dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
1989
Novel Hujan Bulan Juni menceritakan kisah dua sejoli Sarwono dan Pingkan yang dimabuk asmara. Keduanya berprofesi sebagai dosen muda. Sarwono adalah dosen yang mengajar di Universitas Indonesia.
Sementara Pingkan adalah dosen sastra Jepang. Sarwono dan Pingkan berasal dari latar belakang yang berbeda dari segi asal, budaya, suku, dan keyakinan. Sarwono berasal dari Solo, ia adalah seorang muslim yang taat. Sementara Pingkan merupakan campuran Jawa dan Manado yang berpegang teguh pada agama Kristen yang dianutnya.
Hubungan antara Sarwono dan Pingkan diceritakan berjalan baik-baik saja, hingga suatu ketika saat Sarwono ingin menjalin hubungan yang lebih serius dengan Pingkan namun keluarga besar Pingkan tidak merestui keduanya. Karena latar belakang Sarwono yang merupakan muslim dan berasal dari Jawa. Masalah mereka semakin rumit ketika Pingkan pergi ke Jepang untuk studinya dan Sarwono dalam keadaan kritis karena terkena flek pada paru-parunya.
Novel ini dengan jelas menyoroti isu yang barangkali masih relevan dimasyarakat yaitu pertentangan antara dua etnis. Untuk ukuran sebuah novel, novel ini tipis namun kaya dengan isi dan bahasa. Selain menambah wawasan tentang cerita rakyat Menado dan Jawa, pembaca juga diajak menuju latar belakang negara Jepang.
Yang menarik dari novel “Hujan Bulan Juni” adalah cover dengan latar coklat susu, judul dibuat seperti tulisan tangan menggunakan pena bertinta. Tulisan tersebut seakan terkena tetesan air hujan. Penyajian teks yang berbeda setiap halamannya, seperti pada halaman 39-43 hanya berisi dialog antara Sarwono dan Pingkan, dalam dialog tersebut terdapat kalimat yang terbaca seperti syair. Konflik dalam novel terbilang sederhana. Novel ini juga menambah pengetahuan pembaca tentang kebudayaan Minahasa dan Solo melalui tokoh Pingkan dan Sarwono.