Dengan demikian, tuntutan terhadap upaya penataan wilayah laut haruslah dilakukan secara terintegrasi, dan saling terkait sebagai satu kesatuan dengan kata kunci yaitu keterpaduan antar sektor. Penataan ruang haruslah diarahkan untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah (baik nasional maupun daerah) yang nyaman, produktif dan berkelanjutan serta untuk mewujudkan keseimbangan dan keserasian dan strategis perkembangan antar wilayah, yang dilakukan melalui kebijakan dan strategi pengembangan struktur dan pola ruang wilayah yang pada akhirnya akan menciptakan keterpaduan lintas sektoral dan lintas wilayah sehingga dapat meminimalisir terjadinya konflik di dalamnya
Penataan ruang tidak hanya diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan sektoral yang bersifat parsial, namun lebih dari itu, penataan ruang diselenggarakan untuk memenuhi tujuan tujuan bagi pengembangan wilayah nasional yang bersifat komprehensif dan holistik dengan mempertimbangkan keserasian antara berbagai sumber daya sebagai unsur utama pembentuk ruang (sumberdaya alam, buatan, manusia dan sistem aktivitas), yang didukung oleh sistem hukum dan sistem kelembagaan yang melingkupinya, sehingga diharapkan setidaknya a). dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan; b). tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang; dan c). tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang.
Maka diperlukan suatu konsep penataan wilayah laut yang memungkinkan tercatatnya hak-hak dan kepentingan di laut, diatur secara spasial dan ditentukan secara fisik dalam kesinambungan terhadap batas-batas kepentingan yang tumpang tindih (berhimpitan) dengan mencantumkan batas batas dan status hak yang diberikan atas persil. Hak-hak yang dimaksudkan diatas adalah hak pengelolaan wilayah laut, dalam arti memanfaatkan dan melindungi wilayah laut. Tuntutan terhadap penataan wilayah laut dalam kaitan dengan pengaturan batas batas wilayah laut bagi daerah dimaksudkan untuk mengatur dan mengelola sumber daya laut. Batasan dan ruang lingkup pengaturan terhadap batas-batas pengelolaan wilayah laut diletakan pada batasan kewenangan daerah (Provinsi )
Dari permasalahan yang ada saat ini terkait tentang pertambangan pada wilayah pesisir dan laut, maka solusinya yang paling utama adalah percepatan penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil yang selanjutnya akan diperdakan menjadi perda zonasi. RZWP-3-K sebagai bagian dari Perencanaan Ruang Laut, membutuhkan percepatan penetapan karena akan memberikan matra spasial bagi program-program kelautan yang akan dituangkan di kebijakan kelautan.
Dengan perda zonasi ini maka akan ada kepastian hukum tentang wilayah wilayah mana yang diperbolehkan diadakan kegiatan pertambangan dan wilayah yang tidak boleh dilakukan tambang timah. Dalam proses pembuatan perda zonasi ini maka moratorium penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) harus dilakukan dan pemindahan wewenang pemberi izin sesuai dengan Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, kuasa kabupaten untuk menerbitkan IUP telah diambil alih oleh provinsi (modal dalam negeri) dan pemerintah pusat (modal asing).
Selain dari aspek hukum juga harus diupayakan banyak hal untuk mengembalikan lahan kritis di pesisir akibat pertambangan yaitu dengan reklamasi, rehabilitasi dan reboisasi untuk memperbaiki kawasan bekas tambang karena semestinya untuk reklamasi, perusahaan tambang tidak perlu menunggu berakhirnya izin tambang baru melakukan reklamasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H