Mohon tunggu...
Chetrine Settiana
Chetrine Settiana Mohon Tunggu... Lainnya - -

Halo, Aku Chetrin Settiana Br Purba dengan nim 46121010035 Mahasiswi Psikologi di Universitas Mercu Buana Jakarta. Dengan mata kuliah Pendidikan Anti korupsi dan Etik UMB, dosen pengampu Apollo, Prof. DR, Msi.AK. Selamat membaca artikel yang telah aku buat.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

TB2 - Kepemimpinan Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV dalam Upaya Pencegahan Korupsi

10 November 2023   13:11 Diperbarui: 15 Desember 2023   08:59 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konsep kepemimpinan dan Perkara hidup manusia dalam KGPAA Mangkunegara IV

Serat Wedhatama adalah salah satu karya agung pujangga yang sekaligus seniman besar pencipta dalam berbagai macam seni tari (beksa) dan tembang. Serat Wedhatama juga merupakan sebuah ajaran yang mengajarkan cara manusia membangun hubungan dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan Tuhan serta cara manusia membangun hubungan dengan dirinya sendiri. Serat Wedhatama adalah kitab jawa kuno yang berisi tentang konsep ketuhanan, kemasyarakatan, dan kemanusiaan.

Konsep ketuhanan ini dirumuskan dengan istilah ageming Aji yang pelaksanaannya melalui empat tahap yakni sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, dan sembah rasa. Konsep kemasyarakatan istilahnya amemangun karyenak tyasing sasamayang yang artinya berbuat baik untuk menyenangkan hati sesama. Hubungan antar masyarakat harus dijaga agar harmonis dan selaras sehingga tercipta kedamaian dalam bermasyarakat. Sedangkan nilai kemanusiaan ini bertujuan untuk mencapat derajat jalma sulaksana yang berbudi luhur (Jatmiko, 2014). Serat Wedhatama terdiri dari tiga suku kata, yakni: serat, wedha dan tama. Serat yang artinya tulisan atau karya dalan bentuk tulisan, wedha artinya pengetahuan atau ajaran, dan tama yang berasal dari kata utama yang artinya baik.

Wedhatama merupakan ajaran luhur untuk membangun budi pekerti dan mengolah spiritual bagi kalangan raja-raja Mataram, tetapi diajarkan juga bagi siapapun yang berkehendak menghayatinya. Wedhatama ini menjadi salah satu dasar penghayatan bagi siapa yang ingin "laku" spiritual dan bersifat umum untuk lintas kepercayaan atau agama apapun. Karena dalam ajaran Wedhatama bukan lah dogma agama yang erat dengan jaminan surga dan ancaman neraka, tetapi suara hati nurani, yang menjadi "jalan setapak" untuk siapapun yang ingin menggapai kehidupan dengan tingkat spiritual yang tinggi.

K.G.P.A.A. Mangkunegara IV ini merupakan enterpreneur sejati yang sangat sukses dan memakmurkan rakyat pada masanya dengan membangun pabrik bungkil, pabrik gula Tasikmadu serta Colomadu di Jawa Tengah (1861-1863) yang melibatkan masyarakat, serta perkebunan kopi, kina, pala, serta kayu jati di Jawa Timur dan Jawa Tengah, termasuk juga merintis pembangunan Stasiun Balapan yang berada di kota Solo. Beliau ini juga terkenal gigih dalam melawan penjajahan Belanda. Hebatnya, perlawanan yang dilakukan beliau hanya dengan melalui tulisan pena yang membuat penjajah mundur teratur. Cara inilah yang dapat menjadi contoh sikap perilaku utama dalam menjunjung tinggi etika berperang (jihad a la Kejawen);"nglurug tanpa bala" dan "menang tanpa ngasorake". Kemenangan ini diraih secara kesatria, tanpa adanya melibatkan banyak orang, tanpa memakan korban pertumpahan darah dan nyawa, serta tidak pernah mempermalukan lawan. Begitulah contoh kesatria sejati. Serat Wedhatama dibuat untuk sebagai pedoman bagi para pemuda untuk menghadapi zaman selanjutnya, dan termasuk zaman sekarang ini yang telah memasuki zaman Kala Surmbaga. Serat Wedhatama merupakan sebuah karya sastra Jawa Kuno yang berisi ajaran tentang kehidupan dan kepemimpinan.

K.G.P.A.A. Mangkunegara IV, merupakan seorang raja dari Kesultanan Mangkunegaran, yang juga dikenal sebagai salah satu tokoh yang mempelajari dan mengamalkan ajaran dalam Serat Wedhatama. Dalam Serat Wedhatama, memiliki manfaat bagi calon pemimpin ataupun para pemimpin, untuk membentuk manusia utama yang diantaranya berkaitan dengan kepemimpinan yang berkaitan dengan kebudayaan tanpa meninggalkan agama yang sebagai tuntunan kehidupan umat manusia di dunia dan terdapat juga ajaran tentang kepemimpinan yang dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang, termasuk dalam upaya pencegahan korupsi.

Serat Wedhatama ini merupakan jawaban dari Jangka Jayabaya ciptaan Prabu Jayabaya (1135-1157) terhadap realitas zaman yang berkaitan erat mengenai kepemimpinan. Ada lima pupuh dalam Serat Wedhatama, yaitu Pangkur, Sinom, Pucung, Gambuh dan Kinanthi. Yang pertama Pangkur menjelaskan cara untuk dapat memiliki identitas atau menjadi pribadi yang baik. Yang kedua Sinom berisi tentang kewajiban, yakni hak dan dasar-dasar spiritual dalam menjalani kehidupan. Yang ketiga Pocung memiliki makna betapa pentingnya perjuangan manusia untuk mendapatkan kekuasaan, kekayaan serta keterampilan untuk memenuhi kebutuhan dasar kehidupan. Yang keempat Gambuh membantu untuk memahami agama yang meliputi sembah catur (raga, cipta, jiwa, rasa). Yang kelima Kinanthi yakni kebijaksanaan yang sangat tinggi

Pada zaman modern saat ini, teknologi dan sains telah sangat berkontribusi untuk mendatangkan kemudahan bagi manusia. Tetapi bukan berarti kemudian dari segala kemudahan yang ada lantas tidak ada kesulitan. Dengan implementasi Serat Wedhatama, kita dapat memiliki peluang untuk membantu membentuk pola pikir dan perilaku para generasi berikutnya untuk terus menyadari kodrat manusia sebagai ciptaan-Nya. Serat Wedhatama ini mengandung tuntunan perilaku yang dapat menjadi landasan strategi pengembangan untuk menciptakan pendidikan karakter yang berbasis budaya lokal, yaitu budaya Jawa (Sumarno, 2012).

Konsep kepemimpinan dan Perkara hidup manusia dalam KGPAA Mangkunegara IV
Konsep kepemimpinan dan Perkara hidup manusia dalam KGPAA Mangkunegara IV

Bagaimana Ajaran Kepemimpinan dalam serat wedhatama dalam upaya pencegahan korupsi?

Ajaran kepemimpinan dalam Serat Wedhatama yakni agar para pemimpin tidak hanya mencari nafkah (kikisane tan lyan amung ngupa boga), tetapi juga memegang teguh aturan dan kewajiban hidup, menjalankan pedoman hidup warisan leluhur dari zaman dahulu kala hingga kelak kemudian hari. Para pemimpin akan disarankan untuk mengasah akal budi, agar dapat berhasil menjadi seorang pemimpin yang terkenal dan budi pekertinya dapat menjadi contoh di masyarakat.

Ada tiga hal dalam pedoman hidup, yaitu wirya, arta, dan winasis. Wirya adalah keluhuran atau kekuasaan, arta adalah harta, dan winasis adalah ilmu pengetahuan. Apabila salah satu dari tiga hal tersebut tidak dapat diraih, maka habislah harga diri manusia yang lebih berharga dari daun jati kering dan pada akhirnya hanya akan mendapatkan derita yakni jadi pengemis dan terlunta-lunta (Wibawa, 2010) Wirya adalah kekuasaan, keluhuran, dan keperwiraan (Mardiwarsito, 1990). Orang yang luhur maerupakan orang yang akan dihormati orang banyak.

Dalam kepemimpinan KGPAA Mangkunegara IV memiliki tiga konsep kepemimpinan, yakni :

  • Nistha yang berarti mikir dirinya sendiri dan kelompoknya sendiri.
  • Madya yang berarti mengetahui kewajiban dengan baik dan hak yang diambil.
  • Utama yang berarti istimewa, tanpa pamrih, yang melampaui keutamaannya

Dalam konsep kepemimpinan KGPAA Mangkunegara IV yang memiliki arti pemimpin menjalankan kewajibannya dengan baik dan berkorban demi kesejahteraan masyarakat yang dipimpinnya tanpa memikirkan hak yang diambil. Dalam kepemimpinan Jawa terdapat kebiasaan yang dapat di terapkan dalam konsep tatanan moral. Terdapat lima poin dalam konsep ini yaitu :

  • Aja Dumeh artinya jangan sombong dan seenaknya dalam memimpin.
  • Aja Gumunan artinya jangan mudah kagum dengan apapun.
  • Aja Kagetan artinya jangan mudah terkejut dengan apapun yang terjadi.
  • Prasojo/Prasaja artinya memiliki kesederhanaan dan selalu berkecukupan.
  • Manjing Ajur Ajer artinya bergabunglah dengan tulus kepada seluruh masyarakat. tidak membeda-bedakan masyarakat dengan kasta.

Didalam kehidupan Jawa batin atau rasa sangatlah berperan, berikut merupakan kemampuan seorang pemimpin yakni menguasai Raos Gesang (Rasa Hidup), oleh Ki Ageng  Surya mentaram yakni menghidupkan rasa. Terdapat empat konsep kemampuan yakni :

  • Bisa rumangsa, ojo rumangsa bisa artinya jangan merasa bisa tetapi bisalah merasa. Seorang pemimpin wajib bisa merasa atau berempati terhadap orang sekitarnya, bukan merasa bisa atau sombong terhadap apa yang dikerjakannya.
  • Angrasa Wani artinya berani dalam bersikap dan mengambil risiko. Seorang pemimpin wajib tegas dalam bertindak dan berani untuk memutuskan sesuatu walaupun keputusan tersebut memiliki risiko.
  • Angrasa Kleru artinya ksatria. Seorang pemimpin wajib berani untuk mengakui kesalahannya terhadap masyarakat dan memperbaiki kesalahannya.
  • Bener Tur Pener artinya kebenaran haruslah diungkapkan dengan cara yang benar.

Seseorang akan dihormati karena kelebihannya, bukan karena kekuasaannya yang sewenang-wenang. Kuasa bukan berarti dapat melakukan apa saja, yang kehendaknya harus dituruti oleh semua orang serta ada yang melayani dimana saja dan kapan saja. Kekuasaan haruslah digunakan dengan sebaik-baiknya. Seseorang memegang legitimate power merupakan pemegang kekuasaan yang sah menurut peraturan perundang-undangan. Itulah amanah yang harus dijalankan dengan sebaik-baiknya. Arta yang memiliki arti sempit yaitu uang. Arta merupakan harta (Purwadi, 2005). Apapun bentuk harta kita, baik itu berupa benda bergerak ataupun tidak bergerak, yang bisa berbunyi ataupun yang tidak bisa berbunyi dapat disebut dengan harta.

Dalam memahami Serat Wedhatama janganlah sekali-kali mengartikan harta sebagai tujuan. Disini harta adalah alat untuk mencapai sebuah tujuan. Keluarga harus mempunyai harta supaya roda kehidupan rumah tangga dapat berjalan dengan lancar, anak-anak gizinya baik dan sekolah sampai selesai serta menjadi orang berguna di kemudian hari.

Winasis berasal dari kata Wasis yang artinya pandai. Winasis berarti orang pandai. Hal pertama, untuk dapat meraih kedudukan yang baik yakni seseorang harus bekerja tanpa mengenal pamrih dimana pun ia berada. Hal kedua, bagaimana orang harus meraih kekayaan yakni dengan kerja keras. Hal ketiga yang harus dicapai yakni kepandaian, atau menuntut ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan. Selanjutnya, pemimpin disarankan agar gemar terbenam dalam kesepian (bertapa), di saat-saat tertentu untuk mempertajam dan membersihkan budi, memenuhi tugasnya sebagai satria, berbuat susila, rendah hati, serta pandai menyejukkan hati pada sesama (Wibawa, 2010). Menurut Mangkunegara IV, seseorang itu haruslah pandai. Tidak mungkin wirya kalau tidak wasis. Untuk dapat menjadi wasis harus punya ilmu, dan menuntut ilmu itu tidaklah gampang.

Dalam Serat Wedhatama tidak tercatat secara spesifik keterkaitan antara Kepemimpinan Serat Wedhatama dengan upaya pencegahan korupsi yang dipimpin oleh KGPAA Mangkunegara IV dalam berbagai referensi yang ada. Tetapi Serat Wedhatama memberikan ajaran tentang perilaku dan cara beretika yang baik untuk menjadi seorang pemimpin yang baik yang mencakup nilai kerendah hatian, sabar, dan taat dalam beragama menurut ajaran Jawa.

Meskipun ajaran ini memiliki nilai moral yang baik tetapi tidak ada referensi langsung yang secara khusus diterapkan untuk upaya pencegahan korupsi. Pencegahan korupsi merupakan tundakan untuk memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya penyelidikan, penyidikan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Sifat kepemimpinan dalam serat whedhatama seperti rendah hati dan sabar yang terdapat dalam kepemimpinan, yang bertujuan untuk menjadikan pemimpin yang meminimalisir korupsi pada pemerintahan dan masa KGPAA Mangkunegara IV.

Kepemimpinan Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV
Kepemimpinan Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV

Mengapa kita perlu ajaran Kepemimpinan Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV ?

Karena ajaran kepemimpinan dalam Serat Wedhatama masih berhubungan dengan kondisi sekarang. Dalam Serat Wedhatama terdapat lima sifat dalam kepemimpinan, yakni :

  • Rendah hati merupakan sikap yang memperhatikan kedudukan orang lain dan menghindari sikap yang rendah hati dan arogan. Kerendahan hati merupakan kualitas sifat yang dapat menarik hati manusia dan membuka kekaguman. Karena tidak pamer dan sombong, tidak melakukan sesuatu yang untuk dipuji, dan tidak merasa lebih dari orang lain. Pemimpin harus memiliki sikap yang rendah hati, pemimpin harus bersikap rendah hati dan tidak mabuk pujian belaka serta tidak menganggap dirinya paling pandai. Ia tidak boleh memiliki sikap suka meremehkan orang lain. Jika memang pandai maka berendah hatilah agar lebih dihormati oleh orang lain. Sebisa mungkin berpura-puralah untuk belum banyak mengerti demi terus belajar agar dapat menjadi semakin pandai. Maka pada akhirnya ia akan memiliki budi yang baik.
  • Waspada merupakan orang yang mampu melihat terjadinya bahaya yang akan menimpanya. Oleh karena itu orang tersebut akan berhati-hati dalam tindakannya. Pemimpin haruslah selalu bersikap waspada dalam situasi apapun dan terhadap siapapun juga yang ada di sekelilingnya karena akan selalu ada bahaya yang mengintainya.
  • Sabar. Seorang pemimpin harus memiliki sifat yang sabar. Seseorang yang sabar memiliki keseimbangan emosi yang baik. Ia tidak akan mudah emosi dan membuat keributan disekitarnya. Seseorang yang selalu membuat keributan dengan orang lain memperlihatkan bahwa ia tidak memiliki keseimbangan emosi yang baik. Orang seperti itu tidak dapat menjadi pemimpin karena seorang pemimipin harus mampu membuat suasana tenang dan senang. Maka dari itu seorang pemimpin haruslah mempunyai keseimbangan emosi yang baik sehingga dapat menciptakan suasana yang tenang. Seorang pemimpin tidak boleh mudah marah dan selalu mengontrol keseimbangan emosinya dalam menghadapi setiap persoalan yang muncul.
  • Taat beragama. Seorang pemimpin harus menjadi pengikut agama yang baik. Karena agama merupakan pedoman hidup. Pemimpin harus percaya terhadap tuhan dan rajin beribadah. Pemimpin harus orang yang taat beragama tercermin dari setiap tindakannya yang berusaha menjalankan perbuatan yang baik serta menghindari perbuatan yang tercela.
  • Berempati. Seorang pemimpin harus berempati, dengan tidak mengutamakan makan dan tidur, tidak berfoya-foya, dan selalu terjaga dari ketidak sadaran diri. Seorang pemimpin harus berempati dengan cara mengekang hawa nafsu, bekerja keras, mematangkan diri dan senantiasa untuk memohon mencapai keinginan.

Ada beberapa kategori kepemimpinan Serat Prmayoga: Rangga Warsifa, yaitu Dharma Manusia dengan Manusia, Manusia dengan Alam. Beberapa kategorinya sebagai berikut :

  • Hanguripi (mewujudkan kehidupan yang baik)
  • Hangrungkepi (berani untuk berkorban)
  • Hangruwat (dapat menyelesaikan masalah)
  • Hangayomi (memiliki perlindungan)
  • Hangurubi (menyala dan memotivasi)
  • Hamemayu (memiliki keindahan, kerukunan, dan harmoni)
  • Hamengkoni (membuat persatuan)
  • Hanata (bisa mengatur)

“Metafora” kepemimpinan “Asta Brata” pada Serat Ramajarwa :R.Ng Yasadipura. Konsep yang kepemimpinan ini yang melahirkan suasana bangsa yang menjaga ketertiban dunia, tidak hanya sekedar kata saja. Konsep kepemimpinan jawa dari Asta Brata yakni seorang pemimpin yakni harus :

  • Ambeging Lintang/Bintang artinya seorang pemimpin harus bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta menjadi teladan bagi masyarakat.
  • Ambeging Suryo/Surya artinya seorang pemimpin harus sabar, bertindak adil, berwibawa terhadap negara serta bangsanya.
  • Ambeging Rembulan/Bulan artinya seorang pemimpin harus menciptakan negara yang damai dan memberikan solusi terhadap masyarakat yang sedang menderita.
  • Ambeging Angina/Angin artinya pemimpin harus mampu untuk memberikan kesejukan dan kedamaian kepada rakyatnya.
  • Ambeging Medhung/Watak Awan artinya seorang pemimpin harus berwibawa, tidak menakutkan, serta berbagi rezeki kepada rakyatnya.
  • Ambeging Geni/Api artinya seorang pemimpin menegakkan keadilan untuk memberantas korupsi yang merajalela, dan memberi hukuman yang setimpal kepada siapapun yang melanggar undang-undang.
  • Ambeging Banyu/Air artinya seorang pemimpin harus memiliki wawasan yang luas, dapat menghadapi berbagai masalah bangsa, dan dapat mententramkan jiwa rakyatnya.
  • Ambeging Bumi artinya seorang pamimpin mampu untuk memberikan SDA dan mineral untuk kesejahteraan seluruh rskyatnya agar rakyat dapat merasakan kemakmuran dan dengan begitu dapat tercipta kedamaian.

Adapun beberapa etika tindakan dokrin dalam kepemimpinan gaya Serat Wedhatama yakni sebagai berikut :

  • Eling lan waspada artinya pemimpin harus mampu untuk selalu mengingat dan berwaspada dengan kejadian uang dialami agar tidak terulang di kemudian hari
  • Awya Mematuh Nalutuh artinya pemimpin mampu untuk menghindari tindakan marah. Jangan pernah marah yang tak terkontrol dan tidak anti kritik, seorang pemimpin mampu menerapkan bahwa ilmunya sebatas mulut, kata-katanya digaibkan, matanya membelakak alinya menjadi satu.
  • Gonyak-ganyuk ngelinhsemi artinya pemimpin mampu untuk tidak berbuat yang tidak sopan saat rapat ataupun di depan umum.
  • Bangkit Ajur Ajer artinya pemimpin mampu untuk bergaul tulus tanpa membeda-bedakan kasta masyarakat.
  • Atetamba yen wus bucik, jangan berobat sudah terluka, artinya tindakan pengaplikasian praxis harus tepat. Pemimpin harus mampu untuk teliti dalam bertindak, selalu merasa kurang, dan buru-buru ingin dianggap pandai.
  • Karene anguwus-uwus uwose tan ana,  mung janjine muring-muring, marah tanpa tahu asal marah, melampiaskan amarah kepada orang lain. Jangan pernah marah yang tidak terkontrol dan anti kritik. Seorang pemimpin harus mampu untuk mengkontrol amarahnya dimanapun, kapanpun, dan menerima kritik.
  • Nggugu Karape Priyangga artinya jangan bertindak semaunya sendiri, jangan egois, pikirkan dengan matang jika ingin bertindak dan bisa menepatkan diri dimanapun. Jangan membuat malu yang memalukan.
  • Mung Ngenaki Tyasing Lyan artinya seorang pemimpin mampu untuk menggunakan pengetahuannya dan berbeda dengan orang lain yang bersikap baik dan hanya sekedar bersikap hormat.
  • Den bisa mbusuki Ujaring Janmi artinya seorang pemimpin perlu untuk berpura-pura bodoh dan menghadapi orang bodoh dengan cara yang baik.

Konsep kepemimpinan dalam Serat Wedhatama adalah kepemimpinan yang religius. Dengan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dikenal istilah sembah catur: sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, dan sembah rasa. Seorang pemimpin yang mendekatkan diri dengan Sang Pencipta melalui keempat sembah tersebut dan berefek pada keyakinannya yang kuat sehingga dapat merealisasikan kebijaksanaan dalam memimpin seluruh anggotanya. Selain bijak, pemimpin yang memiliki religi tinggi akan mampu menciptakan cinta kasih dalam organisasinya.

Profil kepemimpinan yang kuat dalam bermasyarakat juga terdapat dalam Serat Wedhatama yang dikenal dengan istilah amemangun karyenak tyasing sasamayang yang artinya berbuat baik untuk menyenangkan hati sesama. Hubungan antar masyarakat dijaga agar harmoni dan sesuai sehingga terciptalah kedamaian. Konsep kepemimpinan dalam Serat Wedhatama berangkat dari wirya, artadan winasis yang merupakan sebuah pesan luhur dari para leluhur.

Winasis dapat diperoleh dengan belajar bersungguh-sungguh. Ketika winasis sudah dicapai, maka seseorang akan dapat dengan mudah mendapatkan wirya atau kekuasaan. Seorang pemimpin yang sedang berada dalam puncak kekuasaannya harus bisa memegang amanah dengan sebaik-baiknya. Dan yang terakhir adalah arta, yang memiliki arti harta. Dalam memahami Serat Wedhatama jangan sekali-kali mengartikan bahwa harta sebagai tujuan. Disini harta merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan.

KESIMPULAN

Kepemimpinan dalam Serat Medhatama, seorang pemimpin harus mempunya pengetahuan yang luas, jiwa spritual yang tinggi dengan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Selain itu seorang pemimpin harus memilliki sikap yang dapat mengintropeksi diri senya sendiri dengan mencari tahu letak kesalahan dalam dirinya, juga dapat menyenangkan hati sesama sehingga terciptalah kehidupan yang damai. Dengan menerapkan gaya kepemimpinan Serat Wedhatama, maka akan memperkuat seseorang dan siap bersaing dalam era globalisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Sariyatun Sariyatun. (2017). Reaktualisasi Ajaran Kepemimpinan dalam Serat Wedhatama.

Renny Pujiarti, & Sariyatun Sariyatun. (2017). Dekonstruksi Nilai-Nilai Etika dan Moral dalam Serat Wedhatama sebagai Media Pembelajaran Sejarah.

Pratiwi, C. (2018, June 13). Serat Wedhatama Warisan Budaya Jawa.

pos. (2018, September 8). Serat Wedhatama Lengkap Terjemahan Bahasa Indonesia. TIO CHOIRUL; TIO CHOIRUL.

KONSEP KEPEMIMPINAN JAWA K.G.P.A.A. MANGKUNEGARA IV (STUDI TERHADAP SERAT WEDHATAMA) - Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun