Mohon tunggu...
Chintya Ayu Artametia
Chintya Ayu Artametia Mohon Tunggu... Lainnya - KKN UPI 2021

KKN Tematik Pencegahan dan Penanggulangan Dampak Covid-19 di Bidang Pendidikan Efektivitas Pembelajaran Daring Yang Interaktif Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa di Tengah Pandemi Covid-19 di Sekolah Dasar Negeri Mega Eltra

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apakah Pembelajaran Daring di Sekolah Dasar Efektif?

29 Juli 2021   08:21 Diperbarui: 29 Juli 2021   08:40 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu Wiwi Wihartini ketika diwawancarai terkait pembelajaran daring (Dokpri)

Sistem pembelajaran online adalah sistem pembelajaran yang tidak secara langsung tatap muka antara guru dan siswa, tetapi dilakukan secara online dengan menggunakan internet. Solusinya adalah guru merancang media pembelajaran sebagai inovasi menggunakan media online. Sistem pembelajaran dilakukan melalui perangkat komputer pribadi atau laptop yang terhubung dengan koneksi jaringan internet. Guru dapat belajar bersama dalam waktu bersamaan dengan menggunakan grup di media sosial seperti WhatsApp, Telegram, Instagram, aplikasi Zoom atau media lainnya sebagai lingkungan belajar.

Perpindahan sistem pembelajaran luring menjadi daring berdampak besar terhadap pihak sekolah, wali murid dan peserta didik itu sendiri. Penuturan dari Kepala Sekolah SDN Mega Eltra, Wiwi Wihartini,S.Ag,M.Pd., saat 2 semester awal pembelajaran daring, pemerintah memberikan fasilitas berupa penanyangan program pembelajaran melalui RCTV dimana beliau sendiri pernah memberikan materi Agama sebanyak 3 kali. Setelah seminggu siswa menuliskan materi yang telah ditonton, siswa diminta untuk mengumpulkan tugasnya di sekolah.

Setelah program TV tersebut dihentikan, pihak sekolah dituntut menjadi kreatif dan inovatif dalam pembelajaran daring. Tidak kehabisan akal, pihak sekolah membuat video pembelajaran untuk memfasilitasi proses belajar-mengajar.

"Jadi, kita membuat video pembelajaran. lalu, diupload ke youtube agar bisa ditonton oleh anak-anak", tuturnya.

Meskipun begitu, kendala dalam pelaksanaannya cukup banyak kendala diantaranya kuota dan perangkat yang tidak memadai.  

"Ya, hampir semua orang tua mengeluh.  Yang tidak punya HP, mendadak membeli HP.  Ya, (karena) kuota itu gabisa sekali beli misalkan 2 GB, ikut zoom beberapa kali sudah habis", tuturnya.

Pada awalnya bantuan kuota pemerintah sangat mendukung jalannya pembelajaran daring. Akan tetapi, ada kendala lain yang terjadi seperti pergantian nomor handphone yang mengakibatkan tidak semua peserta didik mendapatkan kuota untuk melaksanakan zoom meeting. Sebagian peserta didik juga menggunakan handphone orang tuanya yang dimana seringkali tidak dapat mengikuti kelas zoom yang disiapkan. Kepala sekolah dan guru tidak kehabisan akal untuk mengatasi masalah ini.

Dari penuturan Ibu Iti selaku guru kelas 2 SDN Mega Eltra, beliau biasanya menggunakan google form and WhatsApp dalam melakukan kegiatan belajar-mengajar. Terkadang beliau mengorbankan waktunya untuk mendatangi rumah peserta didik dalam pemberian materi. Hal ini beliau lakukan karena situasi dan kondisi peserta didik yang tidak memungkinkan untuk mengikuti pembelajaran daring seperti tidak memiliki perangkat yang mendukung maupun kuota. Belum lagi, orang tua siswa yang masih gagap teknologi (gaptek).  

"Ibu biasanya pergi ke rumah- rumah siswa yang sulit menggunakan HP ataupun kuota. Kadang ibu mendapatkan keluhan orang tua seperti mengurangi porsi masakan di rumah demi membelikan kuota anak-anaknya",tuturnya.

Menurut Ibu Iti, pembelajaran daring tidak efektif untuk anak SD dimana peserta didik diharuskan belajar di rumah dengan pendampingan orang tua. Akan tetapi, tidak semua orang tua mampu untuk mendampingi putra-putrinya belajar karena sebagian besar orang tua murid harus bekerja. Adapun keluhan orang tua yang tidak dapat mengajari putra-putrinya.

"Ya, ada juga neng, kita kasih pembelajaran matematika. Tetapi, ketika anak bertanya kepada orang tuanya, orang tuanya tidak dapat menjelaskannya",tuturnya.

Dari penuturan Ibu Eti Rahmawati selaku guru kelas 1 SDN Mega Eltra, beliau juga merasakan pembelajaran daring untuk anak kelas 1 SD dinilai kurang efektif. Apalagi, anak kelas 1 SD diharapkan sudah dapat membaca dan menulis agar dapat mengikuti pembelajaran berikutnya di kelas 2. Meskipun terdapat kendala seperti  yang telah disampaikan oleh Ibu Iti, beliau tidak pantang menyerah. Beliau mengorbankan waktu lebih untuk melakukan panggilan suara maupun video dengan peserta didik satu per satu dalam mengajarkan membaca. Terkadang beliau terpaksa memanggil satu atau dua orang anak yang mengalami kesulitan mengikuti pembelajaran daring ke sekolah untuk diajarkan membaca dan menulis oleh beliau.

Menurut Ibu Wiwi, seharusnya anak dapat terlihat minat bakatnya sejak kelas 1 SD sehingga potensi didalam dirinya dapat dikembangkan. Namun, dikarenakan pembelajaran daring, pihak sekolah pun belum sempat bertemu langsung dengan peserta didik baru.

Untuk media pembelajaran sendiri, pihak sekolah sudah mengenal berbagai media pembelajaran seperti google classroom, google form, edmodo dsb. Akan tetapi, dengan menimbang kondisi peserta didik, guru pun hanya mengandalkan WhatsApp dan google form yang dinilai mudah untuk diakses. Jadi, untuk saat ini, penggunaan media pembelajaran lainnya belum dapat diaplikasikan secara maksimal

Tidak hanya itu saja, adapula dampak yang terjadi  ketika anak belajar di rumah tanpa pengawasan wali murid  yaitu anak seringkali menghabiskan waktu untuk bermain game. Hal ini menunjukkan adanya penurunan minat belajar siswa selama pembelajaran daring.

"Ya, banyak orang tua yang mengeluh seperti itu (anak bermain game). Setelah pembelajaran daring, ada saja siswa yang pergi ke tempat yang ada internet (warnet) untuk bermain game",tuturnya.

Selama pembelajaran daring juga, pihak sekolah mengkhawatirkan pendidikan agama dan karakter peserta didik. Penuturan dari Ibu Wiwi, banyak wali murid yang bekerja sehingga tidak dapat mendampingi peserta didik  dalam pembelajaran daring.

"Yang saya takutkan, anak-anak jadi lupa cara mengaji dan sholat", tuturnya.

Ibu Iti selaku guru kelas 2 SD juga mengkhawatirkan pendidikan karakter peserta didik selama pembelajaran daring. Pasalnya, beliau biasanya mengayomi peserta didik secara langsung.

"Ya, kalau ibu biasanya mengayomi anak, bener-bener menganggap murid sebagai anak ibu sendiri. biarlah anak-anak memanggil ibu, bunda, mamah selagi masih sopan. Selama pembelajaran daring, ibu tidak dapat memberikan kasih sayang secara langsung. mengenal anak pun cukup sulit",tuturnya.

Dibalik semua dampak negatif yang dirasakan, pihak sekolah merasakan dampak positifnya juga seperti dapat belajar menggunakan IT, mengelola data menggunakan internet dan sebagainya.

Tetapi, belum ada solusi yang tepat untuk pembelajaran peserta didik sekolah dasar. Mungkin yang akan datang, akan ada solusi yang terbaik untuk pendidikan di Indonesia selama pandemi. Yang kita harapkan pandemi segera berakhir sehingga pendidikan pun segera dilaksanakan luring.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun