Mohon tunggu...
Choiron
Choiron Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup seperti pohon. Menyerap sari makanan dan air dari mana saja, dan pada saatnya harus berbuah.

Hanya sebuah botol kosong...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar dari Husnul Khotimahnya Lee Kuan Yew

30 Maret 2015   17:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:47 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terminologi 'Husnul Khotimah' dalam agama adalah kondisi seseorang yang berakhir dengan baik, atau happy ending. Di mata Tuhan, tidak masalah bagaimana proses hidup seseorang, namun saat orang tersebut masih menjaga imannya dan mati dalam keadaan baik, maka dia dikategorikan sebagai orang yang husnul khotimah. Misal ada seorang yang semasa hidupnya kafir, dzolim dan penuh perbuatan maksiat. Menjelang tarikan nafas terakhirnya, dia mendapat hidayah untuk beriman. Tuhan kemudian melakukan "pemutihan" dan terlahir sebagai manusia tanpa dosa. Sebaliknya, seorang yang selalu beribadah sepanjang hidupnya seperti kasus Barshisa, menjelang kematiannya, syaiton menggoda dan menyesatkannya. Akibatnya, dia mati dalam keadaan kafir dan dikategorikan tidak husnul khotimah (su'ul khotimah).

Lee Kuan Yew -- Bapak Pendiri Singapura dan Perdana Menteri Singapura pertama, kemarin (29/3/2015)  dilepas kepergiannya oleh seluruh rakyat Singapura dengan penuh hormat. Saya menilainya, beliau meninggal dalam keadaan husnul khotimah. Tentu saja, penilaian saya ini bukan dalam ruang lingkup agama dan keyakinan, tetapi pada peran beliau sebagai seorang pemimpin dan seorang ayah. Perkara Lee Kuan Yew masuk surga atau neraka, itu hak prerogratif Tuhan saja.

[caption id="attachment_375687" align="aligncenter" width="562" caption="Lee Kuan Yew (Sumber: http://mustsharenews.com/)"][/caption]

Berikut ini alasan mengapa kita perlu belajar kebaikan Lee Kuan yew sebagai seorang pemimpin dan seorang ayah.

Pemimpin yang Hebat

Singapura memang hanyalah negara kecil bila dilihat dari luas wilayah dan jumlah penduduknya. Namun bila melihat peran dan pengaruh di kawasan Asean bahkan Asia, Singapura adalah negara kunci dalam berbagai bidang, terutama ekonomi, telekomunikasi, pendidikan dan kesehatan.

Awal Singapura 'merdeka' dengan melepaskan diri dari wilayah kekuasaan Federasi Malaysia pada tahun 1963, luas wilayahnya hanya sekitar 589 km persegi. Kebijakan Lee Kuan Yew untuk memperluas wilayahnya dengan impor pasir dari Indonesia, membuat luas wilayah Singapura kini bertambah menjadi sekitar 710,2 km persegi. Betapa padatnya wilayah Singapura untuk menampung 5 juta penduduknya. Bandingkan dengan Pulau Madura yang memiliki luas wilayah 9 kalinya, namun hanya dihuni oleh hanya4 juta orang saja.

Singapura yang multi etnis dan pluralis, dengan jumlah penduduknya beretnis 74% Tionghoa, 14% Melayu, 8% India-Pakistan dan 4% campuran Eropa dan lainnya. Namun sejak awal berdiri, Singapura cukup berhasil meredam gejolak konflik SARA. Penerapan undang-undang keamanan internal atau Internal Act Security, cukup ampuh untuk membuat Singapuran menjadi negara yang aman dan damai. Sebagai negara perdagangan, tentu saja iklim investasi dan perdagangan akan ditentukan oleh tingkat stabilitas dan keamanan negaranya. Dengan undang-undang ini, pemerintah dapat menangkap dan menahan siapa saja, tampa melalui proses pengadilan, apabila dianggap menjadi ancaman keamanan nasional. Itu yang menjadikan Lee Kuan Yew tampak seperti seorang diktator dan memerintah dengan tangan besi, tak jauh berbeda saat Soeharto memerintah di era Orde Baru.

Namun berbeda dengan Soeharto, yang sama-sama berkuasa lebih dari 3 dasawarsa, Lee Kuan Yew adalah pemain yang hebat, cerdas dan melangkah penuh perhitungan. Walau 'one man show' seperti Soeharto, namun beliau tahu kapan harus bermain dan kapan harus berhenti bermain. Sedangkan Soeharto saat itu terlalu percaya kepada menteri dan orang dekatnya.

Lihat bagaimana tiga presiden Indonesia, yaitu: Soekarno, Soeharto dan Abdurahman Wahid, turun tahta karena pergolakan kekuasaan. Soekarno 'dikudeta' di saat pertikaian 'isme' begitu menguat. Soeharto mengundurkan diri di saat negara dalam kondisi lemah. Sedangkan Gus Dur, diturunkan oleh sponsor pendukung yang menaikkannya dengan alasan melanggar konstitusi. Namun Lee Kuan Yew, tahun 1990 justrumengambil inisiatif untuk lengser keprabon madeg pandito menjadi bapak bangsa, di saat puncak kekuasaannya. Beliau menyerahkan tahta kepada penerusnya Goh Chok Tong, namun tidak kepada keluarganya yang lain sebagai kelaziman politik dinasti atau oligarki. Dalam hal ini, Lee Kuan Yew boleh dibilang husnul khotimah dalam mengakhiri kekuasaannya tanpa dosa konflik dan pertentangan politik.

Mundurnya Lee Kuan Yew rupanya bukanlah akhir dari pengabdiannya kepada negaranya. Beliau tetap berkarya dengan menjadi penasihat dan menteri senior serta aktif di parlemen. Boleh dibilang, walau sudah tidak lagi berkuasa, tetapi pengaruhnya masih terus ada karena kapasitas dan kapabilitasnya sebagai seorang pemimpin hebat sampai akhir hayatnya.

Bapak yang Hebat

14 tahun setelah mengakhiri kekuasaannya sebagai orang nomor satu di Singapura, pada tahun 2004, Lee Kuan Yew patut berbangga karena putranya, Lee Hsien Loong dipilih menjadi perdanan menteri ketiga menggantikan Goh Chok Tong. Ini menandakan, Lee Kuan Yew tahu diri kapan putranya siap untuk menjadi pemimpin nomer satu dan beliau berhasil mendidik anak-anaknya untuk menjadi orang hebat seperti dirinya. Bandingkan dengan politik oligarki di Indonesia. Tanpa menyebut nama, anak-anak presiden dan mantan presiden, yang dipilih menjadi pemimpin atau menduduki jabatan tertentu hanya semata-mata karena karisma atau pengaruh bapaknya. Padahal secara kasat mata, mereka tidak memiliki kemampuan dan kepemimpinan. Akibatnya mudah ditebak. Beberapa anak mantan presiden yang menjadi pejabat atau pimpinan organisasi, hanya menjadi pupuk bawang yang tidak mampu memberi warna. But saya, ukuran kehebatan seorang bapak dapat dilihat dari kesuksesan anak-anaknya. Boleh dibilang, Lee Kuan Yew telah husnul khotimah sebagai orang tua dengan menjadi bapak yang hebat dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya.

Penutup

Gajah mati meninggalkan gading dan harimau mati meninggalkan belang. Sebuah pepatah yang tepat untuk menggambarkan Lee Kuan Yew, lepas dari segala kekurangan, kelemahan dan kekhilafannya sebagai manusia biasa, beliau telah meninggalkan warisan Singapura yang hebat. Beliau benar-benar mengakhiri kehidupannya sebagai seorang pemimpin dan seorang ayah yang baik. Wajar bila warga Singapura memberikan penghormatan terakhirnya dengan penuh khitmat.

Selamat beristirahat dalam damai Lee Kuan Yew. Kisah hidup dan karyamu menjadi pelajaran yang berharga bagi generasi berikutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun