Mohon tunggu...
Chilyatuzzahro Naylannouri
Chilyatuzzahro Naylannouri Mohon Tunggu... Mahasiswa - belajar untuk menjadi manusia lebih baik

Mahasiswi STAI Sadra Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dekandensi Moral di Kalangan Remaja yang Tak Pernah Padam

7 Juni 2021   14:06 Diperbarui: 7 Juni 2021   14:39 935
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DEKADENSI MORAL DI KALANGAN REMAJA YANG TAK KUNJUNG PADAM

Dewasa kini, problematika yang dialami bangsa Indonesia bukan hanya menyangkut korupsi para pejabat, namun kelakuan para remaja yang kian hari kian menyedihkan. 

Remaja yang di anggap sebagai warisan yang memiliki peran penuh dalam kemajuan bangsa, nyatanya mengalami kerusakan yang tidak ringan, namun cukup besar dan mempengaruhi kehidupan masyarakat. Kelakuan dan kekonyolan remaja semakin menyeruak dan menimbulkan ketidaknyamanan dalam kehidupan sosial. 

Para remaja yang diharapkan mampu mengharumkan negeri, nyatanya kebanyakan dari mereka malah terkena kasus-kasus yang justru menciptakan sebuah cerita kelam untuk negeri ini. Bukan hanya satu atau dua permasalahan yang timbul, namun banyak sekali problematika yang harus dihadapi lantaran merosotnya moral para remaja. 

Narkoba, pergaulan bebas, tawuran, balapan liar, bahkan pencurian dan perampokan kini menyorot para remaja, yang mana mereka sebagai pelakunya. Lantas, mengapa para remaja melakukan tindakan demikian? 

Padahal, pada nyatanya pula, banyak sekali remaja yang mampu meraih prestasi di masa muda, dan banyak remaja yang mampu mengharumkan ibu pertiwi dalam tingkat internasional, namun lagi-lagi tercoreng dengan kasus yang dilakukan pemuda yang tidak bertanggung jawab. 

Apa yang salah dari kualitas remaja milenial? Bukankah dengan kemajuan teknologi harusnya dapat membawa mereka pada kemajuan? Namun mengapa malah sebaliknya?

Dalam kehidupan realita, tidak bisa kita menyimpulkan dengan melihat satu titik saja, namun ada banyak aspek yang menjadi faktor tambahan yang justru memberi peran dalam sebuah masalah. 

Misalnya, anak punk, yang pada nyatanya dianggap meresahkan, karena mereka yang bebas dan tidak beraturan, namun kebanyakan orang hanya menyalahkan mereka tanpa memikirkan penyebab dari kerusakan moral mereka, masyarakat sering kali tidak menyadari bahwa ada satu titik utama yang menjadi penyebab kerusakan mereka, siapakah itu? 

Orang tua, hasil dari wawancara saya terhadap salah satu mantan anak punk yang berinisial ZA, mengungkapkan bahwa alasan utama dia mengikuti kumpulan punk dikarenakan rasa kesepian dan kurangnya kasih sayang dari kedua orang tua, ditambah lagi kedua orang tuanya bercerai, dan ibunya bekerja dari pagi hingga sore. 

Dari situlah muncul rasa kesepian dan keinginan mencari sumber kasih sayang lain, yakni dengan bermain bersama teman-temannya yang ternyata adalah anak punk, dari situlah, awal mula dia menjadi anak punk. 

Dari permasalahan itu saya dapat menarik sedikit kesimpulan bahwa itu semua bukan semata-mata kesalahan sang anak, namun ada peran orang tua dan faktor lain yang menjadi faktor pendukung. 

Namun tidak dapat dipungkiri, jika para remaja melakukan hal yang buruk tetap berawal dari kesalahan diri sendiri, mengapa demikian? Karena setiap individu memiliki ideologi dan prinsip, kedua unsur tersebut muncul sendiri dari pikiran mereka, yang mana setelah itu mereka akan mendapatkan sebuah pilihan, untuk menjadi remaja yang baik atau malah menjadi remaja yang meresahkan.

Dalam sebuah kesempatan saya berbincang-bincang dengan rekan saya yang berinisial AF, dia mengatakan bahwa pada realita yang ada, lingkungan pedesaan juga tidak kalah parahnya di banding kehidupan di kota, sama persis dengan realita yang telah saya saksikan mengenai kehidupan remaja di desa. 

Banyak pemikiran yang berasumsi bahwa pemuda desa lebih kalem dan taat, namun bisa saya katakan itu hanya 35% saja. Banyak sekali remaja desa yang bertingkah laku keliru seperti mabuk-mabukan dan balapan liar. Narkoba sedikit lebih sulit untuk menerobos pedesaan, lantaran aksesnya yang lebih rumit, namun tetap saja, masyarakat resah dengan kelakuan remaja. Jika diberi kisaran, sekitar 3-4 kali dalam satu bulan

Beberapa remaja akan berpatungan untuk membeli 1 botol minuman keras, dan hampir setiap malam minggu mereka mencari hiburan dengan melakukan aksi balap liar. Kembali lagi, bahwa kita tidak bisa menyalahkan remaja, dan itu juga tidak lepas dari faktor lain seperti orang tua yang terlalu acuh dan memberi remaja kebebasan yang pada nyatanya di jadikan sebagai peluang mereka untuk bertindak yang tidak wajar.

Remaja yang sudah berada pada titik dekadensi moral akan cenderung memiliki emosi tinggi dan tidak terkontrol, bahkan meluapkan segala sesuatu dengan kekerasan sehingga tawuran antar remaja tidak bisa dielakkan. Dari pemaparan ini saya bisa memberi pandangan bahwa pada nyatanya kenakalan remaja dapat berhubungan antara satu kasus dengan kasus lainnya. Karena kemerosotan moral yang di alami remaja ternyata malah membawa petaka. 

Sebagai remaja yang memiliki kesadaran penuh, haruskah kita berpangku tangan dan melihat rekan seperjuangan kita yang hanya menghamburkan waktu dengan kesia-siaan? Tidak, meskipun kita bukanlah remaja terbaik, namun dengan kesadaran yang kita miliki, kita mampu membantu mereka sedikit demi sedikit dengan kepedulian kita. manusia itu kompleks, dalam sebuah ungkapan dari Ibnu Sina, menyebutkan bahwa " manusia itu bukan tetesan dalam samudra, namun manusia adalah samudra dalam bentuk tetesan" dari ungkapan tersebut sedikit kita bisa memetik sebuah kesimpulan bahwa, membantu seorang rekan untuk berubah, adalah sesuatu yang sangat mulia, karena kompleksnya hakikat manusia. Sekia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun