Dalam sejarah masa lalu, sejarah telah menuliskan bahwa sebelum datangnya islam, telah ada dua peradaban besar, yakni peradaban Yunani dan peradaban Romawi. Dan juga terdapat dua agama besar, yahudi dan nasrani. Bagaimana kedua peradaban besar tersebut memperlakukan kaum perempuan?. Masyarakat yunani yg terkenal dengan keagungan ilmu filsafat, tidak menjadikan kaum perempuan ke dalam topiknya. Bagi kalangan elit, kaum perempuan di kurung dalam istana, dan di kalang bawah perempuan di perdagangkan. Sedangkan dalam peradaban Romawi, kaum perempuan sepenuhnya berada di dalam kuasa ayahnya sebagai kepala rumah tangga, dan ketika menikah kekuasaan berpindah ke tangan suami, oleh karena itu, kekuasaan kaum laki-laki pada saat itu merupakan kekuasaan kepemilikan bukan untuk mengayomi.
Adapun hak dan kewajiban kaum perempuan di dalam agam Yahudi dan Nasrani, bahwa perempuan dalam ajaran Yahudi memiliki martabat yang sama dengan pembantu, terdapat beberapa kelompok yang menganut ajaran bahwa sang ayah berhak menjual anak perempuannya, ajaran mereka menganggap bahwa perempuan sumber laknat mereka juga beranggapan kaum perempuan adalah penyebab adam di usir dari syurga.Â
Sedangkan dalam ajaran Nasrani, menganggap kaum perempuan adalah senjata iblis untuk menyesatkan manusia, kaum perempuan juga di kategorikan sama dengan anak-anak di bawah umur dan orang gila yang tidak mempunya hak publik penuh.setelah itu muncullah agama yang bukan hanya membawa kebenaran tetapi juga kasih sayang, yakni agama islam, karena islam memiliki teladan yang agung dan aplikatif yakni Rasulullah SAW dan para sahabatnya, di saat dahulu kala di zaman jahiliyyah banyak sekali kaum-kaum yang merendahkan derajat perempuan, lalu di utus lah Rasul bukan hanya untuk menyebarkan wahyu Allah tetapi juga memuliakan dan meninggikan derajat perempuan.
 Islam adalah system kehidupan yang mengantarkan manusiauntuk memahami realitas kehidupannya. Islam juga merupakan tatanan global yang di turunkan sebagai rahmatan lil 'alamin, sehingga sebuah konsekuensiyang logis apabila Allah swt menciptakan mahluk-Nya terdiri dari lai-laki dan perempuan untuk dijadikan khalifatullah fil ardh untuk menyelamatkan dan memakmurkan alam. Dengan demikian, wanita dalam islam memiliki peran yang komprehensif dan memiliki harkat yang setara sebagai hamba Allah.
Pada masa kini gender dalam islam seringkali diperbincangkan secara intensif meskipun terminologi ini relatif baru, diskursus gender merupakan pokok masalah yang universal konsep gender dalam islam merupakan konsep yang paling maju dan sangat praktis. Gender sendiri bukan suatu permasalahan apabila dilakukan dengan adil, yang menjadi permasalahan yg muncul apabila terjadi ketidakadilan gender, seperti misalnya terjadi pembedaan derajat antara salah satunya
Dalam islam semua orang yang beriman adalah sama dan setara di hadapan Allah swt, dalam artian ketika orang perempuan beriman, maka dia tidak berbeda dengan laki-laki beriman di hadapan-Nya.
Namun terlepas dari itu semua hal-hal yang masih banyak menjadi persoalan adalah terjadinya deskriminasi antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan masyarakat, hal ini terjadi karena budaya yang susah di ubah, banyak sekali ketimpangan-ketimpangan relasi.
Di dalam Al-Qur'an sangat di tekankan kehormatan persamaan manusia dan kestaraan gender, seperti pada QS Al-Hujurat ayat 13, yang artinya:
"Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsabangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa diantara kamu."
Yang menjadi persoalan ketika ayat tersebut di tafsirkan secara beragam oleh para pemeluknya, yang akhirnya memunculkan kelompok-kelompok yang secara ideologis berseberangan dalam memaknai persoalan gender itu sendiri, jika yang menafsirkan adalah kelompok yang patriarkis, maka menghasilkan penafsiran yang merugikan kaum wanita, karena  ayat dan hadist-Nya tidak di serap.
Terdapat tiga kelompok pemikir ideologis, yakni koservativ, moderat, dan liberal, hampir semua berbeda pandangan dalam menanggapi semua permasalahan umat islam termasuk mengupas seputar permasalahan gender. Isu tentang gender adalah sebuah komoditi yang menarik dan di perbincangkan pada decade-dekade terakhir, terutama yang di telaah ulang adalah isu-isu yang berkembang di masyarakat, seperti kodrat perempuan, pembagian laki-laki dan perempuan, kepemimpinan perempuan, dan yang paling sering terjadi adalah seputar poligami.
Yang pertama yakni kelompok Konservativ/Literalis, kelompok ini sepenuhnya menolak ide-ide tentang gender dan feminism, mengapa demikian? Karena mereka menganggap feminisme dan kesetaraan gender merupakan produk perempuan barat yang ingin melepaskan diri dari kaum laki-laki dan dinilai merupakan upaya pengingkaran kodrat dan penistaan terhadap hokum Tuhan.
 Pada umumnya, kelompok ini menolak sesuatu yang bersifat pembaharuan agama dan masih memegang nilai-nilai tradisional, untuk mendukung, mereka mengutip ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadist yg di anggap bertentangan dengan feminisme. Mereka beranggapan hubungan laki-laki dan perempuan seperti yang telah ditentukan islam merupakan bentuk ketaatan pada agama, maka mereka meyakini bahwa keikhlasan istri terhadap poligami oleh suaminya adalah bentuk keluhuran ajaran islam. Pada intinya, golongan ini berpendapat bahwa feminism dan kesetaraan gender sama sekali bertentangan dengan ajaran islam dan hanya akan membuat para kaum perempuan melawan kodrat dan melanggar ketentuan agama.
Kelompok yang kedua, yakni kelompok Moderat, berbeda pendapat dengan kelompok literal, kelompok Moderat menerima ide-ide pembaharuan, termasuk gender dan feminism, sejauh tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran islam, kelompok ini tidak berpegang pada penasiran ayat maupun hadist, namun lebih menyesuaikan pada perkembangan zaman, oleh karena metode yang di gunakan tidak pasti, kelompok ini di anggap tidak konsisten oleh kelompok-kelompok lain. Kelompok ini juga sering disebut kelompok jalan tengah yang menengahi konservativ dan liberal, namun lebih maju dari dua kelompok tersebut. Kelompok ini yang membela bahwa di dalam islam sangat menghargai perempuan.
Kelompok yang ketiga yakni, kelompok Liberal, menurut kelompok ini perempuan dapat menjadi pemimpin laki-laki, perempuan dapat menjadi imam sholat dan dapat membawakan khutbah jum'at, meskipun tidak mungkin, namun semuanya tinggal menunggu waktu. Mereka menafsirkan ayat-ayat secara kontekstual, yg menjadi kritik yg paling utama dari kelompok ini adalah timpangnya relasi gender dalam budaya masyarakat. Terdapat beberapa bentuk ketimpangan yg menyangkut relasi laki-laki dan perempuan, yakni
Subordinasi, deskriminasi terhadap perempuan dalam bidang kekuasaan dan pengambilan keputusan, dalam artian lain perempuan mendapat predikat nomer dua.
Stereotip, perempuan di labeli negative, dalam artian perempuan adalah symbol kelemahan.
Marjinalisasi, bentuk pemiskinan terhadap kaum perempuan.
Beban ganda, ketika perempuan harus menyelesaikan tugas-tugas domestik setelah selesai mengerjakan tugas public.
Meskipun di era modern seperti saat ini yang sangat jauh dari zaman jahiliyah dahulu, namun masih sering terjadi kekerasan-kekerasan terhadap kaum wanita, seperti pelecehan-pelecehan seksual, pemerkosaan, dll.
Menurut perspektif dalam Al-Qur'an mengenai gender, tidak hanya mengatur keserasian relasi hubungan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat tetapi lebih dari itu Al-Qur'an juga mengatur tentang pola realasi antara manusia, alam, dan Tuhan. Secara umun, Al-Qur'an mengakui adanya  perbedaan laki-laki dan perempuan, tetapi pembedaan tersebut bukanla pembeda yang menguntungkan satu pihak dan merugikan yang lain, tetapi lebih kepada untuk mewujudkan hubungan harmonis yang di dasari kasih sayang (Mawaddah Wa rahmah) dalam lingkungan keluarga, hal inilah yang dapat mewujudkan komunitas dalam suatu negeri yang aman dan damai.
Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata, "laki-laki adalah pemimpin/penanggung jawab bagi wanita, dalam hal agamanya, sebelum dalam hal pakaian dan makanannya." (khutbah jum'at, masjid amir mut'ib), kepemimpinan/kekuasaan laki-laki atas wanita bermakna penjagaan, perhatian dan pengaturan, bukan berarti kesewenag wenangan dan tekanan.Â
Bahkan konsep kesetaraan gender telah ada di dalam Al-Qur'an, yakni di jelaskan bahwa, laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba, laki-laki dan perempuan sebagai khalifah di bumi, laki-laki dan perempuan sama-sama menerima perjanjian primordial, dan laki-laki dan perempuan berpotensi meraih prestasi. Dengan demikian dalam perspektif normativitas islam huungan laki-laki dan perempuan adalah setara dan tinggi rendahnya kualitah seseorang terletak pada tinggi rendahnya kualitas ketaqwaan orang tersebut kepada Allah swt.
Tetapi meskipun dalam islam laki-laki dan perempuan dianggap setara, namun masih ada batasan-batasan, kodrat laki-laki dan perempuan dalam islam berbeda secara dasar, dari perbedaaqn mendasar itulah maka ditetapkan syariat
Di Indonesia sendiri problematika gender masih banyak kita temui, tidak hanya di zaman penjajahan dahulu pahlawan perempuan yakni Ny. Ajeng Kartini yang berusaha menaikkan derajat kaum perempuan, upaya-upaya apa yang dilakukan  untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender? Keadilan dalam gender adalah dengan pemberian kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan dan akses tidak tergantung pada peredaan jenis kelamin. Upaya-upaya diantaranya sebagai berikut:
Menerima dan memandang wajar perbedaan yg ada antara laki-laki dan perempuan
Diskusi cara bagaimana merombak struktur masyarakat yang membedakan peran dan relasi serta menyeimbangkannya
Meneliti kemampuan dan bakat masing-masing untuk terlibat dalam pembangunan masyarakat, dan memberikan solusi dan persiapan untuk masa depan
Merpejuangkan HAM terutama urusan gender
Mengupayakan  perkembangan dan penegakan demokrasi dan pemerintah yang baik dalam masyarakat yang melibatkan perempuan dalam semua level
Pendidikan, pendidikan merupakan kunci bagi keadilan gender karena pendidikan adalah tempat untuk mentransfer pengetahuan dan norma-norma.
Para feminis muslim saat ini berusaha membongkar pengetahuan normative yang bias kepentingan laki-laki dalam orientasi kehidupan beragama terutama terkait relasi gender guna terwujudnya keadilan gender.Â
Menurut Fatimah Mernissi (pejuang hak-hak kaum perempuan, Maroko), menegaskan bahwa islam pada prinsipnya memandang persamaaqn potensi antara laki-laki dan perempuan, jika terjadi ketidak samaan di kemudian hari, maka hal tersebut bukanlah bersumber dari satu ideology yang membenarkan sifat inferioritas perempuan, melainkan akibat dari lembaga-lembaga social tertentu yang di bentuk untuk membatasi kekuatannya dimana termasuk di dalamnya pemisahan dan subordinasi legal dalam struktur keluarga( Mernissi dalam Maslikah,2102:61).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Benavot flora dan Wolf bahwa, ada banyak keuntungan yang di peroleh oleh Negara yang sedang berkembang yang meningkatkan partisipasi anak perempuan dalam pendidikan, dinyatakan bahwa, perempuan yang berhasil menyelesaikan pendidikan, paling tidak tingkat dasar,mampu mengakses informasi dengan lebih baik. Dengan demikian ia bias memperoleh kesempatan kerja yang lebih baik pula, dan dalam keadaan ini pendapatan yang di peroleh juga meningkat.
Kurangnya perempuan yang berhasil, bukan karena tidak berpotensi melainkan karena kurangnya kesempatan yang di berikan untuk berkembang, perempuan jadi tidak cerdas justru karena di anggap bodoh. Pandangan ekstrim bahwa factor biologis yang menentukan sifat perempuan tentu saja tidak semuanyadapat di benarkan. Fakta membuktikan bahwa tidak 100% perempuan kurang cerdas, emosional,dll. Meski dalam jumlah yg tidak banyak, ada perempuan-perempuan dalam lintasan sejarah yang memiliki keutamaan dan sangat berperan dalam masyarakat.Â
Bukankah Siti Aisyah istri Rasulullah adalah seorang yang cerdas, bukankah sejarah Indonesia sendiri  memiliki Cut Nyak Dien, pahlawan Aceh yang pemberani. Contoh kasus kondisi masyarakat di Minang yang menempatkan garis keturunan perempuan lebih tinggi dari laki-laki, sementara kondisiyang terjadi pada masyarakat Bugis-Makassar yang memberikan posisi yang sangat agung bagi perempuan, terutama dalam persoalan pekerjaan.
Pada zaman sekarang, kita sebagai kaum perempuan sudah sepatutnya untuk bersyukur, meskipun masih terjadi ketidakadilan-ketidakadilan dalam lingkungan masyarakat setidaknya masih ada perlindungan-perlindungan terhadap kaum perempuan, bahkan pada tanggal 8 maret telah menjadi hari perempuan internasional, karena kaumperempuan merupakan pilar dari suatu peradaban.Â
Bahkan tentara-tentara Israel menembakkan tabung gas air mata, granat, setrum, dan semprotan merica terhadap ratusan perempuan dalam rangka mencegah mereka sampaidi pos pemeriksaan.
Dan yang pasti rasulullah pernah bersabda, "dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah"(H.R.Muslim), karena itu hak kaum perempuan dalam islamadalah suci, maka pastikanlah mereka mendapatkan hak yang telah ditetapkan bagi mereka. Wallahu a'lam bishshawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H