Karena mereka tak sanggup membayar uang tuntutan, maka Amang memiliki lima permintaan yang harus dilakukan oleh anak-anaknya dalam kurun waktu tiga bulan. Permintaan itu adalah; 1) sarapan pagi bersama, 2) menelepon dan menanyakan kabar Amang secara rutin setiap hari kerja, 3) khusus untuk Tarida, kencan buta dengan delapan pria - empat pria pilihan Amang dan empat lainnya boleh pilihan Tarida sendiri, 4) Maruli dan Debora tinggal bersama di rumah Amang, dan 5) Dame rutin memberikan uang sebesar 6 juta setiap bulan pada Amang. Walau alot, akhirnya permintaan itu disepakati oleh ketiganya.
Perlahan kelima permintaan tersebut dijalani oleh ketiga anak Amang. Tarida, si anak pertama akhirnya menemukan tambatan hatinya, yaitu Parulian, teman main catur dan juga pengacara Amang. Mereka menikah dan hidup bahagia. Debora, istri Maruli menjadi kerasan dan merasa memiliki keluarga setelah tinggal di rumah Amang. Ia juga jadi banyak belajar tentang adat istiadat Batak dan khususnya tentang tutur sapa hierarkis dalam budaya Batak. Terakhir, si bungsu Dame, ia menjadi sosok pekerja keras yang pantang menyerah karena terbiasa untuk mencari uang secara mandiri. Ia juga akan segera menikah dengan Arta, gadis dari Toba sana yang tulus mencintainya.
Tiga bulan yang penuh makna itu hampir usai. Amang lega karena kini tugasnya sebagai orang tua hampir tuntas. Ia tak khawatir lagi perihal generasi penerusnya akan jadi seperti apa. Namun, kini kondisi kesehatan Amang tak sebaik dulu. Belakangan ia sering terjatuh tanpa sebab. Hal itu membuat anak-anaknya cemas. Rupanya, selama ini Amang menyembunyikan penyakitnya dari ketiga anaknya. Penyakit kanker usus itu kini sudah semakin parah dan waktu Amang untuk bersama keluarganya tidaklah lama lagi.
Betapa hancur hati Maruli mendengar penyakit ayahnya. Sebagai dokter spesialis penyakit dalam, ia tidak berbuat apa-apa untuk itu. Â Amang juga menolak niat Maruli untuk mencoba mengobatinya. Ia tidak ingin menyusahkan anak-anaknya untuk itu. Asal anak-anaknya telah bahagia dan memegang nilai-nilai luhur yang seharusnya, itu sudah cukup baginya.
Bersama segala memori akan tiga bulan yang memberi makna untuk selamanya itu, kini Amang sudah dapat beristirahat dengan tenang di Surga sana.Â
Keseluruhan cerita tersebut dikemas sangat apik oleh teater Legiun. Lakon yang naskahnya digarap oleh Ibas Aragi yang juga sebagai Sutradara ini, membuat penontonnya larut dalam emosi-emosi dalam cerita. Humor yang terselip, konflik yang diangkat, pesan moral yang tersirat dan tersurat, kekuatan karakter tokoh, alunan musik Batak, efek cahaya, dan tentunya tarian-tarian pendukung, semuanya dikolaborasikan dengan sangat baik. Saya berharap Teater Legiun bisa konsisten berkarya dan menampilkan lakon-lakon yang lebih seru lagi, sehingga dapat terus menebarkan berkat ke sesama!Â
Mauliate! Ditunggu pementasan berikutnya.
Horas!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H