Adanya kebijakan baru menjadikan sistem pemilihan menjadi berbeda karena ditemui adanya penyelewengan. Menurut hasil penelitian beberapa lembaga, politik uang kemungkinan efektif hingga 15%. Namun, politik uang yang terjadi di hari tenang tidak dibenarkan karena termasuk dalam upaya kampanye politik yang bertentangan dengan asas pemilu yaitu LUBER JURDIL.
'Ibarat Perang Baratayuda, pemilu tak ubahnya Kurukshetra yang menjadi medan pertarungan sesama saudara satu partai dengan uang sebagai senjata pamungkasnya' (Muhtadi, 2020). Dari kutipan tersebut kita tahu bahwa uang adalah segalanya yang bahkan dapat membeli apapun dan siapapun. Serangan fajar dan pemilu dapat terjadi karena beberapa faktor seperti rendahnya pendidikan, faktor kurangnya pengawasan, dan faktor kondisi lingkungan desa.Â
Dalam pelaksanaannya, praktik politik uang dilakukan oleh tim sukses yang menyebarkan barang atau uang kepada warga desa. Kebanyakan warga mendapatkan sembako, namun ada juga yang mendapatkan barang seperti uang tunai, kaos partai, hijab, atau peralatan dapur.Â
Rata-rata sekitar 60% pemilih ketika diberi salah satu bentuk politik uang dari kandidat beserta perangkat turunannya mengaku akan menerima dengan alasan rejeki tidak boleh ditolak. Jika kondisi ini berlanjut, maka serangan fajar dan politik uang akan terus menjadi momok dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) yang akan dilaksanakan tahun 2024.Â
Seharusnya pilkada tidak dijadikan beban dari pelaksanaannya, namun bagaimana penyelenggaraan kepentingan politik dapat secara amanah menjalankan tugasnya. Serangan fajar dan politik uang dapat berdampak untuk mengubah persepsi masyarakat yang pada awalnya menginginkan adanya penyelenggaraan pemilihan yang demokratis menjadi hal yang berbanding terbalik. Â
Jika hal ini dilakukan secara terus-menerus, maka tindakan politik uang dan serangan fajar menjadi hal yang maklum terjadi dan pilkada tahun 2024 akan tetap sama seperti tahun sebelumnya yang marak dengan kasus tersebut.
KOMPILASI: Solusi untuk Menegakkan Demokrasi
Sebagai remaja yang merupakan generasi penerus bangsa, sudah seharusnya kita memberikan kontribusi dalam perkembangan negara. Demokrasi butuh wajah-wajah baru yang mampu mendongkrak kejayaan bangsa melalui penerapan kebijakan yang selaras dengan tujuan dalam Pembukaan UUD 1945.Â
Jika kita lihat di lapangan, saat ini kualitas generasi muda masih banyak disepelekan dan bahkan ada yang dikambinghitamkan dengan menyebutnya sebagai "generasi yang rapuh dan mudah menyerah". Namun hal itu tak mengubah fakta bahwa masih banyak kompetensi yang dimiliki karena generasi muda bergerak secara dinamis dan berpikir kritis.Â
Harapannya, dengan adanya pengkayaan serta bimbingan dari generasi muda, maka kelak Indonesia akan menjadi negara yang berkembang pesat dengan mengalami banyak perubahan yang dapat memajukan bangsa Indonesia, salah satunya dengan adanya pilkada yang transparan dan bebas dari adanya serangan fajar dan politik uang.
Adanya serangkaian inovasi dapat mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia. Generasi muda dapat mengibarkan sayap dan bekerja sama dengan aparatur daerah untuk membentuk suatu komunitas guna meminimalisir serangan fajar dan politik uang. KOMPILASI (Komunitas Pemilu Bersih) merupakan wajah baru yang dimungkinkan memiliki tugas yang diantaranya untuk