Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Faskes Primer sebagai Gatekeeper

23 Mei 2022   23:31 Diperbarui: 24 Mei 2022   18:15 1577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FTKP). Foto: Kompas.com/Labib Zamani

Penjelasan Menkes itu sangatlah tepat, dan dapat disederhanakan dengan satu kata kunci "Layanan Primer sebagai Gatekeeper".

Pemerintah menyadari, bahwa Sistem Kesehatan tidak cukup dan tidak mungkin selesai di Layanan Primer. Kelima transformasi sistem kesehatan lainnya sangat diperlukan dalam bentuk; Layanan Rujukan, Sistem Ketahanan Kesehatan, Sistem Pembiayaan Kesehatan, penguatan SDM Kesehatan dan pengembangan Teknologi Kesehatan.

JKN merupakan program strategis yang diatur dalam UU SJSN dan UU BPJS, untuk memperbaiki dan memperkuat Layanan Primer dan Rujukan dengan pola pembiayaan melalui sistem iuran peserta JKN (Contribution base). Memang JKN lebih difokuskan pada UKP sebagai bentuk pelayanan kuratif, walaupun ada  upaya promotif dan preventif tapi dalam skala kecil dan perorangan. Skala besar (masyarakat)  masih menjadi tanggung jawab pemerintah melalui berbagai program UKM.

Agar fungsi Gatekeeper di Faskes Primer dapat maksimal dalam Transformasi Sistem kesehatan, maka struktur pembiayaan kesehatan dalam APBN maupun APBD perlu  dilakukan review, untuk menuju  masyarakat Indonesia yang sehat.

Ada dua pertanyaan penting yang perlu segera dijawab. Pertama; Apakah proporsi pembiayaan kesehatan dalam APBN dan APBD sektor kesehatan sudah menempatkan upaya promotif dan preventif secara proporsional? Kedua; Apakah perintah UU 36/2009 tentang Kesehatan yang mewajibkan 5% dari APBN digunakan untuk sektor kesehatan sudah dilaksanakan?

Pertanyaan pertama, semua aparatur kesehatan di pusat maupun di daerah akan memberikan jawaban yang sama. Belum proporsional. Program Promkes (promotif dan preventif) akan "dikalahkan" jika berhadapan dengan program kuratif dan rehabilitatif.

Bahkan dalam perencanaannya saja, alokasi Promkes jauh lebih kecil dibandingkan Layanan Rujukan. Hal ini karena unit cost komponen Layanan Rujukan lebih besar, dibarengi dengan pasien ke rumah sakit meningkat tajam sejak era JKN, kecuali 2 tahun terakhir karena wabah Covid-19.

Potret APBN Sektor kesehatan itu, juga mewarnai APBD Sektor kesehatan di Propinsi dan Kabupaten/Kota yang menganggarkan minimal  10% dari APBD di luar gaji, untuk sektor kesehatan.

Lantas, sesuai dengan pertanyaan kedua, alokasi 5% dari APBN sektor kesehatan apakah secara nyata digunakan untuk sektor kesehatan?

Mari kita cermati, belanja APBN di sektor kesehatan. 5% dari APBN 2021 ( Rp 2.750 triliun) , berarti sebesar Rp. 137,5 Triliun. Dari alokasi sebesar Rp. 137.5 Triliun, lebih dari Rp. 40 Triliun digunakan untuk belanja Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN untuk orang miskin dan tidak mampu sesuai  amanat UU SJSN, bukan mengacu pada UU Kesehatan.

Idealnya PBI JKN  dalam struktur Perlindungan Sosial APBN bukan dimasukkan pada sektor kesehatan tetapi sektor jaminan sosial yang sampai saat ini Kementerian Keuangan belum mencantumkan  nomenklatur itu, padahal ada dalam UU SJSN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun