Di desa penulis, ada tiga buah surau yang dikelola oleh Persyarikatan Muhammadiyah. Kami menyebut surau-surau itu sebagai langgar; Langgar Kulon (Mushollah at-Taqwa), Langgar Tengah (Musholah Baiturrahman), dan Langgar Kidul (Mushollah an-Nur). Â Surau di tempat penulis berbeda dengan surau di Kalijompo sebagaimana pada tulisan yang lalu. Lebih terawat dan lebih hidup.Â
Surau-surau ini sejak zaman kakek-nenek sampai hari ini masih dijadikan tempat peraduan anak-anak desa tatkala senja. Tatkala mentari mulai hilang keperaduan sampai ia benar-benar lenyap di pandangan lalu berubah menjadi hitam pekat. Hanya bintang kelap-kelip yang mengitari sinar rembulan.
Dahulu, Persyarikatan Muhammadiyah belum menetapkan sistem yang rapi. Siapa yang dekat dengan salah satu Langgar, maka di situ dia seharusnya mengaji. Tapi tak apa juga kalau memilih langgar yang jauh dari rumah. Namun sekarang, Muhammadiyah sudah mulai merapikan.Â
Di Langgar Kulon telah didirikan Madrasah Diniyah Ula yang diperuntukkan untuk anak-anak Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah. Di Langgar Tengah juga telah didirikan Madrasah Diniyah Wustha yang diperuntukkan untuk anak-anak tingkat SMP/MTs. Sedangkan untuk Langgar Kidul belum didirikan madrasah diniyah.
Dahulu, langgar-langgar ini selain dijadikan tempat untuk belajar membaca al-Qur'an, belajar Ilmu Tajwid, dan belajar Tafsir Jalalain huruf pegon, juga dijadikan tempat menginap. Anak-anak desa sering tidur di Langgar. Sebelum Magrib mereka datang ke Langgar, dan terus sampai setelah Subuh baru anak-anak desa pulang ke rumah untuk bersiap berangkat ke sekolah.
Begitulah langgar dijadikan tempat mendidik. Tempat untuk menanamkan cinta pada Ilmu. Sekarang banyak langgar atau surau yang mulai sepih. Anak-anak lebih suka datang ke Warung Play Station. Bermain game mulai dzuhur sampai magrib. Setelah Magrib mereka bermain SmartPhone. Lantas bagaimana bisa maju peradaban ini?
Seorang ulama mengatakan, umat ini tidak akan baik kecuali dengan apa yang dulu membuat baik generasi sebelumnya. Di sini sejarah menjadi sangat penting untuk dikaji. Namun bukan hanya sebagai sebatas pengetahuan, atau dijadikan cerita dongeng untuk anak sebelum tidur. Menjadikan cerita yang mutawatir atau shahih seperti Al-Qur'an dan As-Sunnah juga penting. Sebagaimana hukum, ibrah, ketentuan-ketentuan diistimbatkan dari keduanya, maka hukum, ibrah dan ketentuan-ketentuan itu juga bisa diambil dari sejarah, dari sirah yang maqbul. Yang benar-benar terjadi.
Saat ini, di tengah kebuntuhan jawaban orang-orang mencari sistem terbaik pendidikan, tak salahnya jika surau dijadikan kembali sebagai basis ilmu. Namun jangan disalah pahamkan bahwa penulis mengajak untuk kembali ke masa lalu. Sekolah modern tetap ada. Tapi surau dijadikan suplemen. Bagi anak-anak yang tidak tinggal dipesantren, bisa surau-surau ini dijadikan pesantran. Pesantren kalong tepatnya.Â
Malam di Langgar, pagi di sekolah dan siang bersama keluarga. Maka di sini ada komposisi yang pas dalam proses tarbiyah. Tiga elemen yang begitu penting. langgar mengajarkan kecintaan pada akhirat, sekolah mengajarkan kecintaan pada dunia, dan keluarga mengajarkan bagaimana hidup adalah untuk menjaga keharmonisan antara dunia dan akhirat.Â
Lantas dimana anak belajar bersosial? Dengan sendirinya, aktivitas di sekolah, di langgar dan di keluarga adalah proses sosial itu sendiri. Maka di sini tidak ada aspek yang ditinggalkan.
Bukankah Nabi Muhammad pada mulanya mengajar anak-anak kampung Makkah di sebuah pojok dekat bukit shofa bernama langgar al-Arqam? Dari langgar kecil yang tak kasat mata, keluar orang-orang hebat. Abu Bakar, Umar, Ustman, Ali, Thalhah, Zubair, Zaid ibn Haritsa, Zaid ibn Khattab, Abdullah ibn Mas'ud, Hamzah, dan sederet pahlawan yang mampu menumbangkan kecongkakan Kisra Parsi, mampu membungkam sombong Kaisar Romawi?
Dalam al-Quran, ketika menceritakan tentang Pemuda al-Kahfi, Allah berfirman:
Artinya: "Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu."Â (Al-Kahfi: 16)
Dalam kisah ini, perlu ditilik kembali kenapa Tuhan memerintahkan para pemuda yang dikejar-kejar kebengisan penguasa pergi menuju gua? Kenapa tidak ke tempat yang lain? Jawaban sederhana memang mereka tidak tinggal di daerah tropis sehingga diperintah pergi ke hutan. Namun mereka tinggal di daerah gersang. Yang mungkin saja di sana aga gua-gua.
Namun bukan masalah madhar saja, tapi intinya adalah diperintahkan untuk mencari tempat yang terpencil. Yang terputus dari dunia luar. Dari daerah terpencil inilah generasi di bangun. Dididik, sehingga kelak keluar sudah siap untuk membawa perubahan. Mendatangkan kesejateraan. Agent of Change kata orang Eropa. Muslih kata orang Arab.
Ini salah satu jalan. Salah satu ikhtiar untuk menyiapkan peradaban. Tidak hendak kita mengisolasi, karena berinteraksi dengan dunia luar adalah kebutuhan. Namun kita harus belajar adat etika tatakrama. Untuk apa kita bertindak, untuk apa kita berinteraksi.
Surau masih menunggu para pengempu ilmu. Melambai-lambai. Termasuk surau terpencil di Kalijompo. Suraunya kaum buruh. Suraunya kelas pekerja. Surau yang memerlukan kita untuk menghidupkannya.Â
Surau yang di dalamnya terdapat Mushaf Al-Qur'an yang telah usang. Yang telah lama tidur berselimutkan debu. Keluarlah dari zona nyaman. Terjunlah pada medan laga, dan tampillah bersama orang-orang yang menginginkan kebaikan untuk peradaban Bangsa Indonesia tercinta.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI