Dalam UU Fakir Miskin sudah lebih rinci apa saja yang harus dilakukan Kementerian Sosial, Kementerian lainnya yang terkait, dan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Termasuk didalamnya pendataan Fakir Miskin yang  terpadu antara pusat dan daerah, dan antar kementerian.
Hierarki regulasinya sudah jelas. Ada perintah/amanat dalam UU Dasar 1945 (Pasal 34), dilanjutkan dengan terbitnya UU No. Â 6 Tahun 1974, Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, yang secara operasional UU itu menugaskan pemerintah untuk diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.
Dengan acuan UU 6/1974, Penanganan Fakir Miskin dilaksanakan oleh satu unit Direktorat teknis, di bawah naungan Direktorat Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial.
Karena UU Nomor 6/1974 tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi dan perkembangan lingkungan strategis masyarakat Indonesia, disempurnakan dengan terbitnya UU Nomor 11/2009 Tentang Kesejahteraan Sosial, yang di dalamnya tercantum  norma-norma terkait kemiskinan pada Bab IV, pasal 19 sampai dengan 22.  UU itu menempatkan Penanganan Kemiskinan sebagai salah satu pilar Pembangunan kesejahteraan Sosial, bersama pilar Pemberdayaan Sosial, Rehabilitasi Sosial, Perlindungan dan Jaminan Sosial dan Badan Penelitian/pelatihan Kessos, serta penyuluhan sosial.
Pilar-pilar itu diakomodir Presiden Jokowi pada  kelembagaan kementerian sosial dalam Perpres 46/2015, pasal 4 yang menetapkan  level pejabat yang menangani Fakir Miskin itu pejabat struktural level eselon 1, yaitu Direktorat Jenderal Penanganan Fakir Miskin (PFM) Â
Direktorat Jenderal PFM punya tanggung jawab merumuskan kebijakan operasional Penanganan Fakir Miskin, harus berkolaborasi dengan sektor kementerian lainnya yang beririsan tugas, serta berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah dalam kerangka otonomi daerah, dihubungkan dengan tugas pembantuan dan dekonsentrasi.
Saat ini, Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Program UEP-KUBE, Rutilahu,  masih menjadi unggulan dan dapat mencegah keparahan kemiskinan atau extreme poverty,  terutama masa  Pandemi Covid-19 yang masih belum berakhir.
Keppres 46/2015 adalah Keppres yang ditandatangani oleh Presiden Jokowi. Dalam Keppres itu komitmen Presiden  sangat kuat menghadirkan urusan penanganan fakir miskin di Kemensos pada level Direktorat Jenderal ( eselon 1).
Waktu itu Mensos nya  Khofifah Parawansa, yang sekarang Gubernur Jawa Timur. Khofifah menyadari betul bahwa penanganan fakir miskin yang diamanatkan UU Dasar 1945, menjadi tugas pokok Kemensos yang sudah dilaksanakan puluhan tahun pada level satu unit Direktorat PFM.
Kita lihat sebelumnya, ada Keppres Nomor 24/2010, Tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon 1 Kementerian Negara.
Pada pasal 458 menyebutkan Susunan organisasi eselon I Kementerian Sosial terdiri atas: a. Sekretariat Jenderal; b. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial; c. Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial; d. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan; e. Inspektorat Jenderal; f. Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial; g. Staf Ahli Bidang Otonomi Daerah; h. Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga; i. Staf Ahli Bidang Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial; j. Staf Ahli Bidang Dampak Sosial; k. Staf Ahli Bidang Integrasi Sosial.