Mohon tunggu...
Sadzikri
Sadzikri Mohon Tunggu... Pelajar -

Pelajar SMA | Sejarah adalah pelajaran favorit saya | Menyukai politik karena politik itu seni realis terbaik | Juga seorang penggemar budaya pop Jepang

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pembakaran Bendera dan Aksi Massa Skala Nasional

24 Oktober 2018   21:16 Diperbarui: 24 Oktober 2018   21:36 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bendera bertuliskan kalimat Tauhid (sumber: merdeka.com)

Insiden pembakaran bendera bertuliskan kalimat Tauhid oleh oknum suatu ormas ketika Hari Santri cukup menggemparkan kita. Setelah sebelumnya kita terkejut oleh penangkapan kepala daerah yang berkaitan dengan suatu megaproyek, kita kembali dikejutkan oleh video dimana terjadi pembakaran bendera yang dianggap sebagai Bendera Hizbut Tahrir Indonesia, organisasi yang telah dinyatakan terlarang di Indonesia.

Mungkin hanya penyesalan dan pengutukan yang dapat kita ungkapan. Hal tersebut dikarenakan insiden ini menciptakan suatu kegaduhan di kalangan masyarakat, apalagi di masa-masa yang rentan ketidakstabilan menjelang pemilihan umum dan pemilihan presiden.

Namun, suatu pikiran tiba-tiba muncul di kepala saya: apakah insiden pembakaran bendera ini dapat menyebabkan munculnya aksi massa "bela agama" yang memiliki dampak nasional seperti pada dua tahun lalu di Jakarta ketika Gubernur Ahok dianggap menistakan ayat-ayat Alquran?

Mungkin sudah ada aksi massa di berbagai daerah, namun apakah aksi tersebut memiliki efek yang signifikan sehingga mampu mengguncang perpolitikan Indonesia dalam sekejap saja?

Apalagi saya menemukan dua kesamaan dalam kejadian tersebut, yaitu objek yang disinggung (Alquran dan Tauhid) sama-sama dianggap memiliki kesakralan yang amat tinggi bagi Umat Islam serta menjelang pemilihan pemimpin.

Aksi Bela Islam

Masih segar di ingatan kita bagaimana reaksi dari segolongan Umat Islam dari hampir seluruh pelosok Indonesia ketika turun ke jalan dalam Aksi Bela Islam 411, 212, dan aksi-aksi lainnya dalam rangka protes terhadap ucapan Gubernur Ahok di Kepulauan Seribu yang dianggap menistakan Alquran yaitu, "Jangan mau dibohongi pakai Al Maidah : 51".

Secara kebetulan, Aksi Bela Islam 411, 212, dan lainnya berlangsung menjelang Pilkada DKI Jakara 2017. Sehingga, aksi tersebut berlanjut menjadi ajang kampanye secara tidak langsung. Meskipun aksi ini diklaim sebagai aksi membela agama secara murni, perlu diakui bahwa aksi tersebut memiliki efek yang signifikan pada Pilkada DKI Jakarta 2017 bahkan hingga perpolitikan nasional.

Hasilnya, pasangan Ahok-Djarot berhasil dikalahkan pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Ahok juga divonis penjara selama dua tahun karena kasus penistaan agama tersebut. Bahkan, "Alumni 212" mendapatkan tempat di kancah perpolitikan nasional sehingga persaingan di perpolitikan nasional dapat dikatakan semakin sengit.

Akankah terjadi lagi?

Insiden pembakaran bendera bertuliskan kalimat Tahuid kali ini menyinggung objek yang juga dianggap sakral bagi Umat Islam. Mengapa? Karena kalimat Tauhid berisi inti utama dari ajaran Islam, yaitu pengakuan keesaan Allah pada kalimat "Tidak Ada Tuhan Selain Allah" dan pengakuan kerasulan Nabi Muhammad SAW pada kalimat "Muhammad itu Utusan Allah". Tentunya merupakan suatu kehinaan yang sangat besar jika ada yang menistakannya atau melecehkannya.

Insiden ini juga terjadi menjelang Pemilihan Umum 2019 dan Pemilihan Presiden 2019. Partai-partai politik sudah mulai bergerak untuk mencari dukungan terhadap calon legislatif maupun calon presien yang mereka usung. Tidak heran jika kejadian atau insiden tertentu dapat dijadikan sarana kampanye atau propaganda partai politik secara tidak langsung melalui aksi massa.

Namun, insiden kali ini menimbulkan multi tafsir mengenai makna bendera tersebut: apakah bendera itu adalah bendera bertuliskan kalimat Tauhid semata atau bendera tersebut merupakan Bendera Hizbut Tahrir Indonesia, yang merupakan organisasi terlarang di Indonesia, yang kebetulan menggunakan kalimat Tauhid di benderanya? Perkembangan politik dan opini publik pasca-Aksi Bela Islam 2016 juga memengaruhi hal ini.

Lagi pula, dalam Islam (terutama mazhab Syafii yang umum di Indonesia) diajarkan bahwa untuk menjaga kesucian suatu mushaf (lembaran) Alquran maka lebih baik agar mushaf tersebut dibakar hingga jadi abu daripada dibuang atau disobek sehingga dianggap menghinakan tulisan Alquran. Alasan inilah yang digunakan oknum dari ormas tersebut untuk membakar benderanya daripada dibuang ke air comberan sehingga bisa sangat menghinakan kalimat tauhid di dalamnya.

Berbagai argumen di atas mungkin dapat dijadikan prediksi bagi kita semua mengenai apakah akan ada Aksi Bela Islam gelombang kedua yang berskala nasional atau tidak. Meskipun akan ada aksi ataupun tidak, penulis berharap bahwa kita harus tetap menjaga toleransi antar umat beragama, membina persatuan dan kesatuan, serta menghindari dan mencegah munculnya hasutan-hasutan berbau SARA dan perpecahan terutama menjelang masa-masa mendekati pemilihan umum dan presiden.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun