Suatu alasan yang diragukan, karena bansos dengan belanja item telur disamping yang lain sudah lama dilakukan Kementerian Sosial, tapi tidak ada lonjakan harga telur ayam. Mendag menjanjikan dalam 3 minggu harga telur kembali normal, terlalu lama Pak Menteri. Itu pun kalau benar kembali normal.
Bantalan sosial
Istilah bantalan sosial sering muncul jika Pemerintah membuat kebijakan untuk menaikkan BBM. Sekarang ini bantalan sosial dimaksud adalah berupa bantuan sosial kepada kelompok masyarakat miskin dan tidak mampu yang sangat berat terpukul dengan dinaikkannya harga BBM. Angkanya sudah ditetapkan sebesar Rp 24.17 triliun.
Ada tiga macam bantuan yang akan diberikan oleh pemerintah. Pertama, bantalan sosial tambahan yang akan diberikan kepada 20,65 juta kelompok atau keluarga penerima manfaat (KPM) dalam bentuk bantuan langsung tunai pengalihan subsidi BBM sebesar Rp 12,4 triliun.Â
Bantuan untuk kelompok ini dianggarkan sebesar Rp 12,4 triliun, yang akan diarahkan oleh kementerian Sosial sebesar Rp 150.000 per KPM selama empat kali, yang akan dibayarkan melalui saluran kantor POS di seluruh Indonesia.
Kedua, Presiden Joko Widodo memberikan instruksi untuk memberikan bantuan kepada 16 juta pekerja yang memiliki gaji maksimum Rp 3,5 juta per bulan. Bantuan yang akan diberikan sebesar Rp 600.000, dengan total anggarannya sebanyak Rp 9,6 triliun.
Ketiga, Presiden Jokowi meminta Pemerintah Daerah untuk melindungi daya beli masyarakat, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan diinstruksikan untuk menerbitkan aturan, yang mana aturan tersebut berisikan, sebanyak 2% dari dana transfer umum yakni Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi hasil (DBH) akan diberikan kepada rakyat dalam bentuk subsidi.
Bantuan tersebut akan diberikan kepada masyarakat yang bekerja di sektor transportasi, misalnya angkutan umum, ojek, dan juga nelayan, serta untuk bantuan perlindungan sosial tambahan.
Tiga model bantuan social itu diatas kertas bagus-bagus saja. Tetapi ada persoalan mendasar tentang bansos ini yang sampai sekarang juga masih belum tuntas. Pertama adalah Sistem Data Terpadu untuk penerima bansos itu apakah sudah akurat sebagai hasil verifikasi dan validasi yang dapat diandalkan. Kedua; Koordinasi Pemda Kabupaten/Kota dengan Kementerian Sosial yang belakangan ini sedang tidak baik baik saja. Antara lain keterlibatan OPD Kab/Kota dalam mekanisme penyaluran.
Sepanjang persoalan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial yang dibangun Kemensos dulunya warisan dari TNP2K untuk BLT pertama masa Presiden SBY, dilanjutkan untuk peserta PBI, sudah mengalami beberapa kali perbaikan (verifikasi dan validasi) tapi belum tuntas juga berbuah adanya temuan BPK.
Temuan BPK tahun 2021, merupakan fakta yang tidak terbantahkan atas banyaknya salah sasaran bansos yang diberikan. Demikian juga jika persoalan koordinasi dengan Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota tidak dikonsolidasikan dengan baik, akan terulang lagi temuan yang sama dari audit BPK.