Mohon tunggu...
Choiron
Choiron Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup seperti pohon. Menyerap sari makanan dan air dari mana saja, dan pada saatnya harus berbuah.

Hanya sebuah botol kosong...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Anakku Bukan Cabe-cabean

15 Oktober 2014   14:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:57 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Pak, anakmu belum pulang," seru istriku saat aku sedang sibuk di depan komputer.

Aku melepas kacamata dan menoleh ke arah istriku sambil balik bertanya, "Siapayang belum pulang? Dimas atau Putri? Jam berapa ini?"

"Keduan-duanya. Ini sudah hampir tengah malam Pak!" seru istriku dengan suara lebih keras dari biasanya.

"SMS atau telpon sajalah. Suruh mereka pulang," memberi saran kepada istriku.

"Sudah Pak. Tapi tidak dibalas atau diangkat. Ayolah Pak. Mengapa Bapak tidak pernah perhatian dengan anak-anak kita?"

Kalimat terakhir istriku membuatku tersentak. Apa benar aku ini bapak yang tidak perhatian dengan keluarga, terutama anak-anakku. Bukankah selama ini aku berangkat pagi dan pulang hingga tengah malam, bekerja untuk keluarga. Bukankah semua kebutuhan Dimas dan Putri sudah aku penuhi?  Apalagi yang mereka butuhkan?

"Mengapa Mama bilang aku tidak perhatian? Bukankah kerja kerasku ini bukti aku begitu sayang pada keluarga dan anak-anak kita?" Kali ini suaraku agak meninggi.

"Pak, yang mereka butuhkan bukan hanya materi. Anak-anak juga butuh disapa, diajak bercerita. Apa Bapak tahu kalau Dimas mendapatkan peringatan dari sekolah karena beberapa kali bolos sekolah? Apa Bapak tahu kalau Putri sering pulang malam?"

"Mengapa Mama tidak pernah cerita?" sergahku.

"Sudah dan berulang-ulang meminta perhatian Bapak dan sepertinya Bapak terlalu lelah untuk mendengarkan cerita mama tentang Dimas dan Putri," suara istriku yang lembut, terdengar begitu menohok egoku sebagai seorang suami dan ayah.

Apa benar aku abai dan lalai dalam mendidik anakku? Bukankah selama ini aku pasrahkan semua urusan anak-anak kepada istriku? Iya benar. Aku memang telah abai selama ini. Aku terlalu fokus pada pekerjaan. Bahkan pekerjaan sudah menjadi istri keduaku yang harus diperhatikan sepanjang hari. Sementara, aku melalaikan tugasku sebagai seorang suami dan ayah yang baik bagi kedua anak-anakku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun