Mohon tunggu...
Chika Putri Dewanthie
Chika Putri Dewanthie Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta

Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Book

Resensi Novel Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono

4 Juni 2024   01:18 Diperbarui: 4 Juni 2024   06:48 814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

- Judul : Hujan Bulan Juni 

- Pengarang : Sapardi Djoko Damono 

- Penerbit : Gramedia Pusaka Utama 

- Tahun terbit : 2015 

- Jenis : Novel/fiksi 

- ISBN : 978-602-03-1843-1 

- Tebal : +138 halaman

Siapa yang tidak mengenal Sapardi Djoko Damono? Ya, beliau adalah seorang sastrawan terkemuka Indonesia yang dikenal luas berkat karya-karya puitisnya. Sebagai penyair, Pak Supardi telah menghasilkan banyak puisi yang menggugah dan penuh makna, salah satunya adalah "Hujan Bulan Juni" yang diterbitkan pada tahun 1994. Puisi tersebut lalu diadaptasi menjadi sebuah novel yang berjudul sama. 

Novel ini memperlihatkan bagaimana puisi dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, bukan sekedar sebagai karya sastra. Novel ini menawarkan perspektif baru dalam memahami sastra dan menunjukkan bagaimana karya sastra dapat menjadi media untuk menyampaikan pesan dan mempengaruhi pemikiran manusia. 

Setelah membaca novel ini Pak Sapardi akan membawa kita kembali pada beberapa sajak, termasuk "Aku Ingin". Puisi ini masuk dalam novel, memperkuat nuansa romantis dalam hubungan cinta antara Sarwono dan Pingkan. Berikut kutipan sajak puisi "Aku Ingin": 

aku ingin mencintaimu dengan sederhana 

dengan kata yang tak sempat diucapkan 

kayu kepada api yang menjadikannya abu 

aku ingin mencintaimu dengan sederhana: 

dengan isyarat yang tak sempat disampaikan 

awan kepada hujan yang menjadikannya tiada 

1989 

Novel Hujan Bulan Juni menceritakan kisah dua sejoli Sarwono dan Pingkan yang dimabuk asmara. Keduanya berprofesi sebagai dosen muda. Sarwono adalah dosen yang mengajar di Universitas Indonesia. 

Sementara Pingkan adalah dosen sastra Jepang. Sarwono dan Pingkan berasal dari latar belakang yang berbeda dari segi asal, budaya, suku, dan keyakinan. Sarwono berasal dari Solo, ia adalah seorang muslim yang taat. Sementara Pingkan merupakan campuran Jawa dan Manado yang berpegang teguh pada agama Kristen yang dianutnya. 

Hubungan antara Sarwono dan Pingkan diceritakan berjalan baik-baik saja, hingga suatu ketika saat Sarwono ingin menjalin hubungan yang lebih serius dengan Pingkan namun keluarga besar Pingkan tidak merestui keduanya. Karena latar belakang Sarwono yang merupakan muslim dan berasal dari Jawa. Masalah mereka semakin rumit ketika Pingkan pergi ke Jepang untuk studinya dan Sarwono dalam keadaan kritis karena terkena flek pada paru-parunya. 

Novel ini dengan jelas menyoroti isu yang barangkali masih relevan dimasyarakat yaitu pertentangan antara dua etnis. Untuk ukuran sebuah novel, novel ini tipis namun kaya dengan isi dan bahasa. Selain menambah wawasan tentang cerita rakyat Menado dan Jawa, pembaca juga diajak menuju latar belakang negara Jepang. 

 Yang menarik dari novel “Hujan Bulan Juni” adalah cover dengan latar coklat susu, judul dibuat seperti tulisan tangan menggunakan pena bertinta. Tulisan tersebut seakan terkena tetesan air hujan. Penyajian teks yang berbeda setiap halamannya, seperti pada halaman 39-43 hanya berisi dialog antara Sarwono dan Pingkan, dalam dialog tersebut terdapat kalimat yang terbaca seperti syair. Konflik dalam novel terbilang sederhana. Novel ini juga menambah pengetahuan pembaca tentang kebudayaan Minahasa dan Solo melalui tokoh Pingkan dan Sarwono. 

Namun, gaya bahasa yang digunakan sulit dimengerti oleh khalayak umum. Adanya alur maju-mundur yang tidak runtut, jika tidak cermat membaca kalimat demi kalimat akan kebingungan dan menurunkan minat baca. Kendala lain yang ditemukan pembaca adalah novel ini tidak memiliki catatan yang memuat terjemahan Bahasa Jawa sehingga pembaca yang bukan berasal atau keturunan Jawa akan kesulitan. Ditambah lagi, ending cerita yang menggantung karena dalam novel tidak ada kejelasan bagaimana rencana pernikahan atau akhir dari hubungan Sarwono dan Pingkan.

Novel ini menjadi rekomendasi bacaan terutama di zaman sekarang yang cukup sensitif terhadap hubungan beda agama, suku, dan budaya. Kisah ini tidak hanya melibatkan dua pasang kekasih, namun juga masing-masing keluarga besar. Mungkin suatu saat nanti novel ini akan menjadi legendaris seperti puisinya. Hal ini terbukti dari cetakan ulang dan adaptasiya menjadi sebuah komik, lagu, dan film.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun