Mohon tunggu...
Christiyanto Indrasmoro
Christiyanto Indrasmoro Mohon Tunggu... Wiraswasta - Producer and Songwriter

Hobi menyanyi dan bikin lagu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Seorang Perawat

21 September 2024   21:53 Diperbarui: 21 September 2024   22:06 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sebuah rumah sakit besar yang terletak di sudut kota Yogyakarta, seorang perawat muda bernama Dinda mengawali hari dengan semangat yang tak pernah padam. Sudah enam bulan ia bertugas di bangsal khusus anak-anak penderita kanker, tempat di mana harapan dan perjuangan berpadu dalam suasana yang begitu kontras. Ruangan-ruangan kecil dipenuhi ranjang, mainan, boneka, dan selimut warna-warni yang sedikit banyak membantu menghidupkan keceriaan di tengah bayangan penyakit yang melemahkan.

Hari ini, Dinda melangkah ke bangsal dengan senyum di wajahnya, seperti yang biasa ia lakukan. Di balik senyum itu, ia menyimpan segala cerita suka dan duka, yang tak selalu mudah untuk diungkapkan. Setiap pagi, ia meyakinkan dirinya untuk selalu membawa energi positif bagi anak-anak yang dirawat di sana. Karena ia tahu, senyum kecil yang ia berikan mungkin saja bisa menjadi pengobatan yang paling dibutuhkan pasien-pasien kecil ini.

Bangsal anak memang tidak mudah untuk sebagian besar orang, terutama mereka yang baru saja memasuki dunia perawatan medis. Bagi Dinda, yang baru lulus dari pendidikan keperawatan beberapa bulan lalu, bangsal ini menjadi ladang pembelajaran yang sangat berarti. Dinda selalu merasa terpanggil untuk bekerja di sini, khususnya untuk anak-anak yang membutuhkan cinta dan dukungan lebih dari sekadar obat-obatan.

Di salah satu kamar yang ia lewati, ada Kevin, bocah lelaki delapan tahun yang menjadi pasien favoritnya. Kevin adalah salah satu pasien yang sudah lama dirawat di sini, seorang anak yang ceria meski tubuhnya mulai lemah akibat kemoterapi yang dijalani. Ia berjuang melawan leukemia sejak usianya baru enam tahun, dan setiap kali Dinda melihatnya, ia merasa ada kekuatan luar biasa dalam diri anak itu. Kekuatan yang terus memacu Dinda untuk memberikan yang terbaik.

Ketika Dinda memasuki kamar Kevin pagi itu, ia langsung disambut dengan senyum lebar Kevin yang, meski terlihat lelah, tetap memancarkan keceriaan khas anak kecil. Di tangan Kevin, ada bola kecil berwarna merah, hadiah dari salah satu relawan yang berkunjung beberapa minggu lalu.

"Kak Dinda!" seru Kevin dengan suara riang, meskipun terdengar agak pelan. "Aku mimpi tadi malam. Aku main bola lagi di lapangan."

Dinda tersenyum, mendekat ke ranjang Kevin dan duduk di sebelahnya. "Wah, pasti seru banget mimpinya. Suatu hari nanti, Kevin pasti bisa main bola lagi. Kakak yakin itu," jawab Dinda sambil membelai lembut kepala Kevin yang rambutnya mulai tumbuh kembali setelah kemo beberapa kali membuatnya rontok.

Dinda selalu berusaha menunjukkan harapan kepada Kevin, meskipun di dalam hatinya ia tahu bahwa perjalanan Kevin masih panjang dan penuh tantangan. Kanker bukanlah lawan yang mudah. Terkadang, Dinda merasa tak berdaya melihat anak-anak seperti Kevin yang harus menjalani masa kecil mereka di ranjang rumah sakit, dengan infus di lengan dan obat-obatan yang membuat mereka merasa lemah.

Namun, Dinda percaya bahwa perannya sebagai perawat tidak hanya sebatas memberikan perawatan medis. Ia hadir untuk memberikan kenyamanan, dukungan emosional, dan menjadi teman bagi anak-anak yang sedang berjuang melawan penyakit mereka. Seperti Kevin, ada banyak anak lainnya di bangsal itu yang telah menjadi bagian dari kehidupannya sehari-hari.

Salah satu yang paling menyentuh hati Dinda adalah kisah Rani, seorang gadis kecil berusia lima tahun yang juga menderita kanker. Rani adalah anak yang pendiam, berbeda dengan Kevin yang selalu ceria. Setiap kali Dinda memasuki kamarnya, Rani hanya tersenyum kecil sambil memeluk boneka beruang kesayangannya. Dinda tahu, di balik senyum malu-malu itu, Rani menyimpan ketakutan dan kesedihan yang mendalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun