Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Rawat Inap Kelas Standar dalam Perspektif SJSN

16 Desember 2021   09:44 Diperbarui: 16 Desember 2021   09:53 536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan ini di berbagai media banyak dibincangkan tentang KRIS, yaitu Kelas Rawat Inap Standar, yang dipublikasikan akan diterapkan pada tahun 2022 secara bertahap.  Dan harus tuntas pada awal 2023.

Pihak DJSN sudah memberikan informasi terkait rencana KRIS tersebut, kaitannya dengan ada dua kelompok besar penerima manfaat JKN, yaitu PBI (Penerima Bantuan Iuran), dan Non PBI ( bukan Penerima Bantuan alias mandir atau dibayarkan pemberi kerja dan pekerja secara sharing, bagi pekerja yang mempunyai hubungan kerja). Juga sudah disimulasikan kriteria dan batasan kelas standar dimaksud, dan implikasinya dengan perubahan besaran iuran sesuai dengan perubahan kelas itu.

Dari berbagai gagasan dan pemikiran para ahli jaminan social yang berhimpun di DJSN, sesuai dengan fungsinya, merumuskan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan SJSN.
Fungsi DJSN ini dimaknai  sebagai fungsi perumusan kebijakan makro untuk penyelenggaraan SJSN yang mencakup kebijakan kepesertaan, iuran, dan manfaat masing-masing program jaminan sosial. Kebijakan makro tersebut dijadikan pedoman oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dalam menyusun kebijakan operasional dan sekaligus dijadikan parameter untuk mengevaluasi penyelenggaraan SJSN (Pasal 7 Ayat 2 UU SJSN).

Keharusan menggunakan rawat inap kelas standar bagi  peserta JKN yang dirawat inap oleh RS  yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, diperintahkan dalam UU SJSN, Pasal 23 ayat (4) : "Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas pelayanan di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar".

Dalam perjalanannya, karena pihak Kementerian Kesehatan belum siap untuk menyiapkan kelas standar dimaksud, maka dalam Perpres JKN dari awal  yang sudah mengalami perubahan dan penggantian sampai saat ini belum dapat merumuskan kelas standar dimaksud. Perpres JKN  menyebutkan peserta JKN dilayani rawat inap melalui 3 kelas yaitu kelas 1,2 dan 3. Kondisi itu diakomodir dalam Roap Map JKN 2012-2019, tentang penerapan kelas standar secara bertahap sampai tahun 2019.
 
Perlu digarisbawahi, Road Map JKN 2012-2019 ditetapkan dengan Keputusan Presiden dan menjadi pedoman semua stakeholder yang beririsan dengan Program JKN yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan.

Menyadari hal tersebut, pemerintah melalui Perpres Nomor  64 Tahun 2020, tentang Perubahan Kedua Atas Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan pada Pasal 54A menegaskan; "untuk keberlangsungan pendanaan Jaminan Kesehatan Menteri bersama kementerian/lembaga terkait, organisasi profesi, dan asosiasi fasilitas kesehatan melakukan peninjauan Manfaat Jaminan Kesehatan sesuai kebutuhan dasar kesehatan dan rawat inap kelas standar paling lambat bulan Desember 2020".
Adapun limit waktu penerapannya tercantum pada Pasal 54B : "Manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54A diterapkan secara bertahap sampai dengan paling lambat tahun 2022 dan pelaksanaannya dilakukan secara berkesinambungan untuk meningkatkan tata kelola Jaminan Kesehatan".

Perpres tersebut menugaskan Menkes dengan pihak terkait untuk menuntaskan peninjauan manfaat, KDK (Kebutuhan Dasar Kesehatan) dan Kelas Standar,  yang tentunya mengacu dan berpedoman pada prinsip dan asas SJSN.

Jelas dan  tidak multitafsir, bahwa urusan peninjauan manfaat, KDK, dan KRIS, menjadi urusan dan tanggungjawab Menkes, tentu berkolaborasi dengan pihak terkait, khususnya  dengan DJSN dan BPJS Kesehatan. Sebab UU SJSN tidak ada mengatur dan menjelaskan tentang KDK, dan kelas standar. Hal itu tentu dimaknai merujuk pada peraturan perundang-undangan terkait kesehatan. Tetapi soal manfaat, UU SJSN memberikan rambu-rambu yaitu manfaat yang diberikan  berindikasi medis, mulai dari promotif, prevntif, kuratif, dan rehabilitative. Serta komprehensif.

Kalau begitu manfaat JKN tanpa batas? Jelas ada batasnya yang diatur dalam Perpres JKN, yaitu yang non medis tidak dilayani. Pengertian   sesuai  kebutuhan medis dimaksud  tentu yang sesuai dengan Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK). Apa batasan KDK itu, itulah yang harus segera dirumuskan Kemenkes ( sesuai dengan UU ttg Kesehatan), untuk ditetapkan dalam Perpres JKN. Demikian juga rawat inap kelas standar segera harus dirumuskan oleh Menkes, supaya memudahkan DJSN untuk merumuskan besaran iuran sesuai dengan tugasnya.

Saat ini, dalam merumuskan Kelas Standar dalam berbagai diskusi dikaitkan dengan PP 47 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang Rumah Sakit, yang dasar menimbang dan mengingat tidak ada merujuk pada UU Nomor Nomor 40/2004 Tentang SJSN.  PP tersebut merujuk UU Tentang RS dan UU Cipta Kerja, yang sudah diputuskan MK Inkonstitusional secara bersyarat, yang berlaku untuk 2 tahun.

PP itu, mengatur antara lain penggunaan kelas standar 60% rumah sakit pemerintah dan 40% rumah sakit swasta. Kelas standar dimaksud, tidak dikhususkan untuk peserta JKN tetapi semua penerima manfaat baik umum maupun JKN. Walaupun tidak merujuk pada UU SJSN, tetapi PP tersebut, sudah menyesuaikan kategori kelas rawat inap RS dengan nomenklatur kelas standar.

Oleh karena itu, dalam perspektif SJSN, mengacu pada berbagai regulasi yang sudah kita uraikan diatas, poinnya adalah:
1.Kemenkes merupakan institusi yang bertanggungjawab untuk merumuskan, mendefinisikan serta berbagai kriteria  terkait dengan isu manfaat, KDK dan KRIS.

Oleh karena itu, dalam perspektif SJSN, mengacu pada berbagai regulasi yang sudah kita uraikan diatas, poinnya adalah:

1.Kemenkes merupakan institusi yang bertanggungjawab untuk merumuskan, mendefinisikan serta berbagai kriteria  terkait dengan isu manfaat, KDK dan KRIS.

2.Melakukan kolaborasi dengan stakeholder terkait BPJS Kesehatan, DJSN, Kemenkeu, Bappenas, Kemenaker, Kemendagri dan Organisasi Profesi  dan asosiasi faskes.

3.DJSN  harus terlibat aktif, untuk mengawal apakah perumusan yang dituangkan dalam konsep-konsep diskusi sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait SJSN.

4.DJSN melakukan simulasi besaran tariff, sesuai dengan kelas standar yang dirumuskan, terutama besaran iuran PBI dan non PBI.

5.Disarankan pada tahun 2022 harus terukur rencana kerja rumusan dimaksud. Triwulan I, tuntaskan tentang KDK, Manfaat, dan Kelas Perawatan. Triwulan II, rumusan besaran tariff juga diharapkan sudah final. Triwulan III, terbit Perpres JKN perubahan, yang penerapannya bertahap  sampai akhir tahun.

6.Awal tahun 2023, Perpres JKN perubahan sudah harus berjalan keseluruhannya.

Masukan ini mungkin sudah dikerjakan, dan sedang berjalan, tentu kita menghargai dan berharap dapat berproses sesuai dengan agenda waktu yang ditetapkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun