Mohon tunggu...
mahmudah nurur rohmah
mahmudah nurur rohmah Mohon Tunggu... -

hanya seorang gadis kecil di keramaian kota yang terkadang menjemukan karena berbagai kepalsuan dibalik percik kebenaran

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Curhat Mahasiswa DO dan Bapak Cincau

5 April 2015   12:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:31 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

aku terdiam mendengarkan penjual tersebut sembari meminum es cincau yang sedari tadi ku pegang.

"lihat mas, daritadi yang lewat sudah bawa minuman di gelas plastik. isinya macam-macam, ada es jus, es kopi, es capuccino, malah yang itu bawanya es krim. kalau terus begini, saya gak kebagian rejeki mas. lha wong jajanan sekarang kan katanya lebih enak, lebih berbumbu dan macam-macam jenisnya. ndak kayak jajan tradisional, itu-itu saja." jelasnya panjang lebar.

"kenapa bapak tidak ganti dagangan?" jawabku sekenanya.

"ya mau ganti bagaimana? lha wong modal bapak cukupnya cuma buat cincau saja. sekarang apa-apa mahal mas." si bapak ikut duduk, "lha masnya jam segini kok ada disini, memangnya ndak kerja? atau anak kuliahan?"

aku tersenyum kecil, "anak kuliahan pak, tapi sudah mau di DO alias dikeluarkan."

si bapak terkejut, "lha kok bisa? masnya nakal tho kalo di kampus?" ujarnya dengan ekspresi polos.

"hahaha.. bukan pak," aku tak sanggup menahan tawa melihat ekspresi sang bapak, "saya ndak ada duit buat lanjut. maklum, bapak ibu cuma nelayan kampung. mau kerja sambil kuliah juga susah pak, jarang ada yang mau menerima pekerja paruh waktu." si bapak mengangguk-angguk, "lagipula.." tambahku, "saya ndak ada keahlian apa-apa, ya beginilah pak, mau jualan juga ndak ada modal."

jalan di depan kami tak jua kunjung sepi, namun tak ada seorangpun yang tertarik untuk mampir minum di gerobak cincau si bapak ini. kami pun terdiam merenung, seakan merasa bahwa nasib malang seakan mempertemukan kami di tempat ini juga.

"lalu.." ujar bapak cincau memecah kediaman, "kenapa tidak ambil beasiswa tho?"

ku garuk kepala yang sama sekali tak gatal, "ada sih pak beasiswanya.." ku tatap mata si bapak, "tapi saya ndak kebagian."

si bapaknya bingung, "emangnya banyak ya orang miskin di kampus? bapak biasanya kalau lihat anak kuliahan, pasti mikir kalau mereka semua anak orang berada. lha wong biaya kuliah itu kan mahal tho mas, disini juga pada kost. hapenya bagus-bagus, kalau beli makan enak-enak, malahan suka nongkrong di kafe-kafe yang harga kopinya saja 20 ribu secangkir."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun