Mohon tunggu...
Chanila Misya Subkhan
Chanila Misya Subkhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya memiliki ketertarikan dalam isu isu sosial dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Temuan Transaksi Janggal Rp 349 T, Masyarakat: Seharusnya Aliran Dana Tidak Disampaikan ke Publik

23 September 2023   15:21 Diperbarui: 23 September 2023   15:25 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Polemik transaksi janggal ini harus selesai dengan kepastian hukum karena telah menimbulkan keresahan publik. Dengan dibentuknya Satgas TPPU, saya harapkan kasus ini tidak jalan di tempat dan ada kepastian hukum,” ujar Willy Aditya selaku Anggota Komisi XI DPR RI.

Dalam hal perbedaan data antara Menko Polhukam dengan Menteri Keuangan terkait transaksi agregat Rp 349 T, sehubungan dengan asas akuntanbilitas di mana setiap hasil akhir dari kegiatan penyelenggara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.

Laporan dari hasil kegiatan atau kerja tersebut juga harus sesusai dengan memiliki perpaduan data yang jelas. Karena akuntabilitas merupakan salah satu asas dalam Good Public Governance yang diperlukan agar setiap lembaga negara dan penyelenggara negara melaksanakan tugasnya secara bertanggung jawab. Asas akuntabilitas mengandung unsur kejelasan fungsi dalam organisasi kepemerintahan dan cara mempertanggungjawabkannya. Kemudian asas tersebut juga terdapat pada Pasal 3 ayat (7) Bab III Undang-undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme.

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD juga membeberkan telah melakukan rapat khusus bersama Presiden Joko Widodo, di Istana Kepresidenan, Senin (27/3/2023). Salah satu yang dibahas adalah temuan transaksi janggal temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) senilai Rp 349 triliun.

Foto: Anggota Komisi III DPR RI, Rapat Kerja antara Komisi III dengan Satgas TPPU. (Tangkapan Layar Youtube: DPR RI)
Foto: Anggota Komisi III DPR RI, Rapat Kerja antara Komisi III dengan Satgas TPPU. (Tangkapan Layar Youtube: DPR RI)

Pada Rabu (7/6/2023) Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akhirnya buka suara terkait dengan daftar tersangka dan terdakwa kasus transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan senilai Rp 349 triliun yang diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Prastowo juga menekankan daftar tersangka yang dibacakan Ketua KPK Firli Bahuri saat rapat kerja dengan Komisi III DPR itu tidaklah seluruhnya merupakan pegawai Kementerian Keuangan, maka di situ menyiratkan adanya pengembangan.

Nominal transaksi mencurigakan yang diurus dari 33 LHA itu mencapai Rp 25,36 triliun. Rinciannya terdiri dari LHA yang tidak terdapat dalam database KPK sebanyak 2 laporan, dan yang telah masuk ke dalam proses telaah sebanyak 5 laporan. Adapun yang telah memasuki tahap penyelidikan sebanyak 11 laporan, yang masuk ke tahap penyidikan sebanyak 12 laporan, dan dilimpahkan ke Mabes Polri sebanyak 3 laporan. Dengan demikian total laporan yang masuk sebanyak 33 LHA.

Dari 12 LHA yang telah masuk ke tahap penyidikan, ia mengatakan sudah terdapat 16 nama tersangka dan terpidana. Ia pun menjabarkan secara rinci nama-nama orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan terpidana, termasuk jumlah transaksinya yang telah diketahui. Kendati demikian, dia menegaskan bahwa kasus yang menjerat mereka berdasarkan laporan hasil analisis (LHA) PPATK belum tuntas ditelusuri seluruhnya, khususnya terkait tindak pidana pencucian uangnya (TPPU). Maka pengusutannya harus tuntas setelah Satgas TPPU ia bentuk. Komite Koordinasi Nasional Pemberantasan dan Pemberantasan  Pencucian Uang (Komite TPPU) telah dibentuk sejak awal Mei 2023 dan akan mengakhiri mandatnya pada Desember 2023.

Pemberitaan hasil analisis Rp 349 triliun atau kontroversi data LHA terkait Kementerian Keuangan harus segera dihentikan agar opini masyarakat tidak simpang siur. Solusi yang diusulkan adalah agar pejabat dari forum yang sama, yaitu Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dapat duduk bersama untuk menyusun data. Jangan biarkan ego industri antar organisasi menghalangi upaya pengungkapan kasus ini.

Mahfud Md menjelaskan progres terbaru di Jakarta Pusat, Senin (11/9/2023). terdapat kendala ketika mengusut kasus tersebut berupa dokumen hilang, dokumen dipalsukan, kasus pidana tidak diusut, sampai direksi pejabat tingginya. Terkait masalah dokumen hilang setelah dicari ternyata ditemukan pula dokumen yang tidak otentik atau palsu. Lalu, terkait dengan pidana yang tidak diusut dikerenakan kasus tersebut hanya diselesaikan oleh kementrian keuangan pada tingkattan sanksi administratif atau sanksi disiplin.

Dalam kasus ini kita mengetahui bahwa adanya kelalaian besar dalam rekap keuangan dan adanya ketidakjujuran dari para anggota mengenai transaksi yang sampai sekarang masih tercatat menjadi masalah. Seharusnya, kementrian lebih teliti lagi dan harus segera bertindak cepat untuk menyelesaikan masalah ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun