Mohon tunggu...
Choirul Anam
Choirul Anam Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Partikelir

Ngaji, Ngopi, Literasi, Menikmati hidup dengan huruf, kata dan kalimat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Pasang Surut Sebuah Pergerakan

4 Desember 2024   04:53 Diperbarui: 4 Desember 2024   07:13 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rani langsung menyambut. "Betul, Kak Ayu. Aku lihat anak-anak di kampung ini masih haus baca buku. Kalau kita serius jalankan lagi, pasti mereka antusias."

Namun, Raka tetap ragu. "Tapi siapa yang akan mendanai? Kita tidak bisa terus mengandalkan donatur."

"Apa salahnya kita mulai dari iuran kecil dulu?" Ayu menjawab cepat. "Atau cari sponsor lokal. Tidak harus besar, yang penting ada langkah nyata."

Diskusi malam itu berakhir dengan sebuah keputusan penting: mereka tidak akan membubarkan organisasi, tapi akan mempersempit fokus, membangun kembali kepercayaan, dan merawat apa yang tersisa.

Beberapa minggu kemudian, perpustakaan keliling "Muda Beraksi" kembali hidup. Dengan modal buku-buku bekas dari sumbangan warga dan rak kayu yang mereka buat sendiri, mereka keliling kampung, berhenti di lapangan atau di depan warung kopi. Anak-anak berkerumun, membaca dengan mata berbinar.

Lambat laun, nama organisasi itu kembali harum. Orang-orang yang dulu meninggalkan, mulai kembali. Bahkan, donatur kecil-kecilan pun mulai berdatangan, menawarkan bantuan untuk program lainnya.

Namun, perjalanan itu tidak selalu mulus. Ada saat mereka kelelahan, konflik kecil kembali muncul, dan semangat beberapa anggota sempat goyah. Tapi kali ini, mereka punya pelajaran penting: pergerakan tidak pernah sempurna, tapi harus terus dijaga.

"Menyelamatkan organisasi ini seperti menjaga api kecil," ujar Ayu suatu hari. "Kadang anginnya kencang, apinya hampir padam. Tapi kalau kita sabar dan terus meniup dengan hati-hati, api itu akan menyala lagi."

Rani tersenyum mendengar itu. "Jadi kita ini seperti penunggu api, ya?"

"Bukan hanya penunggu," Ayu tertawa kecil. "Kita juga penghidup. Karena selama api itu menyala, kita tahu masih ada harapan untuk menerangi jalan orang lain."

Dan begitu, sisa-sisa pergerakan yang hampir lenyap itu kembali menemukan bentuknya. Tidak sempurna, tapi cukup untuk menjadi cahaya kecil yang menghangatkan kampung mereka. Sebuah bukti bahwa merawat organisasi bukan hanya soal komitmen, tapi juga soal cinta yang tidak pernah menyerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun