Keempat, ada 2 kementerian yang hanya mengalami perubahan nomenklatur. Hal ini tidak ada implikasi apa-apa. Hanya ada penambaan lingkup tugas yang lebih luas. Kemterian Kominfo menjadi Komunikasi dan Digial. Kementerian Investasi ditambahkan embel-embel Hilirisasi/Kepala BKPM.
Jika kita cermati struktur kementerian yang dibagi atas 4Â cluster diatas, menurut hemat kami pemekaran kementerian itu masih wajar. Dapat dicermati bahwa setiap kementerian fokus pekerjaannya lebih terukur, kontrol rentang kendali lebih pendek. Beban tugas tidak melebar tetapi sempit dan mendalam. Â Contohnya Kementerian Hukum, fokus persoalan hukum yang rumit seperti jaring laba-laba. Kementerian Hukum tidak perlu lagi mikir seperti masih sebagai Kementerian Hukum dan HAM yang cakupannya sangat lebar, dan rentang kendalinya sangat jauh.
Kementerian Koperasi. Jelaslah fokus urus Koperasi sebagai soko guru perekonomian. Laksanakan amanat UU Koperasi. Tidak perlu lagi pikirannya terbelah mengurus UMKM. Biarlah UMKM diurus oleh Kementerian UMKM. Kata kuncinya fokus program prioritas sesuai denan tupoksinya kementerian.
Oleh karena itu pemekaran 41 Kementerian portofolio dan 7 Kementerian Koordinator masih wajar dan logis dan dapat lebih mudah bagi Presiden untuk menilai Kinerja. Jika Presiden Prabowo bisa memainkan Menkonya bekerja secara tepat, cepat dan quick respons, tersistem dan  subsistem akan dapat bergerak cepat menuju target pemerintahan.Â
Namun secara obyektif, kita melihat ada titik lemah Kabinet Merah Putih Prabowo. Apa itu? Banyaknya Wakil Menteri. Bahkan ada Kementerian yang Wamennya lebih dari satu. Kita mencermati beban SDM dengan penambahan Wamel itu tentu meningkatkan  belanja pemerintah. Tidak sepadan beban biaya dengan tingkat efisiensi dan efektifitas yang ingin dicapai.
Persoalan SDM ini, merupakan fenomena gunung es. Selama ini, kementerian itu sudah punya 3 atau 4 Staf Ahli Menteri, juga punya 5 orang staf khusus yang memposisikan dirinya fasilitasnya selevel eselon 1. Nah Wakil Menteri juga biasanya tidak ketinggalan merekrut staf khusus yang harus dibiayai dari anggaran Kementerian.
Kehadiran Wamen itu terkadang dalam birokrasi kementerian akan menimbulkan dualisme kebijakan. Walaupun tidak terbuka. Tapi itu akan dapat memperlemah dinamika kecepatan atau akselerasi implementasi program. Walaupun tidak tertutup kemungkinan kehadiran Wamen itu akan mempermudah, meringankan, bahkan memberikan penguatan atas kebijakan yang telah ditetapkan kementerian.
Keberadaan Wamen masih proporsional untuk kementerian bersifat vertikal sesuai dengan UU Otonomi Daerah. Karena kementerian vertikal punya Kanwil di Propinsi dan Kandep Kabupaten/Kota, sehingga jangkauan pemantauan kerja dapat dibagi antara Menteri dan Wakil Menteri.
Tetapi bagi Kementerian yang sudah dimekarkan, dengan cakupan program yang lebih sedikit, dan jumlah Pejabat struktural yang lebih ramping, dan keterbatasan sarana, prasarana serta fasilitas yang  harus disiapkan sepertinya keberadaan Wamen tidaklah urgen. Dan umumnya bukan Kementerian vertikal, sehingga tidak ada unit kerja langsung di Propinsi, maupun Kab/Kota.
Demikian juga halnya Wamen di 7 Kemenko, dikhawatirkan tugasnya tidak optimal, karena Kemenko non portofolio, dan jumlah kementerian yang dikoordinasikan lebih sedikit. Pengalaman saya sebagai Deputi di salah satu Kemenko 10 tahun yang lalu, banyak formasi eselon 3 dan 4 yang tidak di isi, karena belum dibutuhkan, padahal kotak strukturnya tersedia. Demikian juga load kerja pejabat struktural eselon 1, SAM, ASDEP, serta Kepala Bagian/Bidang di Kemenko tidaklah optimal. Apalagi Kemenko juga punya formasi staf khusus, yang terkadang kekuasaannya dapat melampaui pejabat organik/Deputi.
Disamping akan tersitanya waktu dalam pengisian struktur baru birokrasi kementerian yang mekar maupun perubahan nomenklatur yang hitungan saya belum dapat dipastikan dalam 6 bulan selesai. Belum lagi persoalan alokasi anggaran (APBN) yang harus dibagi-bagi dengan plafon anggaran yang terbatas. Kue yang terbatas diperebutkan oleh banyak birokrat, apalagi birokrat yang baru terlibat dalam percaturan perjuangan anggaran tentu energi perjuangannya lebih besar.