Semakin larut saja malam hingga tak lagi disebut malam
Ya, ini dini hari Luthfi
Aku tahu Chikal, jawab Luthfi, tapi Tuhan akan segera memulangkan Laptop ini dan membiarkanku kembali sendiri dalam imajinasi yang tak terkendali, tanpa medan yang berarti
Lalu apa kau akan menulis sampai pagi?
mentang-mentang Tuhan sedang berbaik hati menurunkan Laptop LangitNya ke bumi, begitu?
Aji mumpung, begitu?
Luthfi malu-malu mengangguk
Chikal tersenyum, kasihan sekali kamu
Kenapa? tanya Luthfi tak terima
Apa aku salah? Apakah memanfaatkan kesempatan meski terjepit kesempitan itu salah?
Chikal menggeleng
Cuma, ia menekan dada kirinya, itulah nafsu dalam kebaikan
Chikal, Luthfi menantang, aku sudah bosan mendengar celotehmu tentang nafsu
Hiduplah sendiri dengan akal agungmu, aku hidup sendiri dengan nafsu rendahku
Chikal tetap tersenyum, jangan begitu, nafsu tak boleh digugu meski dalam baju baik
Sudahlah, Luthfi tetap bersikukuh lalu berteriak, Tuhaaaan, jangan kau ambil Laptop langit ini, biarkan ia menemaniku dibumi
Chikal mengelus dada, jika kau bersabar, kau tak perlu menuntut Tuhanmu demikian
Kau akan diangkat ke langit bersama Laptop langitNya yang harus kembali
Luthfi diam
Karena kamu telah menuntut, Tuhan mendengar itu
Dan tanpa dipaksa oleh tuntutanmu Ia aka menjawabnya
Tapi terserah ia, kapan dan dalam bentuk apa
Tapi yang pasti, Laptop langit itu harus kembali sebab tempatnya bukan dibumi
Jika bukan dibumi, kenapa ia turun malam dini hari ini? Luthfi tak terima
Itulah godaan untukmu
Serupa bidadari surga untuk menggoyang tekad para pemuja, ahli ibadah tanpa ingin upah
Jika mereka terbuai hapuslah jatah ia naik ke langit
Ia akan mendapat jatah sesaat
Jatah dunia kasat
Dan mereka menyesal
Tapi nanti, bukan kini
Luthfi diam lagi
Chikal pun tak bicara lagi
Aku terpaku atas keheningan malam ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H