Masih dalam dugaan, lanjut Ketut, kelangkaan ini akibat oknum yang menimbun minyak goreng dalam jumlah besar. "Oleh karena itu, kami beserta jajaran juga sedang mencari di mana letak simpulnya ini (minyak goreng langka), apakah ada yang menimbun. Dan memang ada beberapa hal seperti temuan Satgas Pangan di Sumatera Utara, termasuk di Kalimantan, dan sebagainya," ujar Ketut.
Senada dengan Ketut, pejabat Kemendag lainnya, Inspektur Jenderal Kementerian Perdagangan, Didid Noordiatmoko juga mengaku tak bisa menjawab alasan pasti kenapa minyak goreng bisa hilang dari pasaran. Ketika ditanya mengapa kelangkaan minyak goreng ini berlarut-larut, Didid mengatakan ini lantaran kompleksnya persoalan dari hulu hingga ke hilir. Padahal hasil riset menyebutkan kebutuhan minyak goreng per orang hanya 0,8-1 liter per bulan. Artinya, kini banyak rumah tangga menyetok minyak goreng.
"Tapi ini baru terindikasi (warga menimbun minyak goreng di rumah)," kata dia saat kunjungan kerja ke Palembang baru-baru ini. Benarkah demikian?
Kondisi di masyarakat
Setiap hari televisi dan media sosial, memberitakan kelangkaan minyak gorang. Emak-emak mengantri panjang untuk mendapatkan minyak goreng murah, berakhir ludes walaupun banyak yang belum kebagian. Bahkan ada yang saling berebutan kupon. Kupon tersedia 250 kupon, yang datang seribuan orang lebih, akhirnya dibatalkan. Kita miris sekali melihatnya.
Anehnya, di pasaran bukan tidak ada minyak goreng secara total. Tersedia dengan harga diatas HET, antara 17 ribu bahkan 20 ribu per liter. Â Bagaimana kita tidak miris melihat suasana antri emak-emak itu, berjuang untuk mendapat 1 atau 2 liter minyak goreng dengan selisih harga 3.000 sampai dengan 6000. rupiah.
Sebagai penyelenggara negara yang diberikan tugas menangani perdagangan, lebih banyak bingungnya menghadapi persoalan minyak gorang, tidak dapat diterima oleh akal sehat. Para pejabat yang bekerja di kementerian  Perdagangan tentu sudah paham perilaku pasar. perilaku pedagang, perilaku pembeli dan perilaku birokrasi di kementerian itu sendiri.
Mereka yang diangkat dalam jabatan struktural karier Direktur, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal, Inspektur bukanlah anak kemarin sore. Kelangkaan komoditi sembako bukanlah sesuatu yang baru. Mereka pasti sudah tau pola nya. Siapa yang bermain. Apakah ada peng-peng, dikepala mereka sudah ada jawabannya.
Ada beberapa persoalan mulai dari hulu sampai ke hilir yang menjadi perhatian masyarakat. Pada tingkat produsen apakah DMO yang disepakati itu dilaksanakan atau tidak. Karena menggunakan HET yang ditetapkan Pemerintah.  Diatas kertas iya, di lapangan apakah pihak satgas  melakukan pengawasan terhadap produksi minyak goreng? Jangan -- jangan masuk pabrik saja dipersulit, atau dibolehkan masuk pasang kaca mata kuda?
Jika di kalangan produsen sudah clear and clean, tentu lebih mudah menyisirnya di jaringan distribusi. Mereka yang sebagai distributor, agen, sub agen, Â pasti sudah tercatat dan terdata stok quota yang diperolehnya, tentu sekalian dengan price list nya.
Satgas Pangan Polri menemukan, kelangkaan minyak goreng terjadi karena pelaku usaha menahan stok. "Ditemukan pelaku usaha yang menahan stok, karena membeli sebelumnya dengan harga lama yang lebih mahal dari harga baru," ujar Ketua Satgas Pangan Polri Irjen Helmy Santika dalam keterangan tertulis, Jumat (4/3/2022).