Mohon tunggu...
Cintra Afridiyana
Cintra Afridiyana Mohon Tunggu... Penerjemah - Juru Bahasa Isyarat

Cintra Afridiyana adalah seorang juru bahasa isyarat yang berdomisili di Jakarta. Aktif bersama teman-teman komunitas Tuli sejak tahun 2016. Saat ini berada di naungan Pusat Layanan Juru Bahasa Isyarat Indonesia. Tertarik dengan isu sosial, politik, kesetaraan gender, kesehatan, dan pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kilas Balik: HORAS AMANG, Tiga Bulan yang Memberi Makna

1 September 2016   00:57 Diperbarui: 1 September 2016   01:17 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tarian pembuka cerita (dokumen pribadi)

Kekecewaan Amang tak sampai di situ. Maruli, si dokter spesialis penyakit dalam kebanggaan Amang tiba-tiba meminta izin untuk menikahi seorang perempuan. Perempuan itu tak lain adalah Debora, anak Pak William-atasan Maruli. Setelah kedua pihak mempelai bertemu, nampaknya ada yang tak bisa disepakati oleh Amang selaku ayah dari mempelai laki-laki. Pak William memberikan 'uang kesepakatan' yang jumlahnya fantastis kepada Amang. Dengan adanya uang itu, Pak William ingin di pesta pernikahan Maruli dan Debora nanti tidak dihadiri oleh sanak saudara pihak mempelai laki-laki. Itu artinya segenap warga kampung Toba tidak diperkenankan hadir.

'Uang kesepakatan' tersebut bagaikan penghinaan bagi keluarga Amang. Walaupun hidupnya miskin bukan berarti ia bisa 'dibeli' dengan uang. Ia marah besar karena harga dirinya sebagai orang Batak telah diinjak-injak. Ia pun mengembalikan uang tersebut di depan muka Pak William. Namun demikian pesta pernikahan Maruli tetap dilaksanakan tanpa kehadiran sanak saudara Kampung Toba. Di tengah kemeriahan pesta pernikahan itu hati Amang sangat kecewa.

Tak cukup Tarida dan Maruli yang melukai hati Amang. Dame, si bungsu, dikejar-kejar preman penagih utang. Ia kebingungan bagaimana caranya membayar utang hasil kalah judinya itu. Utang Dame berjumlah 10 juta dan tentu saja ia tak memiliki uang sebanyak itu. Beruntunglah Dame bertemu dengan Arta. Gadis dari sebuah desa di dekat Danau Toba sana yang merantau ke kota hanya untuk mengejar cintanya. Arta memiliki keyakinan bahwa Dame, cinta masa kecilnya, akan menjadi jodohnya. Hal itu berawal dari sebuah janji yang mereka ucapakan tatkala 18 tahun yang lalu Dame ditolong oleh Arta setelah hampir tenggelam di Danau Toba. Sebuah janji untuk bertemu kembali suatu saat.

Dalam keadaan yang terhimpit itu, akhirnya Dame ditolong oleh Arta. Uang 5 juta bekal dari kampung diberikan seluruhnya untuk membayar separuh dari utang Dame. Arta yang luntang-lantung di kota akhirnya menumpang tinggal di rumah Amang. Awalnya kehadiran Arta ditolak habis-habisan oleh Tarida, tetapi karena sikap Arta yang tulus akhirnya Amang memperbolehkan Arta tinggal di rumahnya. Rumah itu semakin ramai dan hangat dengan kehadiran Arta. 

Keadaan keluarga amang yang serba sederhana itu membuat Maruli dan Debora memiliki sebuah ide, yaitu menjual seluruh tanah di kawasan kampung Toba dan mendirikan rumah kontrakan dengan konsep yang lebih modern. Ide itu diutarakan kepada saudaranya, Tarida dan Dame. Awalnya Tarida dan Dame kaget bukan kepalang mendengar ide tersebut. Namun setelah mendengar bahwa uang hasil penjualan tanah itu akan dibagi tiga sama rata, mereka pun setuju.

Maka, majulah mereka bertiga beserta Debora menghadap Amang untuk mengutarakan niatnya tersebut. Sudah tentu Amang marah besar mendengar niatan itu. Keadaan itu membuat hubungan Amang dan ketiga anaknya kian memburuk. Namboru dan Nauli juga diseret-seret oleh ketiga anak Amang dalam permasalahan ini. Kehadiran mereka dinilai anak-anak Amang, hanya sebagai pengganggu di rumah itu.

Tak bisa diam dengan ulah ketiganya, Amang, didampingi Parulian sebagai pengacara yang ia percaya akhirnya menuntut anak-anaknya. Surat tuntutan yang datang ke ketiga anaknya itu dibaca dengan mata terbelalak. Tarida, Maruli, dan Dame terkejut melihat besarnya nominal uang yang harus mereka bayar dalam surat tuntutan tersebut. Tak terima dengan itu, mereka akhirnya datang menemui ayahnya. Dengan segala bujuk rayu ketiganya memohon agar Amang mencabut tuntutannya.

Mereka bertiga merasa tidak sanggup membayar sejumlah uang kepada Amang sesuai dengan yang tertera pada surat tuntutan itu. Mereka merasa bahwa Amang otoriter dan tidak adil meminta sejumlah uang kepada anaknya sendiri. Saat itu pula pengacara Amang, Parulian bertindak. Parulian berusaha membukakan mata anak-anak Amang, bahwa jumlah uang yang tertera itu belum ada apa-apanya dibandingkan kerja keras dan jerih payah Amang membesarkan Tarida, Maruli, dan Dame untuk sekolah dan menjadi seperti sekarang. Belum ada apa-apanya dibandingkan pengorbanan Amang untuk menyekolahkan Maruli sampai menjadi dokter spesialis, membelikan segala kebutuhan pokok dan remeh temeh yang dibutuhkan Tarida serta Dame.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun