Mohon tunggu...
Choirul Anam
Choirul Anam Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Partikelir

Ngaji, Ngopi, Literasi, Menikmati hidup dengan huruf, kata dan kalimat

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Guru dalam Falsafah Pewayangan: Menjadi Durna atau Resi Bisma?

25 November 2024   11:15 Diperbarui: 25 November 2024   11:40 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi wayang. (Photo created by pikisuperstar on Freepik.com) 

Di suatu sore yang teduh, seorang anak muda duduk termenung di depan dalang senior. Anak itu, sebut saja Panji, baru saja lulus menjadi seorang pengajar dan sedang galau. Ia bertanya, “Pak Dalang, bagaimana caranya menjadi guru yang baik?” Dalang itu tersenyum, membakar rokok lintingannya, lalu berkata, “Nak, kalau mau belajar tentang guru, tengoklah dunia pewayangan. Ada banyak contoh—baik yang patut ditiru, maupun yang harus dihindari.”

Panji bingung. “Lho, memangnya dalam pewayangan ada cerita guru juga?” Dalang itu terkekeh, “Kamu ini guru, tapi kurang baca. Dengar sini, saya ceritakan.”

Durna: Guru yang Pandai, tetapi Lupa Moral

Dalang memulai ceritanya dengan tokoh Durna, guru besar dalam Mahabharata yang mengajarkan ilmu perang kepada para Pandawa dan Kurawa. Durna adalah simbol guru yang luar biasa cerdas, tapi sayangnya, hatinya terkadang condong pada kekuasaan.

“Durna itu pintar sekali, Nak,” kata Dalang. “Tapi masalahnya, dia lebih sering memihak mereka yang membayar lebih banyak.” Ia mencontohkan bagaimana Durna mengabaikan moral ketika melatih para Kurawa, meskipun tahu bahwa Kurawa sering berbuat licik.

“Pelajaran dari Durna ini penting, Nak,” lanjut Dalang. “Guru yang baik itu bukan cuma pintar, tapi juga harus punya prinsip. Kalau pintar saja, tapi lupa moral, murid-muridnya bisa jadi pintar jahat. Mau jadi begitu?” Panji menggeleng cepat, merasa mulai memahami.

Dalang melanjutkan dengan humor ringan. “Tapi ya, Nak, jangan lupa: meski Durna punya kelemahan, dia tetap guru yang jago. Coba bayangkan kalau dia punya channel YouTube zaman sekarang, pasti subscribernya jutaan. ‘Belajar Memanah dalam 7 Hari, Dijamin Jago!’”

Resi Bisma: Teladan Kebijaksanaan

Setelah membahas Durna, Dalang beralih ke Resi Bisma. Bisma adalah simbol guru ideal: bijaksana, teguh pada prinsip, dan selalu memikirkan kebaikan muridnya.

“Bisma itu beda dengan Durna,” kata Dalang. “Dia lebih memilih menjadi penjaga moral. Bahkan, Bisma sering menasihati para Pandawa dan Kurawa untuk hidup dalam kebenaran, meskipun tahu mereka keras kepala.”

Dalang menambahkan bahwa Resi Bisma tidak hanya mengajarkan teknik perang, tetapi juga nilai-nilai kehidupan. “Dia itu guru yang paham, Nak. Bahwa tugas guru bukan hanya mengajarkan apa, tapi juga mengapa. Mengapa kebenaran itu penting, mengapa harus jujur, mengapa kekuasaan tanpa moral itu hancur.”

Panji tersenyum. “Jadi Bisma ini semacam guru yang selalu ngasih quotes bijak tiap pagi, ya?” Dalang tertawa, “Ya, mungkin seperti itu. Tapi quotes-nya dia nggak cuma bikin orang mikir, juga bikin hidup lebih baik.”

Kresna: Guru dalam Peran yang Tak Terduga

Dalang kemudian menyebut Kresna, yang meskipun bukan guru formal, sering menjadi pembimbing para Pandawa. Kresna mengajarkan bahwa seorang guru tidak selalu harus berada di depan kelas; kadang, seorang guru adalah teman yang memberi nasihat di saat yang tepat.

“Kresna itu guru dalam bentuk lain,” ujar Dalang. “Dia ngajarin Arjuna tentang filosofi hidup dalam Bhagavad Gita. Dia bilang, ‘Lakukan kewajibanmu tanpa memikirkan hasil.’ Ini pelajaran penting untuk semua guru, Nak.”

Dalang berkelakar, “Coba bayangkan kalau Kresna jadi dosen. Pas murid-murid nanya, ‘Pak, kalau saya belajar keras dapat nilai A, ya?’ Kresna pasti jawab, ‘Belajarlah tanpa berharap nilai. Fokus pada proses!’ Muridnya pasti pusing, tapi hidupnya bakal lebih damai.”

Guru sebagai Penuntun, Bukan Sekadar Pengajar

Setelah panjang lebar bercerita, Dalang menyimpulkan. “Nak, dalam pewayangan, guru adalah penuntun, bukan sekadar pengajar. Mereka membimbing murid untuk menemukan jalan hidupnya sendiri. Tapi hati-hati, ada dua jalan guru: jadi seperti Durna yang pintar tapi lupa hati, atau jadi seperti Bisma yang bijaksana dan konsisten.”

Dalang menekankan bahwa guru sejati harus punya tiga hal: ilmu, moral, dan cinta. “Ilmu itu seperti panah, moral itu busurnya, dan cinta itu yang membuat panah itu tepat sasaran. Kalau salah satu hilang, hasilnya nggak akan baik.”

Panji mengangguk-angguk, merasa tercerahkan. “Jadi, intinya, saya harus jadi guru yang bukan hanya pinter ngajarin materi, tapi juga ngajarin hidup, ya?” Dalang tersenyum puas. “Betul sekali. Dan kalau bisa, Nak, jangan lupa kasih humor sesekali. Murid itu suka guru yang serius tapi santai. Kayak cerita wayang ini, berat, tapi tetap enak didengar, kan?”

Guru Sebagai Jalan Hidup

Kepingan tulisan ini mengingatkan kita bahwa menjadi guru adalah panggilan mulia yang penuh tanggung jawab. Dari Durna, kita belajar pentingnya menjaga moral di tengah tekanan dunia. Dari Bisma, kita diajarkan untuk selalu menjadi teladan kebaikan. Dan dari Kresna, kita memahami bahwa guru bisa hadir dalam bentuk apa saja, selama ia membimbing kita ke jalan yang benar.

Jadi, bagi para guru, teruslah menjadi cahaya, bahkan ketika dunia terasa gelap. Karena seperti dalam pewayangan, guru adalah penjaga harmoni kehidupan. Dan bagi para murid, jangan lupa: hormati guru Anda, karena tanpa mereka, hidup ini hanya wayang tanpa dalang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun