Arlan merasa terganggu akibat suara bising yang terdengar dari seberang rumah. Pekerjaannya yang menumpuk tak dapat di selesaikan dengan cepat lantaran di sana adalah sebuah cafe yang menyediakan tempat karaoke malam.Â
    Â
Ya, namanya saja tinggal di tempat yang penduduknya padat dan tentunya bangunannya juga demikian. Di tambah lagi dengan bunyi kendaraan yang mengklakson tanpa jeda, membuatnya langsung menghentikan aktivitasnya saat itu juga.Â
Di saat yang bersamaan muncul niatnya untuk pindah. Dengan ponselnya, Arlan mengotak-atik sebuah aplikasi media sosial dan mencari tahu agen perumahan yang bersedia mengontrakkan rumah.
"Syukurlah, aku menemukannya," serunya bersemangat, setelah melihat sebuah postingan di grup media sosial.Â
Arlan langsung menghubungi pihak terkait, untungnya segera di balas walaupun larut malam. Raut wajahnya terlihat senang setelah mendapat tanggapan dari pemilik rumah dan memberitahuku kondisi dan keadaan rumah yang akan di kontrakkan.Â
Arlan merasa tertarik, buru-buru ia menanyakan lokasi serta bayaran perbulannya. Begitu tahu, Arlan langsung menyetujui karena lokasinya berada di tempat tenang hampir mirip dengan sebuah villa. Tak apa menurutnya daripada setiap hari harus mendengar keributan yang tak ada habisnya. Ingin menegur rasanya tak mungkin. Toh, pemiliknya hanya mencari uang di sana.
Esoknya sepulang dari kantor Arlan langsung bertemu dengan agen pemilik rumah tersebut di sebuah kafe resto di pusat kota. Lama mengobrol membuatnya langsung bernegosiasi tentang rumah yang akan di kontrakkan itu, lalu membuat kesepakatan, pemiliknya bersedia mengantarkan Arlan ke lokasi rumah yang akan di tempatinya itu untuk meninjaunya langsung.Â
Saat melihat rumah itu, Arlan tersenyum senang dan hampir tak berkedip ketika tahu rumah itu sangat apik dan mewah. Padahal, saat melihat fotonya, Arlan mengira rumah itu biasa-biasa saja. Tapi ini... sungguh membuatnya benar-benar ingin langsung masuk untuk melihat keadaan di dalamnya. Â
  Â
Bagaikan terhipnotis, Arlan menatap setiap sudut ruangan itu. Berbagai perabotan interior di rumah itu sangat membuat dirinya takjub. Rumah itu benar-benar sangat terawat, desainnya yang klasik, membuat Arlan langsung tahu kalau itu adalah peninggalan seseorang. Bisa jadi itu adalah sebuah warisan.
  Â
Bahkan di sana juga ada barang-barang yang membuatnya tertarik. Piano! Arlan segera menghampiri benda tersebut dan menekannya beberapa kali. Lalu memainkan sebuah nada yang pernah di bunyikan waktu sekolah menengah dulu.Â
   Â
Tanpa sadar ia telah memainkannya cukup lama sampai tangannya terasa lelah. Saat pianonya berhenti, bulu kuduknya merinding seakan ada banyak orang yang sedang memperhatikannya.
   Â
Arlan melihat sekelilingnya, namun tak ada seorang pun yang berdiri di sana. Ia melihat sebuah lukisan di dinding yang tiba-tiba saja sudah berada di belakangnya. Lukisan itu adalah foto dari wajah seseorang, sepertinya itu adalah pemilik rumah ini terdahulu.Â
   Â
Anehnya, lukisan itu terlihat seperti sedang menatap Arlan. Tapi pikiran itu di tepisnya dengan berjalan-jalan di sekeliling rumah itu. Lalu berjalan mengitarinya, sampai akhirnya kembali lagi ke halaman rumah.Â
   Â
"Aneh, bukankah pemiliknya mengatakan kalau rumah ini sudah lama tak di tinggali, tapi, kenapa keadaannya begitu bersih? Bahkan tak ada debu sedikit pun. Apa mungkin, setiap hari pemiliknya datang kemari untuk membersihkannya?"
  Â
Bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H