Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

BP Jamsostek Antara Das Sein dan Das Sollen

10 Februari 2021   06:01 Diperbarui: 10 Februari 2021   06:07 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Das Sein dan Das Sollen diambil dari bahasa Jerman. Das Sein dapat dimaknai dengan " Keadaan yang terjadi atau sebenarnya pada waktu sekarang".  Atau  "Segala sesuatu yang merupakan implementasi dari segala hal yang kejadiannya diatur oleh das sollen".  Sedangkan Das Sollen " Apa yang dicita-citakan, apa yang diharapkan, apa yang harus ada nanti". Atau "Merupakan kaidah/regulasi  dan norma serta kenyataan normatif seperti apa yang seharusnya dilakukan".

Beranjak dari pemahaman diatas, maka dalam konteks BP Jamsostek (BPJS Ketenagakerjaan),  kita dapat melihat kinerja atau _performance_ atau implementasi program yang diperoleh saat ini setelah berjalan 5 tahun (periode Dewas dan Direksi) sebagai Das Sein   dikomparasikan  dengan UU maupun peraturan perundang-undangan lainnya sebagai rujukan, acuan, referensi dan cita-cita yang ingin dicapai. Ini yang kita sebut dengan Das Sollen.

Dalam mengelola BP Jamsostek, parameternya sangat jelas dan terang benderang. Mulai dari  dasar Konstitusi, kemudian UU ( UU SJSN, dan UU BPJS), dan penjabaran dalam dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Payung hukum BP Jamsostek itu seharusnya sudah tuntas dalam bentuk PP, dan dalam pelaksanaan teknisnya dapat diatur dengan Peraturan BPJS.

Tetapi dalam produk PP yang diterbitkan, pemerintah masih membutuhkan pengaturan lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri. Persoalannya jika Peraturan Menteri itu lebih mempercepat, mempermudah proses, tidak ada masalah. Masalah baru timbul, jika Peraturan Menteri terbitnya bertele-tele dan bahkan kontra produktif dengan semangat UU.

Kita mulai saja dulu memotret BP Jamsostek, dari sisi Das Sollen nya, yaitu apa sebenarnya wewenang dan kewajiban BP Jamsostek menurut UU BPJS. Pada Pasal  11, wewenang  BP  Jamsostek antara lain : menagih pembayaran Iuran; menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai; dan juga melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan Pemberi Kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional.

Sesuai dengan Pasal 13, Kewajiban BP Jamsostek antara lain;  mengembangkan aset Dana Jaminan Sosial dan aset BPJS untuk sebesar-besarnya kepentingan Peserta; memberikan Manfaat kepada seluruh Peserta sesuai dengan Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Kedua pasal diatas, merupakan "pisau pembedah" BP jamsostek untuk melaksanakan programnya. Pisau pembedah itu tidak cukup, harus diatur dalam aturan teknis penggunaan pisau itu. 

Terbitlah PP Nomor 99 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, tanggal 27 Desember 2013. PP itu kemudian disempurnakan lagi, dengan diterbitkan PP Nomor 55 Tahun 2015, Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, yang diterbitkan tanggal 3 Agustus 2015.

Kalau kita cermati mulai dari UU BPJS  sampai dengan 2 PP yaitu PP 99/2013 dan PP 55/2015, sudah mengatur dengan ketat bagaimana BP Jamsostek  mengelola aset atau DJS (Dana Jaminan Sosial), dalam bentuk berbagai investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai.

Aspek-aspek  itu bagi BP Jamsostek bukanlah hal yang baru. Sewaktu masih bentuk PT Jamsostek, aspek itu juga menjadi pegangan utama, kecual istilah hasil yang memadai itu tidak ada, yang ada memberikan keuntungan yang maksimal bagi persero. Kinerja persero, ya aspek  utamanya "untung gede" atau tidak. Menteri BUMN akan tersenyum jika untung gede.

BP Jamsostek sebagai badan hukum publik, tidak mengedepankan untung gede, tetapi memberikan hasil yang memadai untuk kepentingan peserta. Yang diutamakan adalah  dana itu harus ada saat waktunya membayar klaim peserta, dan tersedia sewaktu-waktu diperlukan dalam jumlah tertentu, menempatkan dana untuk pengembangan dengan kehati-hatian, dan dana itu dipastikan aman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun