Mohon tunggu...
Chetrine Settiana
Chetrine Settiana Mohon Tunggu... Lainnya - -

Halo, Aku Chetrin Settiana Br Purba dengan nim 46121010035 Mahasiswi Psikologi di Universitas Mercu Buana Jakarta. Dengan mata kuliah Pendidikan Anti korupsi dan Etik UMB, dosen pengampu Apollo, Prof. DR, Msi.AK. Selamat membaca artikel yang telah aku buat.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

TB2 - Kepemimpinan Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV dalam Upaya Pencegahan Korupsi

10 November 2023   13:11 Diperbarui: 15 Desember 2023   08:59 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konsep kepemimpinan dan Perkara hidup manusia dalam KGPAA Mangkunegara IV

Karena ajaran kepemimpinan dalam Serat Wedhatama masih berhubungan dengan kondisi sekarang. Dalam Serat Wedhatama terdapat lima sifat dalam kepemimpinan, yakni :

  • Rendah hati merupakan sikap yang memperhatikan kedudukan orang lain dan menghindari sikap yang rendah hati dan arogan. Kerendahan hati merupakan kualitas sifat yang dapat menarik hati manusia dan membuka kekaguman. Karena tidak pamer dan sombong, tidak melakukan sesuatu yang untuk dipuji, dan tidak merasa lebih dari orang lain. Pemimpin harus memiliki sikap yang rendah hati, pemimpin harus bersikap rendah hati dan tidak mabuk pujian belaka serta tidak menganggap dirinya paling pandai. Ia tidak boleh memiliki sikap suka meremehkan orang lain. Jika memang pandai maka berendah hatilah agar lebih dihormati oleh orang lain. Sebisa mungkin berpura-puralah untuk belum banyak mengerti demi terus belajar agar dapat menjadi semakin pandai. Maka pada akhirnya ia akan memiliki budi yang baik.
  • Waspada merupakan orang yang mampu melihat terjadinya bahaya yang akan menimpanya. Oleh karena itu orang tersebut akan berhati-hati dalam tindakannya. Pemimpin haruslah selalu bersikap waspada dalam situasi apapun dan terhadap siapapun juga yang ada di sekelilingnya karena akan selalu ada bahaya yang mengintainya.
  • Sabar. Seorang pemimpin harus memiliki sifat yang sabar. Seseorang yang sabar memiliki keseimbangan emosi yang baik. Ia tidak akan mudah emosi dan membuat keributan disekitarnya. Seseorang yang selalu membuat keributan dengan orang lain memperlihatkan bahwa ia tidak memiliki keseimbangan emosi yang baik. Orang seperti itu tidak dapat menjadi pemimpin karena seorang pemimipin harus mampu membuat suasana tenang dan senang. Maka dari itu seorang pemimpin haruslah mempunyai keseimbangan emosi yang baik sehingga dapat menciptakan suasana yang tenang. Seorang pemimpin tidak boleh mudah marah dan selalu mengontrol keseimbangan emosinya dalam menghadapi setiap persoalan yang muncul.
  • Taat beragama. Seorang pemimpin harus menjadi pengikut agama yang baik. Karena agama merupakan pedoman hidup. Pemimpin harus percaya terhadap tuhan dan rajin beribadah. Pemimpin harus orang yang taat beragama tercermin dari setiap tindakannya yang berusaha menjalankan perbuatan yang baik serta menghindari perbuatan yang tercela.
  • Berempati. Seorang pemimpin harus berempati, dengan tidak mengutamakan makan dan tidur, tidak berfoya-foya, dan selalu terjaga dari ketidak sadaran diri. Seorang pemimpin harus berempati dengan cara mengekang hawa nafsu, bekerja keras, mematangkan diri dan senantiasa untuk memohon mencapai keinginan.

Ada beberapa kategori kepemimpinan Serat Prmayoga: Rangga Warsifa, yaitu Dharma Manusia dengan Manusia, Manusia dengan Alam. Beberapa kategorinya sebagai berikut :

  • Hanguripi (mewujudkan kehidupan yang baik)
  • Hangrungkepi (berani untuk berkorban)
  • Hangruwat (dapat menyelesaikan masalah)
  • Hangayomi (memiliki perlindungan)
  • Hangurubi (menyala dan memotivasi)
  • Hamemayu (memiliki keindahan, kerukunan, dan harmoni)
  • Hamengkoni (membuat persatuan)
  • Hanata (bisa mengatur)

“Metafora” kepemimpinan “Asta Brata” pada Serat Ramajarwa :R.Ng Yasadipura. Konsep yang kepemimpinan ini yang melahirkan suasana bangsa yang menjaga ketertiban dunia, tidak hanya sekedar kata saja. Konsep kepemimpinan jawa dari Asta Brata yakni seorang pemimpin yakni harus :

  • Ambeging Lintang/Bintang artinya seorang pemimpin harus bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta menjadi teladan bagi masyarakat.
  • Ambeging Suryo/Surya artinya seorang pemimpin harus sabar, bertindak adil, berwibawa terhadap negara serta bangsanya.
  • Ambeging Rembulan/Bulan artinya seorang pemimpin harus menciptakan negara yang damai dan memberikan solusi terhadap masyarakat yang sedang menderita.
  • Ambeging Angina/Angin artinya pemimpin harus mampu untuk memberikan kesejukan dan kedamaian kepada rakyatnya.
  • Ambeging Medhung/Watak Awan artinya seorang pemimpin harus berwibawa, tidak menakutkan, serta berbagi rezeki kepada rakyatnya.
  • Ambeging Geni/Api artinya seorang pemimpin menegakkan keadilan untuk memberantas korupsi yang merajalela, dan memberi hukuman yang setimpal kepada siapapun yang melanggar undang-undang.
  • Ambeging Banyu/Air artinya seorang pemimpin harus memiliki wawasan yang luas, dapat menghadapi berbagai masalah bangsa, dan dapat mententramkan jiwa rakyatnya.
  • Ambeging Bumi artinya seorang pamimpin mampu untuk memberikan SDA dan mineral untuk kesejahteraan seluruh rskyatnya agar rakyat dapat merasakan kemakmuran dan dengan begitu dapat tercipta kedamaian.

Adapun beberapa etika tindakan dokrin dalam kepemimpinan gaya Serat Wedhatama yakni sebagai berikut :

  • Eling lan waspada artinya pemimpin harus mampu untuk selalu mengingat dan berwaspada dengan kejadian uang dialami agar tidak terulang di kemudian hari
  • Awya Mematuh Nalutuh artinya pemimpin mampu untuk menghindari tindakan marah. Jangan pernah marah yang tak terkontrol dan tidak anti kritik, seorang pemimpin mampu menerapkan bahwa ilmunya sebatas mulut, kata-katanya digaibkan, matanya membelakak alinya menjadi satu.
  • Gonyak-ganyuk ngelinhsemi artinya pemimpin mampu untuk tidak berbuat yang tidak sopan saat rapat ataupun di depan umum.
  • Bangkit Ajur Ajer artinya pemimpin mampu untuk bergaul tulus tanpa membeda-bedakan kasta masyarakat.
  • Atetamba yen wus bucik, jangan berobat sudah terluka, artinya tindakan pengaplikasian praxis harus tepat. Pemimpin harus mampu untuk teliti dalam bertindak, selalu merasa kurang, dan buru-buru ingin dianggap pandai.
  • Karene anguwus-uwus uwose tan ana,  mung janjine muring-muring, marah tanpa tahu asal marah, melampiaskan amarah kepada orang lain. Jangan pernah marah yang tidak terkontrol dan anti kritik. Seorang pemimpin harus mampu untuk mengkontrol amarahnya dimanapun, kapanpun, dan menerima kritik.
  • Nggugu Karape Priyangga artinya jangan bertindak semaunya sendiri, jangan egois, pikirkan dengan matang jika ingin bertindak dan bisa menepatkan diri dimanapun. Jangan membuat malu yang memalukan.
  • Mung Ngenaki Tyasing Lyan artinya seorang pemimpin mampu untuk menggunakan pengetahuannya dan berbeda dengan orang lain yang bersikap baik dan hanya sekedar bersikap hormat.
  • Den bisa mbusuki Ujaring Janmi artinya seorang pemimpin perlu untuk berpura-pura bodoh dan menghadapi orang bodoh dengan cara yang baik.

Konsep kepemimpinan dalam Serat Wedhatama adalah kepemimpinan yang religius. Dengan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dikenal istilah sembah catur: sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, dan sembah rasa. Seorang pemimpin yang mendekatkan diri dengan Sang Pencipta melalui keempat sembah tersebut dan berefek pada keyakinannya yang kuat sehingga dapat merealisasikan kebijaksanaan dalam memimpin seluruh anggotanya. Selain bijak, pemimpin yang memiliki religi tinggi akan mampu menciptakan cinta kasih dalam organisasinya.

Profil kepemimpinan yang kuat dalam bermasyarakat juga terdapat dalam Serat Wedhatama yang dikenal dengan istilah amemangun karyenak tyasing sasamayang yang artinya berbuat baik untuk menyenangkan hati sesama. Hubungan antar masyarakat dijaga agar harmoni dan sesuai sehingga terciptalah kedamaian. Konsep kepemimpinan dalam Serat Wedhatama berangkat dari wirya, artadan winasis yang merupakan sebuah pesan luhur dari para leluhur.

Winasis dapat diperoleh dengan belajar bersungguh-sungguh. Ketika winasis sudah dicapai, maka seseorang akan dapat dengan mudah mendapatkan wirya atau kekuasaan. Seorang pemimpin yang sedang berada dalam puncak kekuasaannya harus bisa memegang amanah dengan sebaik-baiknya. Dan yang terakhir adalah arta, yang memiliki arti harta. Dalam memahami Serat Wedhatama jangan sekali-kali mengartikan bahwa harta sebagai tujuan. Disini harta merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan.

KESIMPULAN

Kepemimpinan dalam Serat Medhatama, seorang pemimpin harus mempunya pengetahuan yang luas, jiwa spritual yang tinggi dengan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Selain itu seorang pemimpin harus memilliki sikap yang dapat mengintropeksi diri senya sendiri dengan mencari tahu letak kesalahan dalam dirinya, juga dapat menyenangkan hati sesama sehingga terciptalah kehidupan yang damai. Dengan menerapkan gaya kepemimpinan Serat Wedhatama, maka akan memperkuat seseorang dan siap bersaing dalam era globalisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Sariyatun Sariyatun. (2017). Reaktualisasi Ajaran Kepemimpinan dalam Serat Wedhatama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun