Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Spirit JHT dalam UU SJSN

30 November 2022   00:19 Diperbarui: 30 November 2022   00:28 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah dan DPR saat ini sedang membahas RUU P2SK, dengan menggunakan metode omnibus law. Salah satu UU yang disasar adalah UU SJSN yaitu terkait program JHT.

Pasal 185 RUU P2SK merevisi Pasal 36 UU SJSN dengan menempatkan iuran JHT pada dua akun, yaitu Akun Utama (AU) dan Akun Tambahan (AT), dengan ketentuan iuran JHT yang ditempatkan di AU harus lebih besar daripada iuran yang ditempatkan di AT.

RUU P2SK  yang merevisi UU SJSN pasal 36 dan 38  tidaklah tepat. Sebab UU SJSN adalah bersifat Lex spesialis. Tidak bisa RUU P2SK begitu saja mengobok-ngobok UU SJSN. kalau ingin ada perubahan kebijakan negara, UU SJSN nya saja yang di revisi secara komprehensif.

Apalagi kalau kita cermati, dalam pasal 185 RUU P2SK, berpotensi untuk menyelamatkan kepentingan pemerintah dengan mendapatkan dana segar JHT dalam jangka panjang, tanpa diganggu dengan "kebisingan" pekerja.

Dimana kepentingan pemerintah soal akun ini? Dapat diduga bahwa AU dimaksud untuk menampung dana 3,7% yang berasal dari pemberi kerja, dan AT untuk menampung dana  2% yang berasal dari  pekerja.

Jika pekerja di PHK, ingin ambil JHT ya ambilah dari yang 2% saja. Tentu jumlah itu  jauh lebih kecil dibandingkan jika didapat dari 5,7% upah/gaji pekerja. Dugaan saya pekerja menolak. Kompensasi JKP  saja, pekerja tidak mau JHT nya ditahan. Apalagi hanya diberikan dengan plafon 2% dari upah di AT.

Pasal 185 RUU P2SK  akan memicu lagi "kemarahan"  pekerja. Seolah Pemerintah dan DPR kehilangan inovasi untuk menyelesaikan persoalan JHT.

Demikian juga halnya, Pasal 185 RUU P2SK, yang mengubah Pasal 38 Ayat (1) UU SJSN, membatasi nilai upah sebagai basis perhitungan iuran JHT, justru akan menjadi masalah bagi pekerja mendapatkan manfaat JHT lebih besar lagi. Pembatasan itu mengesankan memberikan perlindungan kepada pemberi kerja yang kontribusi premi JHT lebih besar yaitu 3,7% dari upah/gaji pekerja.

Rekomendasi

Dengan landasan berpikir yang telah diuraikan diatas, dengan memotret kondisi objektif dikalangan pekerja yang memerlukan waktu untuk terbangunnya maturitas sesuai dengan amanat UU SJSN,  maka untuk kepentingan yang lebih besar dan mengedepankan Keadilan Sosial dan Perlindungan Sosial bagi pekerja, direkomendasikan sebagai berikut:

  • Mencabut Pasal 185 dari RUU P2SK, karena ada persoalan konflik kepentingan antara Pemerintah dengan pekerja, serta komplikasi hukum karena merubah Pasal-Pasal JHT dalam UU SJSN yang bersifat Lex spesialis.

  • Jika Program JHT ingin diterapkan sesuai dengan UU SJSN, Pemerintah harus membuat skema Perlindungan Sosial bagi pekerja yang di PHK  dengan kompensasi  dana yang sepadan, merata dan sesuai dengan kebutuhan hidup yang layak, sampai dengan pekerja kembali masuk kedalam lapangan pekerjaan  atau hidup secara mandiri.

  • Mengupayakan agar pengusaha/pemberi kerja menghindari PHK, dengan berbagai insentif dan kemudahan dalam menjalankan usahanya. Sehingga dana JHT tetap terjaga, dan dapat digunakan untuk investasi jangka panjang.

  • Program JHT bersifat tabungan wajib. Maka setiap pekerja mendapatkan personal account ( cukup satu akun), agar memudahkan pembukuan dan akuntabilitas pengelolaan dananya.

  • Skema JHT dapat bersifat Top up bagi pekerja, dengan menambahkan persentase dari upah melebihi kewajibannya, agar pekerja  mendapatkan dana JHT yang lebih besar pada saat hari tua (pensiun), meninggal dunia atau cacat total tepat.
  •  
  • Terkait dengan poin 5, maka PP yang mengatur tentang JHT, dengan mengacu  Pasal 38 UU SJSN  ayat (1) "Besarnya iuran jaminan hari tua untuk peserta penerima upah ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari upah atau penghasilan tertentu yang ditanggung bersama oleh pemberi kerja dan pekerja",  dapat dibunyikan bahwa persentase tertentu itu untuk pekerja disebutkan " sekurang-kurangnya 2% dari upah/gaji". 

  • Dengan demikian pekerja dapat membayarkan premi JHT nya melebihi 2%, dan bisa ditambahkan secara periodik.  Demikian juga  kewajiban pemberi kerja sekurang-kurangnya 3,7%  dari upah/gaji.  Jika ingin  menambahkannya juga memungknkan.

Dengan keenam rekomendasi itu, maka berbagai persoalan yang menyangkut hak-hak normatif pekerja dapat diselesaikan. Pemerintah akan mendapatkan dukungan pekerja dan pemberi kerja dalam melaksanakana berbagai kebijakan pembangunan  yang mengedepankan Keadilan Sosial. Keadilan Sosial merupakan jembatan emas menuju Kesejahteraan Sosial masyarakat, sebagaimana diamanatkan dalam UU Dasar 1945.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun