan masyarakat atau pemerintah daerah tentang kapasitas mereka. Program RPL memberikan mereka pengakuan formal atas keahlian teknis seperti fasilitasi, pemberdayaan, dan manajemen proyek. Dengan demikian, mereka dapat bekerja lebih percaya diri dan efektif.
3. BPD: Pemahaman Regulasi yang Lebih Mendalam
Sebagai pengawas kebijakan desa, anggota BPD dituntut untuk memahami regulasi secara detail. Namun, minimnya akses pendidikan formal sering menjadi kendala. Dengan RPL, pengalaman mereka dalam mengawal aspirasi masyarakat bisa diakui dan ditingkatkan melalui pelatihan formal. Ini menjadikan BPD lebih berdaya dalam menjalankan fungsinya.
4. Karang Taruna: Pemuda Berdaya, Desa Berkarya
Anggota Karang Taruna sering kali menjadi motor inovasi di desa, terutama dalam bidang sosial dan ekonomi kreatif. Dengan RPL, mereka bisa mendapatkan sertifikasi di bidang yang relevan, seperti kewirausahaan atau teknologi informasi. Ini membuka peluang lebih besar, baik untuk kolaborasi dengan pihak eksternal maupun pengembangan diri.
5. BUMDes: Profesionalisasi Manajemen Usaha
BUMDes adalah penggerak ekonomi desa, tetapi sering kali pengelolaannya kurang profesional karena keterbatasan kapasitas sumber daya manusia. Melalui RPL, pengelola BUMDes bisa mendapatkan pelatihan manajerial dan pengakuan formal atas keterampilan mereka. Ini tidak hanya meningkatkan profesionalisme, tetapi juga memperkuat daya saing BUMDes di pasar lokal maupun nasional.
Tantangan dan Solusi
Meskipun manfaatnya besar, implementasi RPL di desa menghadapi beberapa tantangan. Salah satunya adalah rendahnya pemahaman masyarakat tentang program ini. Banyak yang mengira RPL hanya untuk "pekerja formal," padahal ini sangat relevan bagi pegiat desa. Solusinya adalah kampanye edukasi yang melibatkan pemerintah daerah, universitas, dan lembaga pelatihan.
Tantangan lainnya adalah aksesibilitas. Program RPL sering kali hanya tersedia di kota-kota besar, sehingga sulit dijangkau oleh pegiat desa di wilayah terpencil. Untuk mengatasi ini, pemerintah dapat mengembangkan program RPL berbasis digital atau menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi lokal.
Membangun Desa dengan RPL
Bayangkan sebuah desa di mana setiap perangkat desa, pendamping, anggota BPD, pemuda Karang Taruna, dan pengelola BUMDes memiliki pengakuan formal atas kompetensi mereka. Desa tersebut tidak hanya akan lebih profesional, tetapi juga lebih mandiri dan inovatif.
RPL adalah alat strategis untuk membangun kapasitas sumber daya manusia di desa. Ini bukan sekadar program sertifikasi, melainkan langkah nyata untuk memberdayakan desa dari dalam. Dengan memberikan pengakuan formal atas pengalaman dan keterampilan yang dimiliki pegiat desa, RPL membantu menciptakan desa-desa yang lebih kuat, berdaya saing, dan siap menghadapi tantangan masa depan.
Jadi, jika Anda adalah pegiat desa, jangan ragu untuk memanfaatkan program ini. Karena di balik selembar sertifikat, ada pengakuan atas kerja keras Anda dan harapan besar untuk kemajuan desa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H