Mengingat pentingnya akan ketersediaan air yang bersih dan berkualitas, maka peningkatan sistem pengelolaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan perlu mendapatkan perhatian yang lebih, pasalnya air dan sanitasi adalah dua kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Setiap adanya aktivitas yang menggunakan air bersih maka pasti ada air yang menjadi limbah. Tidak kurang dari 85% air bersih berubah menjadi air limbah. Sebagai gambaran, apabila satu orang menggunakan 100 liter air perhari untuk minum, mandi, cuci, kakus, maka air yang dibuang menjadi air limbah sekitar 85 liter per hari (Elysia, 2018: 157). Sehingga sistem sanitasi yang layak serta memenuhi standar kesehatan harus segera diterapkan demi mewujudkan kehidupan manusia yang sehat dan berkualitas.
 Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan agenda pembangunan berkelanjutan yang telah disepakati dalam Sidang Umum PBB pada September 2015. Tujuan dari terselenggaranya program ini adalah untuk mewujudkan peningkatan ekonomi dalam masyarakat yang dilakukan secara berkesinambungan. Selain itu, program ini juga bertujuan untuk menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat, kualitas lingkungan hidup serta Pembangunan yang inklusif. Sehingga dapat terlaksana suatu tata kelola yang dapat menjaga peningkatan kualitas hidup dari generasi ke generasi.
Ketersediaan air bersih, pangan dan energi yang menjadi pokok dasar kebutuhan manusia merupakan alasan terciptanya poin ke 6, yaitu air bersih dan sanitasi yang layak. Poin 6 ini bertujuan untuk menjamin ketersediaan, pengelolaan air bersih dan sanitasi berkelanjutan untuk generasi kita dan generasi selanjutnya.
Esai ini dibuat bertujuan untuk memberikan pandangan atau opini penulis terhadap permasalahan yang terjadi dalam penerapan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya pada poin ke-6 yang berkenaan dengan air bersih dan sanitasi yang layak, serta membuka kesadaran pembaca mengenai urgensi dalam mewujudkan air bersih dan sanitasi yang layak.
Empat Dusun di Kecamatan Namorambe, Delitua mulai mengalami krisis air, akibat musim hujan. Pasokan air dari saluran Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) mulai berkurang.
Pada 05 Desember 2024 Mahasiswa/i Universitas Satya Terra Bhinneka melakukan kunjungan wawancara dengan masyarakat Cluster Rumah Pondok Delitua, yang mana pada Rabu, 27 November 2024 Warga Cluster Rumah Pondok merasakan kesulitan akut karena menurunnya pasokan air bersih. Empat desa di Delitua Kecamatan Namorambe, Kabupaten Deli Serdang mulai mengalami krisis air, akibat musim hujan. Pasokan air dari saluran Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) mulai tidak beroperasi. Sejumlah wilayah yang terdampak krisis air adalah Dusun I hingga Dusun IV. Warga Cluster Rumah Pondok mengatakan krisis air tersebut mulai terjadi sejak beberapa pekan terakhir mulai dari 27 November hingga 08 Desember 2024. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh datangnya musim hujan, sehingga debit di mata air di Sungai mengalami kenaikan yang signifikan hingga menyebabkan terjadinya patah pipa air.
"Dampak dari hujan yang turun secara terus menerus menyebabkan banjir dimana-mana. Tapi kami tidak terkena banjirnya, malah kami kena dampak dari banjirnya yaitu, mati air. Jadi selama 2minggu kami tidak ada pasokan air bersih" (Ungkap Bu Messi)
"Karena ada bencana alam di PDAM berastagi yang dimana menjadi keresahan bagi kami yang dapat menyebabkan kesulitan air" (Kata Bu Gita)
"Waktu bencana banjir & longsor kemarin kami gak ada air sama sekali" (Kata Bu Nur)
"Gak ada air saat banjir dan longsor, dan itu terjadi selama 2 minggu"Â (Kata Bu Evi)