Pada negara kita sejak zaman dahulu patriarki sudah tidak terdengar asing dengan kondisi masyarakatnya. Â Patriarki mempunyai arti sebagai laki-laki mempunyai kedudukan tertinggi dan mempunyai hak yang bisa dibilang istimewa pada suatu system sosial.Â
Banyak contoh yang menggambarkan patriarki di Indonesia seperti pada pemilihan pemimpin di sebuah kelompok atau komunitas lebih mengarah atau lebih mengutamakan kaum laki-laki tanpa melihat terlebih dahulu kemampuan yang ada di kaum perempuan, bisa jadi kaum perempuan lebih unggul atau lebih paham mengenai sesuatu, tetapi pasti ada saja ketidaksetujuan dari kaum laki-laki bahkan bisa juga pendapat ini diabaikan.Â
Adanya penolakan ini terdapat alasan bahwa kaum perempuan tidak cocok untuk menjadi pemimpin ada alasan lain yaitu kaum laki-laki akan merasa malu jika laki-laki dipimpin oleh perempuan.
Terdapat kemajuan saat ini tentang pola pikir dan pengetahuan tentang patriarki, adanya dukungan dari mengkampanyekan dan melakukan Gerakan peduli yang menuntut kesetaraan gender terhadap laki-laki dan perempuan.Â
Gerakan tersebut sudah bisa dilihat hasilnya, stigma ini mulai berkurang dari waktu ke waktu sudah terdapat perempuan yang sukses mepimpin, stigma ini masih belum sepenuhnya hilang di negara ini.
Pemahaman tentang patriarki ini biasanya pada keluarga dan masyarakat sudah didoktrin secara turun temurun kepada anak cucu mereka. Dengan menggangap patriarki seperti itu maka masyarakat secara individu menjadi normal dengan adanya pikiran patriarki ini.Â
Keluarga juga menganggap wajar patriarki karena dalam keyakinan agama islam laki-laki ada diposisi sebagai imam di Indonesia masyarakatnya beragama islam penyebab patriarki susah untuk dihilangkan.
Stigma patriarki bukan hanya memberikan dampak yang merugikan untuk kaum perempuan tapi sama hal nya dengan kaum laki-laki.Â
Kaum laki-laki dituntut untuk selamanya kuat secara mental dan fisik disaat bearada pada kondisi yang kesulitan atau saat sedang sakit tidaak boleh menangis, ada juga keterbatasan kaum laki-laki yang bekerja pada aspek-aspek tertentu. Apalagi kaum laki-laki yang berprofesi pada bidang yang diaaggap maskulinitas seperti fashion designer dan koki.Â
Stigma patriarki berlawanan dengan stigma feminisme, patriarki bukan budaya yang harus dilestarikan maka dari itu muncullah stigma fenisme.Â
Feminisme bukan tercipta untuk memperjuangkan hak kesetaraan gender bagi kaum perempuan tetapi jika dilihat lagi feminisme ini juga memiliki dampak yang menguntungkan bagi kaum laki-laki. Sehingga bisa dikatakan untuk memperjuangkan keadilan dan kedua gender.
Kaum perempuan yang sudah memiliki karir dan memutuskan untuk menikah pasti ada rasa kuatir bukan kuatir karena tidak ada biaya untuk hidup atau juga dijodohkan orang tua tetapi mereka kaum perempuan yang memiliki aktivitas takut kegiatan yang dilakukannya akan dibatasi oleh suaminya.Â
Stigma patriarki ini sudah dimulai dari dalam rumah sejak masih anak-anak sudah diajarkan bahwa kaum laki-laki menjadi maskulin dan kaum perempuan menjadi feminism.Â
Didalam keluarga bukan sebagai tempat pemasungan bagi kaum perempuan bukan sebagai tempat suami yang bisa menguasai seorang istri. Bukan juga tempat suami yang bisa seenaknya untuk mengontrol dan mendominasi seorang istri juga bukan tempat untuk mengeksploitasi kaum perempuan.Â
Tetapi keluarga yang seharusnya sebagai tempat untuk mendukung dan menghargai satu sama lain, tidak ada yang mengkuasai dan dikuasai. Pernikahan yang seharusnya diisi dengan kasih sayang tentu saja harus saling menghargai satu sama lain.
Pekerjaan domestic yang ada di dalam keluarga harusnya bisa dibagi tugas tetapi dalam hal prakteknya cenderung perempuan yang banyak mengambil tugasnya. Jika ada kaum laki-laki yang mengerjakan pekerjaan domestic akan mendapatkan cibiran bisa juga bullian dari masyarakat sekitar.Â
Bisa juga suami akan mendapatkan sebuaan iakatan suami yang takut akan istri, sementara dari pihak perempuan akan mendapatakn gunjingan sebagai  seorang istri yang tidak berbakti kepada suami yang membiarkan suami melakuakn pekerjaan domestic.Â
Padahal kaum laki-laki baik itu suami atau anak laki-laki yang ikut membatu untuk mengerjakan tugas domestic justru akan sangat membantu satu sama lain dan kerja sama yang baik.Â
Pembagian peran gender sangat dibuthkan agar menjaga keseimbangan di dalam keluarga dalam menjalankan fungsinya untuk terbentuknya tujuan keluarga.
Stigma tentang patriarki ini sering menjadi penyebab dalam kerusakan berumah tangga. Budaya ini bisa dihilangkan dimulai dari dalam rumah sebagai seorang suami dan istri harus bekerja sama berkomunikasi dengan baik mengenai budaya patriarki ini saling menghargai sesame pasangan maka stigma ini bisa dihilangkan secara perlahan.Â
Pada rumah tangga orang tua seharusnya mengajarkan kepada anaknya mulai kecil tentang tugas antara laki-laki dan perempuan itu sama. Untuk memecahkan budaya patriarki ini kaum perempuan harus mempunyai keberanian, kaum perempuan harus berani untuk bersuara tentang kesetaraan gender ini.Â
Kaum perempuan juga harus bisa menghancurkan budaya ini dan mensosialisasikan kepada orang terdekat mereka seperti orang tua dan keluarga terdekat, dengan mencoba edukasi seperti ini dari dalam rumah bisa menghasilkan pemahaman yang baik dan bisa mewujudkan generasi yang bisa menghargai kesetaraan gender.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H