Mohon tunggu...
Hilal Ardiansyah Putra
Hilal Ardiansyah Putra Mohon Tunggu... -

Pengiat Literasi Kutub Hijau

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Shagatir: Penghuni Surga yang Tak Perna Shalat

20 Maret 2019   16:56 Diperbarui: 20 Maret 2019   17:10 3317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Uskup Agung Kekaisaran Romawi

Shagatir

"Wahai penduduk Romawi.... ketahuilah, telah datang kepada kami surat dari Ahmad yang mengajak kita (menyembah hanya) kepada Allah  dan ketahuilah bahwa aku bersaki tidak ada Tuhan selain Allah dan Ahmad adalah hambah dan pesuruh-Nya."

(Uskup Shagatir)

Patriot muslim yang agung ini tidak seperti saya dan anda. Ia tidak dilahirkan dari keluarga muslim dan sekalipun ia belum perna menempelkan dahinya untuk sujud. Bahkan lembar sejarah keislamannya tidaklah seberapa lama. Hanya beberapa saat di sisa hidupnya. Meski demikian, ia adalah sosok yang namanya harum berada di sela-sela tokoh-tokoh besar umat yang ditulis dengan tinta air mata. Sungguh, kita sekarang sedang membicarakan sosok lelaki pemberani,  pemilik hati yang bersih lagi mulia, pemilik akal yang cerdas dan cakap, dialah Uskup Shagatir.

Shagatir adalah sosok tua renta. Ia belum perna mencicipi Puasa Ramadhan, Qiyamullail dan melihat Ka'bah sepanjang tarikan nafasnya di dunia. Akan tetapi ia telah mempersembahkan untuk Allah  sesuatu yang lebih berharga dari semua ibadah tersebut. Apa itu? Jiwanya. Ya, ia telah menyerahkan sepenuhnya jiwa dan raga untuk Allah.

Patriot kita yang satu ini dengan jujur dan sadar telah mengeluarkan sebuah perkataan yang berani tanpa ketakutan apapun selain ketakutan kepada Allah. Dan cukuplah ucapannya yang berani itu mengekalkan dirinya dalam barisan para syuhada sebelum namanya kita kekalkan dalam dalam tulisan ini. Ya.... Sebuah ucapan... Berapa banyak ucapan yang bisa mengangkat ke derajat yang mulia. Dan berapa banyak pula ucapan yang mampu melemparkan pengucapnya dari ketinggian menuju tempat yang hina-dina. 

Inilah dia sang patriot yang meskipun tidak memperoleh kemenangan dalam pertempuran fisik melainkan ia telah menang dalam pertempuran yang lebih sengit lagi. Suatu pertempuran yang semua umat manusia ikut hanyut bertempur di dalamnya. Namun tidak banyak orang yang bisa menang dan selamat. Itulah pertempuran melawan hawa nafsu.

Pertanyaan yang terlontar bukanlah siapa dari kita yang tidak perna bergulat dengan hawa nafsunya yang buruk? Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah siapakah dari kita yang berhasil menang? Peperangan manusia dengan hawa nafsunya adalah peperangan yang ajali. Telah berlangsung begitu lama. Ia akan terus begulis hingga detik-detik akhir ruh berpisah dari jasad. Pergulatan ini akan semakin dahsyat manakalah fitnah yang datang semakin banyak.

Bagi Saghatir, ia tidak hanya dirundung fitnah dan ujian yang bertubi, akan tetapi posisinya yang tinggi sebagai pucuk keagamaan Masyarakat Romawi, inilah musuhnya terbesarnya. Agar anda mengetahui seberapa pengorbanan yang telah dipersembahkan oleh Saghatir di jalan Allah, maka yang pertama harus anda lakukan adalah, bertanyalah kepada diri anda dengan pertanyaan kecil, "Apakah anda siap untuk meninggalkan perkerjaan dan aktivitas anda jika ternyata dalam pekerjaan tersebut mengandung kemurkaan Allah, baik secara langsung maupun tidak?" Saya persilahkan masing-masing dari anda untuk memberikan jawaban dengan sejujur-jujurnya. Adapun patriot kita yang satu ini, maka ia tidak memerlukan banyak waktu untuk untuk melepaskan jabatannya sebagai pemimpin keagamaan di Romawi. Bahkan ia juga tidak banyak membutuhkan waktu yang lama untuk mempersembahkan jiwanya kepada Allah.

Sekarang marilah kita meniti jalan kehidupan patriot kita yang agung ini, melalui sebuah hadist yang menakjubkan, yang diriwayatkan oleh Abu Sufyan  yang sampai ke kita melalui Imam al-Bukhari. Namun sebelum itu, ada baiknya bagi kita untuk mengetahui sekelumit tentang latar belakang kisah ini.

Kisah ini bermula ketika Nabi berhasil meneken kontrak dalam perjanjian Hudaibiyah dengan Quraisy Makkah. Salah satu yang menjadi point kesepakatan adalah gencatan senjata selama sepuluh tahun. Selama masa gencatan ini, Rasulallah memulai fase baru yang cukup penting dalam sejarah dakwah. Fase ini adalah fase tabligh. Yaitu menyiarkan Islam ke segenap penjuru Jazirah Arab.

Tidaklah Rasulallah meneken perjanjian damai tersebut kecuali dibalik perjanjian tersebut terdapat kemaslahatan yang besar bagi dakwah Islam. Dalam keadaan demikian, Rasulallah mengirimkan para sahabatnya sebagai duta Islam untuk berbagai negeri dan kekuasaan. Dari sekian banyak duta Islam tersebut adalah seorang sahabat mulia, yang dari wajahnya memancar cahaya, bahkan seringkali Jibril datang dengan rupanya. Dialah Dihyah bin Khalifah al-Kalbi. Dihyah datang ke kekuasaan terbesar di zamannya sebagai duta membawa risalah keimanan untuk disampaikan kepada pemimpin tertingginya, Hiraklius.

Hiraklius merupakan kisar dan Imperium Romawi bagian timur, atau kadang disebut juga dengan Binzantium. Imperium Romawi pada masanya adalah kekuasaan yang cukup besar. Saking besarnya, dunia dibelahnya menjadi dua. Sebagian dikuasai oleh Kisra Persia. Dan sebagian keduanya dikuasai oleh Kaisar Romawi. Heraklius sendiri adalah nama pendek dari Flavius Agustus Hiraklius. Ia memegang tampuk kekaisaran Romawi Timur sejak tahun 610 masehi.

Hireklius pada asalnya adalah seorang pemuda yang shaleh dan faqih dalam ajaran Nasrani. Ia dan keluarganya berasal dari Armenia. Ia pindah ke Tunisia untuk membantu sang ayah yang waktu itu ditugaskan oleh Kaisar Romawi untuk memipin wilayah tersebut. Ketika terjadi peperangan hebat antara Persia dan Romawi, yang berakhir dengan kekalahan Romawi --cerita kekalahan Romawi diabadaikan dalam Alquran- Ayahnya, Patrik Hiraklius menyiapkan anaknya Hirkalius bin Patrik Hiraklius untuk menyelamatkan Imperium Romawi sebelum benar-benar hancur. Hiraklius pun memulai pergerakannya dengan menyerang wilayah Konstantin, Ibu Kota Romawi. Tujuannya tidak lain untuk menumbangkan Kaisar Phokas dari tampuk kekuasaannya.

Aksi Hiraklius merebut kekuasaan ini adalah sebagai upaya terakhir baginya untuk menyelamatkan kekaisaran dari invensi Persia dan menstabilkan kembali huru-hara internal yang sedang melanda pasca terbunuhnya Kaisar Mauris. Dengan tujuan inilah ia meninggalkan Tunisia berlayar menuju Konstantinopel. Sampai di sana ia pun menjalankan niatnya. Ia berhasil. Tampuk kekaisaran Romawi berhasil direbutnya. Dan Ia menjuliki dirinya sebagai penyelamat Imperium Romawi.

Setelah itu, ia bersiap-siap untuk menghadapi Persia. Bertemulah kedua imperium besar tersebut di Daerah Ninawa pada tahun 627 masehi. Setelah pertempuran hebat, Romawi berhasil menjadi pemenangnya. Kemenagan ini otomatis mengangkat citra Hiraklius. Ia pun menjadi patriot kebanggaan Bangsa Romawi yang pemberani lagi alim dalam ajaran Nasrani. Sebagai rass syukur atas kemenangan ini, ia berjalan kaki dari Konstantin ke al-Quds untuk berziarah ke tempat suci tersebut.

Di al-Quds inilah Hireklius bertemu dengan utusan Rasulallah, Dihyah al-Kalbi. Dihyah pun menyerahkan surat Rasulallah  kepada Hiraklius....

Bismillahirrahmanirrahim

Dari Muhammad bin Abdullah untuk Hiraklius Penguasa Rum: Keselamatan bagi orang-orang yang mengikuti petunjuk. Amm ba'du... 

Sungguh aku menyeruh kepadamu kepada Islam. berislamlah maka engkau akan selamat dan Allah akan memberikanmu pahala dua kali. Namun jika engkau berpaling, maka engkau akan menanggung dosa semua bangsa Arisiyin. "Katakanlah: 'Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah'. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: 'Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)'."[1]

 

Hiraklius berdiri tertegun memperhatikan surat yang luar biasa yang ditujukan untuk pemimpin tertinggi Imperium Romawi dari orang yang tidak dikenal tentangnya sedikutpun di padang pasir Arab. Hiraklius pun penasaran untuk mencari tahu dan memastikan kebenaran isi surat tersebut. Ia lakukan ingin mencari tahu lebih dalam akan surat tersebut karena ia sendiri merupakan orang yang paham terhadap ajaran Nasrani. Ia mengetahui dari sisa-sisa kitab Injil bahwasanya akan datang seorang Nabi utusan terakhir di zaman tersebut. Ia pun mengirim orang untuk mencari orang Arab yang memungkinkan dapat memberikan keterangan perihal orang yang mengaku sebagai utusan Allah  tersebut.

 

Dengan izin Allah, di kota al-Quds pada saat itu ada serombongan dagang dari Makkah yang sedang berniaga pasca ditanda-tanganinya perjanjian damai antara mereka dan kaum muslimim. Dalam rombongan tersebut ternyata terdapat Abu Sufyan bin Harb yang pada saat itu merupakan pemipin dari Quroisy Makkah.

 

Berlanjut......

[1] Qs. Ali Imran [3]: 64

   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun