Mohon tunggu...
Moh Royan
Moh Royan Mohon Tunggu... -

everything u say lah....

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hutan

19 Juli 2011   00:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:34 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering



Apa sih yang mereka bicarakan? Seolah kesempurnaan adalah milik mereka. Bosan dengan semua ini, aku penat dengan apa mereka katakan. Semua hanya sesaat dan ini tidak akan abadi untuk selamanya. Kita ini masih muda dan masih banyak kesempatan di depan mata kita. Apakah mereka tidak mengerti hal itu, apakah semua yang dikatakan “orang tua” itu adalah semuanya benar.

Sampai mereka berpendapat apakah mereka terkena dyscalculia sebuat penyakit yang mengakibatkan seseorang terbelakang dalam aritmatika. Sungguh sangat ironi dengan tujuan founding fahter kita melihat anak bangsa mempunyai fikiran yang sempit seperti itu.

Dyscalculia adalah sebuah kelainan yang mempengaruhi daya aritmatik seseorang dan itu hanya terjadi pada usia dini dengan treatment dan penanganan yang intensif. Banyak yang berpendapat ini bukanlah sebuah kelainan tapi karena memang keterbatasan otak seseorang untuk memahami dan menterjemahkan segala persoalan aritmatikanya. Entah lah, aku tidak mau mengurusi hal itu, yang ingin aku tahu adalah apakah ini memang benar setahuan adalah dua semester, dan delapan semester adalah akhir dari semuanya?

Aku masih saja asyik dengan apa yang aku lakukan sekarang, sementara mereka tidak henti-hentinya membicarakan hal yang menurutku tidak seharusnya bicarakan, bukan seperti para narasumber yang berbicara tentang sebuah kebijakan, bukan seperti para tokoh berbicara tentang sejarah. Tapi lebih pada seorang dosen teknik berbicara tentang sastra, atau balita yang sedang belajar pidato. Sungguh pedagog itu pandai sekali membuka topik, tema yang dia bawakan selalu terekam jelas dalam otak orang-orang itu.

Yah, pedagoglah sumber dari semua ini, karenanyalah aku masuk dan tersesat dalam rimba ini, rimba yang hanya ditumbuhi oleh delapan pohon besar dengan banyak cabang di setiap dahannya. Delapan pohon itu tidak hijau, tapi ditumbuhi oleh lumut yang membuat dia menjadi terlihat hijau, delapan pohon itu bukanlah habitat asli hutan ini, semuanya masih berada dalam pot tidak ada yang bisa menyatu dengan tanah hutan ini.

Lihatlah itu pohon kurma yang stumbuh besar karena dongeng orang tuaku selepas magrib. Kata mereka kurma adalah makanan yang ada dalam sejarah panjang sebuah ideologi hingga saat ini. Benar atau tidak? Entahlah.

Lihatlah itu pohon pinus yang mempunyai kisah yang hampir sama dengan kurma, yang selalu dibenarkan oleh media gambar hidup dan bersuara yang mereka sebut televisi. Kemudian pohon yang ada di balik semak-semak itu, itu adalah pohon Jeruk, Jeruk besar yang berkulit tebal dan warnanya sangat kuning, mengandung banyak vitamin c tapi sayangnya itu Jeruk Mandarin bukan Jeruk dari Brastagi. Kemudian yang satunya sebuah pohon Apel fuji yang merah merona dan sangat nikmat rasanya, itu adalah Apel Fuji dari amerika yang tidak bisa tumbuh di negaranya tapi tumbuh subur dalam pot itu. Jelaslah tidak bisa tumbuh karena sudah tidak ada lagi tanah untuk bercocok tanam semua lahan ditumbuhi oleh gedung dan pabrik industri. Namun sayang itu bukanlah Apel malang yang segar sedikit masam.

Nah, ini mungkin salah satu pohon yang banyak dijumpai di negara kita. Pisang, pisang adalah sebuah pohon yang masih tetap ada sampai sekarang. Tapi tunggu dulu, kenapa pisang itu mirip sekali dengan pisang ambon, tapi lebih kuning dan panjang namun tidak seperti pisang tanduk. Itu pisang import yang mereka sebut pisang Bangkok. Lagi-lagi tak kujumpai pohon asli dari negeri ini.

Itu pohon yang jahat dan selalu pamer. Hampir setiap aku melewatinya, pasti dia memamerkan aroma menyengat dari buahnya, tapi ketika aku ingin memetikanya, tanganku terluka. Yah hampir seluruh buahnya ditutupi oleh onak yang tajam dan runcing, mirip dengan bambu yang ditancapkan ke tubuh para pengikut aidit dan semaun pada malam 1956 itu. Durian itu adalah senjata untuk mereka yang rakus. Tapi itu bukan durian sembarangan itu adalah durian montong. Bukan asli dari negeri ini.

Itu adalah pohon jati yang mati, pohon itu sengaja tidak ditebang untuk menjadi inang para benalu yang hidup merdeka diatasnya. Lihatlah pohon kecil yang merambat di setiap dahannya itu adalah pohon semangka dengan buah oval yang besar di dalamnya berisi banyak kandungan air dengan warna merah dan sedikit bijinya. Itu adalah semangka inggris yang terkenal panjang dan besar. Kasihan sekali jati itu, demi menghidupi benalu ia mati dan terpuruk.

Itu bukan melon, itu adalah kiwi buah yang berwarna hijau dengan biji hitam diantara cairan getah bening yang manis dan segar. Itu buah yang masih jarang ditemukan di pasar karena memang para pedagang tidak ada yang menjual buah itu, buah itu diimpor dari new zeland dan sampai sekarang masih sama seperti yang lain. Tidak ada satupun buah yang asli dari negeri ini.

Sedangkan itu adalah buah yang selalu dijadikan sebagai senjata para tiran untuk memperpanjang masa kepemimpinannya. Dialah Go Ji yang dipakai oleh para raja untuk memperpanjang umurnya, sampai cucunya mempunyai cucu lagi pun dia masih menjabat sebagai raja di antero cina. Go ji beri adalah buah yang manis dan mengandung banyak antioksidan tapi bukan dari negeri ini.

Sekarang sudah saatnya aku menentukan sebuah pilihan, apa yang harus aku panjat dan aku petik dari semua pohon itu. Pohon itu tidak ada yang terasa di lidahku, semangka yang mereka katakan manis, kurma yang sarat dengan mistik dan sakral, apel yang renyah dan segar, jeruk yang kaya akan vitamin c, buah Goji yang kaya akan anti aging dan anti oksidan atau kiwi yang melebihi apel dan jeruk. Masih saja belum aku temukan sebuah pohon yang benar-benar tertancap di tanah ini yang tumbuh subur tanpa harus dibantu dengan ramuan kimia agar terlihat hijau dan merona. Singkong, ubi kayu atau apalah mereka menyebutnya, itulah yang aku cari. Tanaman yang tangguh dan tidak manja, hanya perlu ditaruh dan dicabut kembali. Mengandung lebih banyak karbohidrat ketimbang gandum dan dijadikan bahan pokok bagi kaum negeri ini untuk mencukupi dari lapar. Kenapa pohon ini yang aku cari,karena aku sadar bukan air yang aku butuhkan sehingga tidak pergi dahagaku ketika sibotol tak lagi bisa membantuku mengusir dahaga. Ternyata rasa laparlah yang mengarahkan otakku untuk ber fatamorgana di tengah hutan yang rimbun dengan sejuta lumut.

Lapar membuat kita melakukan apasaja, lapar membuat lumut itu menjalar di semua lahan kosong untuk dijadikan inangnya, lapar yang membuat pohon jati itu mati karena tamunya yang meminta makan dari sang inang. Lapar, lapar,lapar, dan lapar. Andaikan aku bisa menemukan singkong di hutan ini mungkin aku tidak akan menghabiskan waktu begitu lama menjelajahi rimba yang penuh dengan arwah para pilosof ini.

Itulah yang membuat saya sampai saat ini menjadi bingung dan tidak mengerti sama sekali tentang apa yang mereka bicarakan. Sampai harus rela mengaku dyscalculia atau bahkan idiot agar bisa makan buah dari pohon yang tumbuh di dalam pot itu. Apakah mereka fikir semua yang diimport itu lebih baik dari semua buah lokal. Bandingkan Apel Fuji dengan Apel Malang, Jeruk Mandarin dan Jeruk dari Brastagi(sumut), kurma yang muncul setahun sekali, pinus yang buahnya bahkan tidak bisa dikonsumsi.

Ah, semua ini membuat aku ingin sekali mengakhiri semua ini dan segera keluar dari hutan ini. Namun, perjumpaan aku dengan orang bijak itu membuat aku tidak menyerah untuk segera mencari pintu keluar mencari hutan baru atau datangi toko buah untuk membeli singkong. Petuah itu membuatku berniat untuk terus mencari dan mencari dengan modal peta dan petuah dari sang kakek ini.CMIW (warbun, Minggu, 10 Juli 2011)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun