Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Akreditasi Klinik Pratama, Antara Kewajiban dan Kelayakan

17 Agustus 2022   23:57 Diperbarui: 18 Agustus 2022   17:52 2277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak era JKN, memang Puskesmas yang paling merasakan manfaat JKN dengan mendapatkan kapitasi dengan cakupan peserta kapitasi yang luas (gemuk), juga mendapatkan dana APBD sebagai biaya operasional Puskesmas.

Karena Perpres JKN bunyinya Puskesmas wajib menjadi mitra BPJS Kesehatan bagaimanapun kapasitas dan kapabilitasnya, dan mendapatkan kapitasi Rp. 6.000/POPB (PerOrang PerBulan).

Perlu diketahui, perintah UU SJSN, BPJS Kesehatan itu bekerja sama dengan Faskes bersifat sukarela. Sudah saatnya Perpres JKN direvisi menyesuaikan dengan amanat UU SJSN, dan faskes sektor swasta saat ini sudah siap dan berminat untuk bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

Persoalan yang dihadapi Klinik Pratama saat ini adalah terbatasnya SDM baik jumlah maupun kompetensinya. Walaupun klinik tersebut berupaya meningkatkan kualitas pelayanannya untuk kepuasan pasien.

Banyak Klinik Pratama yang mengeluh, sudah mempersiapkan Klinik Pratama dengan baik dan standar, mengangkat tenaga medis dan non medis sesuai kebutuhan, tetapi pada saat diajukan bekerja sama dengan BPJS Kesehatan hanya mendapatkan quota kapitasi di bawah 5.000 peserta, bahkan ada yang hanya 1.000 peserta. Puskesmas di depan mata cakupan kapitasinya bisa sampai 50.000 peserta.

Menurut pihak BPJS Kesehatan, sulitnya redistribusi peserta kapitasi dari Puskesmas ke klinik terbentur pada kesulitan mendapatkan rekomendasi dari dinas kesehatan setempat.

Persoalan redistribusi kapitasi ini, harus segera ada solusi. Kemenkes harus turun tangan mengadvokasi Pemda Kabupaten/Kota supaya dapat dicari jalan keluar yang adil.

Jika redistribusi kapitasi dapat berjalan baik dan adil, maka Klinik Pratama akan mendapatkan biaya yang cukup untuk menjalankan operasional kliniknya sesuai dengan standar yang diinginkan. Menurut info saat ini baru dilakukan uji coba di Bali di dua kabupaten Klungkung dan Singaraja.

Adanya kewajiban akreditasi bagi Klinik Pratama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan tentu mendorong Klinik Pratama untuk berbenah diri. Tetapi disisi lain persoalan cakupan kapitasi (JKN) pihak BPJS Kesehatan harus proaktif juga berkolaborasi dengan dinkes setempat demi peningkatan cakupan dan mutu pelayanan primer bagi peserta JKN.

Jika cakupan kapitasi itu proporsional dan sesuai dengan nilai keekonomian, maka Klinik Pratama tentu cukup punya biaya untuk diakreditasi serta persiapan persyaratan yang harus dipenuhi untuk suatu akreditasi faskes primer.

Diharapkan Kemenkes tidak berlama-lama menetapkan LPA yang sudah memenuhi syarat sebagai Penyelenggara Akreditasi Primer (PKLU). 13 LPA yang ada saat ini termasuk Lafkespri (Lembaga akreditasi faskes primer), sudah mempersiapkan sistem teknologi informasinya, termasuk web Lafkespri dan LMS (Learning Management System) sebagai wadah komunikasi dengan para surveior yang sudah bergabung dengan Lafkespri dan calon surveior.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun