Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Urgensi RUU Kesehatan (Omnibus Law)

25 November 2022   17:17 Diperbarui: 25 November 2022   17:28 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal yang sama terjadi pada penyusunan Draft RUU P2SK, pada pasal 185, yang merombak akun peserta JHT menjadi dua akun yaitu Akun Utama (AU)  dan Akun Tambahan (AT). Konsep JHT dalam RUU itu merombak konsep JHT yang sudah dibahas dalam Naskah Akademik UU SJSN bagaimana seharusnya filosofi JHT itu.

Filosofi itu ditabrak  dalam RUU P2SK, untuk kepentingan pragmatis pemerintah yang menghindar dari desakan dan protes buruh yang hanya mau JHT dapat diambil sebulan sesudah di PHK. Jalan memutar yang dibuat melalui RUU P2SK, tidak akan menyelesaikan masalah, karena buruh akan keberatan. Dua akun itu akan menimbulkan kecurigaan buruh. Akun Utama (AU), diduga bersumber dari kontribusi pemberi kerja (3,7% dari upah) dan Akun Tambahan (AT), bersumber dari dari pekerja (2%).

UU SJSN tidak mengenal pemisahan akun dimaksud, dan sudah di_blended_ sebagai tabungan pekerja yang uangnya berasal dari pekerja dan pemberi kerja 5,7%. Tidak tepat jika RUU P2SK itu ( generalis) mempreteli UU SJSN yang spesialis.

Kita menyimak video Raker dengan Menkes, dan RDP dengan BKKBN,  BPOM, BPJS kesehatan dan DJSN pada tanggal 22 November 2022 terkait dengan RUU Kesehatan (Omnibus law).

Paparan Wamenkes menarik. Menjelaskan tentang 6 Pilar Transformasi Sistem Kesehatan yang mencakup Pelayanan Kesehatan Primer, Pelayanan Kesehatan Rujukan, Sistem Ketahanan Kesehatan, Sistem Pembiayaan Kesehatan,  SDM Kesehatan, dan Teknologi Kesehatan.

6 Pilar Transformasi Sistem Kesehatan itu, merupakan arsitektur kesehatan yang dalam rangka RPJM akan dicapai pada tahun 2024. Tidak ada keluhan dari Wamenkes untuk melaksanakan ke 6 pilar trasnformasi sistem kesehatan itu, semuanya sudah dapat diakomodir dengan regulasi yang ada.

Dalam pelaksanaannya Menteri dapat menerbitkan Permenkes dan Kepmenkes. Bahkan dalam APBN 2023 sudah dianggarkan sekitar Rp. 90 triliun APBN sektor kesehatan.

Wamenkes tidak membahas NA RUU Kesehatan, demikian juga pihak BPJS Kesehatan, dan DJSN karena belum menerima atau mengetahui NA RUU Kesehatan (Omnibus law).

Bahkan ada salah seorang anggota DPR (Baleg), meminta Draft  RUU Kesehatan kepada pemerintah (Kemenkes), dan langsung dijelaskan oleh Pimpinan Sidang bahwa RUU Kesehatan ini inisiatif DPR (Baleg), dan NA/Draft RUU sedang disusun oleh Baleg DPR.

Dengan demikian draft NA dan RUU Kesehatan (_Omnibus law_) yang beredar selama ini tidak benar. Karena pihak DPR (Baleg) dalam forum Raker dan RDP dengan Menkes, BKKBN, BPOM, BPJS Kesehatan dan DJSN menyatakan Draft RUU sedang disusun.

Saran kepada Baleg DPR

  • Sebagai pihak yang mengajukan  (inisiatif) pembentukan RUU Kesehatan (Omnibus law), yang menggabungkan UU diluar sektor Kesehatan yang sudah masuk short list Baleg, sebaiknya dibatalkan saja, karena belum tentu lebih baik dari UU eksisting, bahkan menimbulkan komplikasi regulasi, dan keresahan di kalangan stakeholder kesehatan.
  •  Target dari RUU Kesehatan sebagaimana yang disampaikan Pimpinan Baleg DPR dalam Raker dan RDP dengan Menkes, BKKBN, BPOM, BPJS Kesehatan dan DJSN adalah terbentuknya Komite Kebijakan Kesehatan, tidak jelas arah dan tujuan, serta menimbulkan keruwetan birokrasi baru. Kemenko PMK sudah memadai untuk mengkoordinasikan kebijakan, dengan penambahan wewenang oleh Presiden. Tidak apel to apel membandingkan antara Komite Kebijakan Keuangan dengan harus terbentuknya Komite Kebijakan Kesehatan.
  • Pemerintah dalam hal ini Kemenkes harus dapat meyakinkan DPR bahwa skala prioritas tugas Kemenkes sesuai dengan RPJM 2022 -2024 adalah melaksanakan 6 Pilar Transformasi Sistem Kesehatan. dengan parameter kualitatif dan kuantitatif yang telah dirumuskan. Serta sudah didukung dengan APBN 2023.
  • Terkait eksistensi BPJS Kesehatan dalam melaksanakan UU SJSN dan UU BPJS, memang perlu direview. Termasuk BPJS Ketenagakerjaan dan DJSN.
  • DJSN sudah menyiapkan kajian  draft RUU Sistem dan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Nasional sebagai  Omnibus law  UU SJSN dan UU BPJS, yang setiap saat diperlukan dapat disajikan oleh DJSN.
  • Sebaiknya pihak baleg DPR, menyelesaikan RUU Tentang Kafarmasian dan Pengawasan Obat dan Makanan yang juga masuk dalam Short list  Baleg, mengingat kasus Gagal Ginjal Akut yang menimbulkan korban meninggal ratusan anak-anak, merupakan persoalan pengaturan produksi, distribusi dan penggunaan  obat dan mekanisme pengawasan BPOM yang ternyata banyak kelemahannya secara regulasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun