Mohon tunggu...
Choirul Anam
Choirul Anam Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Partikelir

Ngaji, Ngopi, Literasi, Menikmati hidup dengan huruf, kata dan kalimat

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Memilih Damai di Pilkada Bojonegoro 2024

21 November 2024   19:00 Diperbarui: 21 November 2024   19:02 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Pilkada Damai (Sumber: Warta Alor)

Pilkada itu ibarat pesta. Seharusnya ramai, penuh keceriaan, dan saling sapa. Tapi entah kenapa, di setiap pesta politik, pasti ada yang lebih suka membawa keributan ketimbang kebahagiaan. Salah satunya: perdebatan. Apalagi kalau sudah menyentuh urat sensitif agama, psikologi, dan sosial. Jadi, apakah debat di Pilkada itu wajib atau sebenarnya bisa dijauhi?

Ketika Menjaga Lisan Adalah Ibadah

Dalam pandangan agama, perdebatan itu mirip seperti api unggun yang dikipasi. Kalau nggak tahu cara memadamkannya, bisa-bisa terbakar habis. Nabi Muhammad SAW sendiri sudah memberi peringatan untuk menghindari perdebatan yang sia-sia, apalagi kalau tujuannya hanya mencari menang, bukan kebenaran. Alhasil, di tengah Pilkada Bojonegoro, perdebatan bisa saja menciptakan api-api kecil yang malah memecah belah, bukannya mendekatkan hati.

Lantas, bagaimana caranya menghindari? Ada baiknya kita belajar dari kisah klasik Islam tentang para ulama yang lebih memilih diam daripada mengomentari hal yang memecah belah. Bayangkan, kalau di Pilkada kita lebih memilih berdialog santai tanpa saling memotong argumen, bukankah suasana lebih adem?

Kesehatan Mental vs Debat Beracun

Dari sudut pandang psikologi, perdebatan itu bisa memengaruhi kesehatan mental kita. Setiap kali terjebak dalam debat sengit, otak kita melepaskan hormon stres, seperti kortisol. Nah, kebayang nggak kalau di grup WhatsApp keluarga atau media sosial, yang seharusnya tempat bercanda malah jadi ajang debat politik? Rasanya bukan cuma bikin kepala pening, tapi bisa bikin keluarga pecah kongsi.

Psikolog menyarankan untuk menghindari perdebatan yang tidak produktif. Kita bisa fokus pada diskusi yang sehat, di mana setiap pihak saling mendengar, bukan hanya berbicara. Pilkada Bojonegoro 2024 bisa menjadi kesempatan untuk melatih diri menjaga kesehatan mental: bukan dengan debat, tapi dengan mendengarkan lebih banyak.

Persatuan di Atas Segalanya

Dari sisi sosial, kita tahu Bojonegoro itu kota yang masyarakatnya dikenal guyub dan rukun. Jangan sampai, Pilkada yang hanya berlangsung sesaat membuat kita lupa akan semangat kebersamaan ini. Di media sosial, perdebatan tentang politik sering kali diwarnai dengan saling tuding, bahkan fitnah. Akibatnya, yang tadinya hanya beda pilihan politik bisa merembet jadi permusuhan personal.

Masyarakat yang cerdas tentu tahu bahwa Pilkada adalah bagian dari demokrasi, dan dalam demokrasi, perbedaan itu wajar. Tapi yang lebih penting lagi adalah bagaimana kita merawat hubungan sosial, tanpa harus membiarkan perdebatan merusak segalanya.

Pilkada Bojonegoro: Debat atau Dialog?

Menghindari perdebatan di Pilkada bukan berarti kita harus diam seribu bahasa. Diskusi tetap diperlukan, tetapi dalam bentuk dialog yang saling menghargai. Saat Bojonegoro bersiap menuju Pilkada 2024, lebih baik kita fokus pada solusi, bukan saling memotong lawan bicara. Seperti pepatah bijak bilang, "Mulutmu harimaumu." Jangan sampai gara-gara Pilkada, kita jadi terjebak dalam perdebatan sengit yang merugikan banyak pihak.

Bayangkan, seandainya kita lebih banyak ngobrol soal rencana membangun daerah, soal program-program calon yang realistis, ketimbang mengurusi hal-hal yang sifatnya provokatif. Bojonegoro bisa lebih tenang, lebih damai, dan siapa tahu, Pilkada jadi benar-benar terasa seperti pesta demokrasi yang menggembirakan.

Mari Bersikap Santai

Menghindari perdebatan itu bukan tanda kita lemah atau takut. Justru, dalam konteks agama, psikologi, dan sosial, ini adalah langkah cerdas untuk menjaga diri dan sesama. Di Pilkada Bojonegoro 2024, mari kita prioritaskan damai, bukan debat. Karena, pada akhirnya, siapa pun yang menang, yang lebih penting adalah kita tetap bisa hidup rukun, ngobrol santai sambil ngopi tanpa ada yang tersinggung.

Jadi, sudah siap menikmati Pilkada dengan lebih santai dan cerdas? Yuk, mari kita pilih damai daripada debat yang hanya menambah panas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun