Mohon tunggu...
Choiron
Choiron Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup seperti pohon. Menyerap sari makanan dan air dari mana saja, dan pada saatnya harus berbuah.

Hanya sebuah botol kosong...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Patah Hati

13 Januari 2016   18:01 Diperbarui: 13 Januari 2016   18:01 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Terus terang, aku belum pernah merasakan segalau ini. Rasanya malam ini akan menjadi malam bencana bagiku. Malam di mana aku harus datang ke sebuah resepsi pernikahan yang aku tidak tahu, apa yang akan terjadi nanti. Walau demikian, aku akan mencoba tampil terbaik di resepsi pernikahan tersebut, walau harus menguras tabungan untuk membeli sepatu, jas dan celana baru.

"Hai Rip, ayo berangkat!" Seru teman kerjaku Anton, di luar pintu kamar kosku.

"Iya sebentar," jawabku sambil merapikan beberapa bagian celana yang lipatannya masih kelihatan kalau baru dibeli dari toko.

"Wah ganteng sekali kau, macam direktur perusahaan saja," ujar Anton sesaat melihatku. Aku hanya tersenyum saja melihat pandangan takjub Anton.

"Kau curi dari mana tuh jas, rasanya aku pernah melihatnya kemarin di pasar baju bekas." Kali ini Anton memegang dan mengamati bagian dada jas yang terdapat bordir dengan benang emas, inisial namaku. "A" untuk Aripan.

"Sudah ayo berangkat, nanti resepsinya keburu bubar." Aku mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Eh teman-teman berangkat naik apa?"

"Sebagian berangkat jam enam tadi naik mobil kantor, dan sebagian lagi naik motor," jawab Anton sambil menyerahkan helmnya kepadaku. Aku menerima helm dan memakainya dengan hati-hati, jelly di rambutku, tidak terlalu banyak bergesekan dengan permukaan dalam helm. Rasanya kurang pas juga dengan jas dan celana kain serta sepatu pantopel begini, harus berangkat naik motor.

Sesampai di depan gedung resepsi pernikahan, beberapa teman kantor juga baru saja datang. Kami melangkah memasuki gedung resepsi yang memang sangat megah untuk ukuran orang seperti saya.

"Rip lihat, Ratri begitu cantik tuh," kata Anton sambil menujuk ke beberapa foto besar berbingkai emas yang berada di depan pintu masuk.

"Iya cantik," jawabku sambil mencoba menekan perasaan akan tidak tampak galau. Ratri memang cantik. Bagiku, dia memang wanita tercantik yang pernah aku kenal selama hidupku. Walaupun akhirnya dia lebih memilih menikah dengan pria lain dan bukan aku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun