"Ya, ada juga neng, kita kasih pembelajaran matematika. Tetapi, ketika anak bertanya kepada orang tuanya, orang tuanya tidak dapat menjelaskannya",tuturnya.
Dari penuturan Ibu Eti Rahmawati selaku guru kelas 1 SDN Mega Eltra, beliau juga merasakan pembelajaran daring untuk anak kelas 1 SD dinilai kurang efektif. Apalagi, anak kelas 1 SD diharapkan sudah dapat membaca dan menulis agar dapat mengikuti pembelajaran berikutnya di kelas 2. Meskipun terdapat kendala seperti  yang telah disampaikan oleh Ibu Iti, beliau tidak pantang menyerah. Beliau mengorbankan waktu lebih untuk melakukan panggilan suara maupun video dengan peserta didik satu per satu dalam mengajarkan membaca. Terkadang beliau terpaksa memanggil satu atau dua orang anak yang mengalami kesulitan mengikuti pembelajaran daring ke sekolah untuk diajarkan membaca dan menulis oleh beliau.
Menurut Ibu Wiwi, seharusnya anak dapat terlihat minat bakatnya sejak kelas 1 SD sehingga potensi didalam dirinya dapat dikembangkan. Namun, dikarenakan pembelajaran daring, pihak sekolah pun belum sempat bertemu langsung dengan peserta didik baru.
Untuk media pembelajaran sendiri, pihak sekolah sudah mengenal berbagai media pembelajaran seperti google classroom, google form, edmodo dsb. Akan tetapi, dengan menimbang kondisi peserta didik, guru pun hanya mengandalkan WhatsApp dan google form yang dinilai mudah untuk diakses. Jadi, untuk saat ini, penggunaan media pembelajaran lainnya belum dapat diaplikasikan secara maksimal
Tidak hanya itu saja, adapula dampak yang terjadi  ketika anak belajar di rumah tanpa pengawasan wali murid  yaitu anak seringkali menghabiskan waktu untuk bermain game. Hal ini menunjukkan adanya penurunan minat belajar siswa selama pembelajaran daring.
"Ya, banyak orang tua yang mengeluh seperti itu (anak bermain game). Setelah pembelajaran daring, ada saja siswa yang pergi ke tempat yang ada internet (warnet) untuk bermain game",tuturnya.
Selama pembelajaran daring juga, pihak sekolah mengkhawatirkan pendidikan agama dan karakter peserta didik. Penuturan dari Ibu Wiwi, banyak wali murid yang bekerja sehingga tidak dapat mendampingi peserta didik  dalam pembelajaran daring.
"Yang saya takutkan, anak-anak jadi lupa cara mengaji dan sholat", tuturnya.
Ibu Iti selaku guru kelas 2 SD juga mengkhawatirkan pendidikan karakter peserta didik selama pembelajaran daring. Pasalnya, beliau biasanya mengayomi peserta didik secara langsung.
"Ya, kalau ibu biasanya mengayomi anak, bener-bener menganggap murid sebagai anak ibu sendiri. biarlah anak-anak memanggil ibu, bunda, mamah selagi masih sopan. Selama pembelajaran daring, ibu tidak dapat memberikan kasih sayang secara langsung. mengenal anak pun cukup sulit",tuturnya.
Dibalik semua dampak negatif yang dirasakan, pihak sekolah merasakan dampak positifnya juga seperti dapat belajar menggunakan IT, mengelola data menggunakan internet dan sebagainya.