Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Gas dan Rem Mobil Pemerintah Plat Nomor 82-2020

24 Juli 2020   01:18 Diperbarui: 24 Juli 2020   15:42 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ANTARA/BPMI SETPRES

"Pembentukan Komite Penanganan Virus Corona (Covid-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) merupakan bentuk gas dan rem dari pemerintah", dilansir laman kontan.

Hal itu untuk menyeimbangkan antara penanganan kesehatan dan ekonomi dari pandemi Covid-19. Pembuatan lembaga akan membuat kebijakan lebih terintegrasi. "Jadi sekali lagi ini adalah gas dan rem kebijakan terintegrasi," ujar Menteri Sekretaris Negara Pratikno dalam siaran pers, Rabu (22/7).

Dari penjelasan diatas, pemerintah diibaratkan sebuah mobil yang pengemudinya adalah Presiden Jokowi. 

Dalam menghadapi Pandemi Covid-19 ini, Presiden harus dapat mengatur kapan menancap gas untuk menembus barikade corona virus, dan saat bersamaan kapan harus mengerem untuk mengendalikan ekonomi tidak mengalami turbulensi karena goncangan yang hebat berbenturan dengan lapisan virus corona yang sangat kenyal dan menghadang rapat perjalanan mobil.

Presiden tidak sendiri. Punya pembantu, para menteri maupun kepala badan atau satuan kerja yang siap pasang badan untuk melaksanakan tugas, apakah pada pedal gas maupun pedal rem mobil.

Itulah hakekat dan ma'rifat dari Perpres 82/2020 tentang Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, yang diterbitkan pada tanggal 20 Juli 2020.

Perpres ini, dari substansi dan dasar menimbangnya tidak ada UU ataupun peraturan perundang-undangan sebagaimana yang dikutip pada Perpres ataupun Keppres sebelumnya yang terkait, dan pada dasar mengingat hanya merujuk pada UU Dasar 1945 pasal 4 ayat (1). 

Artinya semua produk peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kedaruratan kesehatan masyarakat ( Keppres Nmor 11/2020) dan bencana nasional non alam (Keppres Nomor 12/2020) tentunya masih berlaku sepanjang pandemi Covid-19 masih berlangsung, hanya saja ada perobahan di struktur organisasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 berdasarkan Keppres Nomor 7/2020 dan diubah dengan Keppres 9/2020, dicabut dan di blended dalam Peraturan Presiden Nomor 82/2020.

Hemat saya, Perpres ini, merupakan bentuk konkrit dari Omnibus Law, karena beberapa substansi disinergikan. Mulai dari mem-blended kebijakan strategis penanganan Covid-19 dengan upaya pemulihan dan transformasi ekonomi nasional sampai dengan pembubaran 18 lembaga pemerintah dalam lingkup otorisasi Presiden.

Lahirnya Perpres 82/2020 tentu tidak terlepas dari perdebatan yang "terkesan tajam" antara mazhab yang menginginkan agar pemerintah tetap memperlakukan PSBB, dengan mazhab yang menginginkan pelonggaran PSBB karena sektor ekonomi sudah menuju pada titik krisis, sebagaimana sudah dikeluhkan oleh negara tetangga kita Singapura.

Hal ini dipertegas lagi oleh Presiden Jokowi kepada para anggota kabinetnya pada 18 Juni 2020, untuk tidak bekerja secara manajemen normal, tetapi harus menerapkan manajemen yang mengedepankan sense of crisis. 

Krisis disini ibarat pisau bermata dua, yaitu krisis terkait dengan kehidupan, kesakitan, dan ancaman jiwa yang diakibatkan Covid-19 yang sudah berskala pandemi, dan krisis karena merosotnya ekonomi menuju pada krisis ekonomi, yang juga tidak kalah berbahayanya bagi kelangsungan kehidupan masyarakat.

Akhirnya ketemulah formula 82-2020, yaitu Perpres 82/2020, dimana semua Menko dan beberapa menteri terkait duduk dalam suatu Komite Kebijakan Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, yang dipimpin seorang Ketua yaitu Menko Perekonomian. Menteri teknis yang duduk tidak banyak agar ramping dan solid yaitu Menteri Kesehatan, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri.

Sebagai Ketua Pelaksana Komite, ditunjuk menteri BUMN. Penunjukan Menteri Erick Thohir ini, mungkin atas dasar peretimbangan karena sudah cukup banyak terlibat menggerakkan BUMN untuk menangani Covid-19 sejak awal mulai berjangkit nya di Indonesia, dan saat bersamaan memahami pentingnya untuk menggerakkan turbin mesin ekonomi supaya tetap menyala, menggerakkan roda perekonomian.

Komite membawahi 2 satuan tugas yaitu Satgas Penanganan Covid-19, sebagai pengganti Gugas Percepatan Penanganan Covid-19, dan dipimpin oleh Kepala BNPB, letjen TNI Doni Monardo. Dan Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional, dipimpin oleh Wamen BUMN.

Dengan berkumpulnya para penekan gas dan rem yang ditunjuk Presiden dalam mobil plat nomor 82.2020, mereka itu tentu saling berkoordinasi, bersinergi, dan berintegrasi agar jalan mobil tetap stabil dengan kecepatan yang terukur. 

Mereka akan sepakat kapan tancap gas, dan kapan harus mengeremnya. Jika ada yang lengah dan tidak pasang seat belt, dalam keadaan mengerem mendadak bisa terpental.

Formula 82-2020 ini, dirasa tepat menghadapi situasi sekarang ini. Rakyat sudah jenuh dengan PSBB, dengan keadaan ekonomi keluarga semakin menurun, sehingga adanya kebijakan pelonggaran PSBB, sudah tidak peduli dengan protokol kesehatan, dan berakibat gelombang kasus terinfeksi semakin meningkat tajam. 

Pemerintah menyebutkan bahwa saat yang sama pertumbuhan ekonomi terus menurun. Bahkan sudah menuju ke arah negatif pada kuartal II/2020 karena penurunan kegiatan ekonomi selama Pembatasan Skala Berskala Besar (PSBB) karena wabah corona atau Covid-19.

Ketua Komite Pelaksana sudah bekerja menghadap Presiden didampingi Menkes, Ka.BPOM, Dirut Bio Farma dan tim peneliti, melaporkan kesiapan peluncuran vaksin Sinovac melalui uji klinis tahap 3. 

Dengan diluncurkannya uji klinik tahap 3 vaksin Sinovac dari China, yang dilakukan oleh Bio Farma pada Agustus mendatang ini, dengan sasaran 1.620 relawan, diharapkan akan selesai akhir tahun ini, maka menurut Dirut Bio Farma jika sudah mendapatkan Ijin Edar dari Badan POM, maka awal Januari 2021 akan dapat digunakan secara luas dengan memproduksi 40 juta dosis untuk tahap awal. . Insya Allah.

Saat ini di samping China, Amerika, Inggeris, dan Rusia sedang berpacu dengan waktu untuk menghasilkan vaksin anti virus corona.

Langkah Komite Pelaksana yang dipimpin Erick Thohir, untuk tancap gas menembus virus corona, agar jika sudah jebol pertahanan virusnya melalui senjata vaksin Sinovac, laju mobil sudah bisa dikurangi dengan menekan pedal rem perlahan, supaya kecepatan menurun stabil dan semua penumpang selamat.

Masyarakat juga berharap agar Menteri BUMN tidak terpaku hanya pada upaya fasilitasi vaksin dari China saja, juga memperhatikan upaya kajian dan penelitian yang sedang dilakukan oleh peneliti Indonesia, seperti dari Universitas Airlangga, yang juga sudah memasuki tahap clinic ethical clearence.

Doa anak bangsa; "Semoga Indonesia selamat, dunia dan akhirat". Amiin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun