Dua bulan ini lagu-lagu JKT48 kembali saya dengarkan. Sebuah algoritma brengsek dari YouTube telah membuat saya terlempar ke masa lalu.
Dulu sekali, saat saya masih kelas tiga SMP, JKT48 juga menjadi idol grup yang saya sukai.
Tidak tahu juga sebenarnya, bagaimana anak umur 14 tahun bisa menyukai idol grup franchise dari Jepang itu.
Namun, kenyataan itu tidak bisa dianulir. Waktu itu saya memang menyukainya, mendengarkan lagunya, bahkan memiliki oshi.
Oshi, merupakan sebutan bagi member yang paling kita sukai. Saat itu oshi saya di JKT48 ialah Beby Chaesara Anadila.
Perempuan yang entah bagaimana mencuri perhatianku dari sekian banyak lainnya. Lagi-lagi aku sulit menjelaskan alasan yang tepat.
Kisah suka dan tidak suka selalu sangat subjektif. Kamu mungkin bisa menyukai seseorang tanpa sebab, dan tiba-tiba hilang pula tanpa kamu tahu alasannya.
Kesukaan saya tidak hanya berhenti di mendengarkan lagu ataupun menanti grup itu konser setiap Minggu pagi di acara musik televisi.
Aku membeli lightstick lewat toko daring. Aku memesannya dalam beberapa warna dan merasa jadi fan yang sejati.
Aku membeli DVD lagu Heavy Rotation, menuliskan angka 48 di seragam futsal, dan masih banyak lagi.
Misalnya, saat aku meracuni teman-teman sekelas, terutama yang laki-laki untuk turut jadi fans JKT48.
Beberapa terpincut saat aku membagi lagu-lagu JKT48 ke kawan, mereka pun langsung mencari oshi mereka masing-masing.
Sempat saya berfikir di momen kelulusan SMP, saya bisa menampilkan seni wotagei, sebuah gerakkan khas dari fan idol grup di Jepang.
Namun, hal itu urung saya lakukan dan hanya membaginya lewat YouTube. Video yang ala kadarnya, tetapi kini jadi saksi bisu bahwa saya sempat sebegitunya dengan JKT48.
Tahun berlalu, saya lulus dari SMP dan beranjak ke SMA. Pelan-pelan hubunganku dengan JKT48 dan Beby seperti melebur.
Lagu-lagunya tidak lagi terdengar, sosial medianya tidak lagi nangkring jadi rekomendasi utama. Singkatnya, saya melupakan JKT48 dan berhenti menyukainya.
Proses melupa itu terjadi hingga aku hampir lulus kuliah. Tujuh tahun tanpa JKT48.
Hingga kemudian, sebuah algoritma YouTube brengsek kembali mengingatkanku akan masa-masa itu.
Sebuah lagu yang terputar di sana, sukses membuatku merasa ingin kembali ke masa-masa itu. Saya terpincut kembali dan lantas mencoba mengulik idol grup itu.
Sebuah kabar yang menyedihkan saya dapat tak lama setelahnya. Beby, oshi  saya yang pertama kali bisa jatuh cinta dengan idol grup ini, telah mengumumkan kelulusannya.
Derai air mata tak terbendung saat detik per detik video itu terputar. Sebuah video yang berisi perpisahan oshi kepada fan.
Kini, dia hanya sedang menunggu konser terakhirnya bersama JKT48 sebelum akhirnya benar-benar berhenti.
Saya seperti menjadi manusia paling bodoh saja. Dulu menyukai seseorang dan meninggalkan, kini saat aku datang kembali, dia sudah keburu pergi.
Kini menjelang hari-hari kelulusannya pada tanggal 18 Desember nanti, saya hanya bisa mengenang hari-hari yang begitu hangat sebagai seorang fan far kepada idola.
Jatuh cinta itu rupanya nyata, meski kita tidak bertemu. Grup idol ini telah membuktikannya. Sebuah hubungan yang tidak mirip fan dan idola ini akan berakhir sebentar lagi.
Dan kemudian kita harus menyadari bersama-sama. Pensiun itu hanya milik PNS, menjadi Wota itu tak mengenal pensiun hahaha.
Terakhir, tentu saja terima kasih untuk Beby JK48 yang sudah menemani waktu-waktu remaja saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H