Dia mempermasalahkan penunjukan mitra program Kartu Pra Kerja yang tidak melalui mekanisme lelang. "Pemerintah juga tidak mengumumkan syarat-syarat untuk menjadi mitra secara terbuka," katanya.
KPK diminta menyelidiki proses penunjukan delapan mitra Kartu Pra Kerja. Sebab, sudah ada dana pelatihan secara on line yang dikucurkan pada gelombang I dan gelombang II.Â
"Artinya, jika ada dugaan korupsi, misalnya dugaan mark up, maka KPK sudah bisa memulai penyelidikan atau setidak-tidaknya memulai pengumpulan bahan dan keterangan," katanya.
Boyamin juga menyinggung harga yang harus dibayar peserta pelatihan untuk mengikuti setiap kelas. Menurutnya, harga pelatihan dengan kisaran Rp200 ribu sampai Rp1 juta untuk mengikuti kelas on line terbilang sangat mahal. "Diduga terlalu mahal jika ongkos produksi materi bahan pelatihan itu dibandingkan dengan gaji guru atau dosen," ujarnya.
Terkait dugaan  mark up, Boyamin merujuk  pendapat peneliti _Institute for Development of Economics and Finance (INDEF_) Nailul Huda yang menyebut delapan platform yang bekerja sama dengan pemerintah dalam menyediakan pelatihan Kartu Pra Kerja berpotensi meraup untung sebesar Rp3,7 triliun.
Bagaimana menurut ICW. Wanna Alamsyah peneliti ICW, menilai adanya potensi korupsi program Kartu Pra Kerja. Hal itu bisa dilihat dari penunjukan delapan platform yang menjadi mitra pemerintah dalam program Kartu Pra Kerja. Karena tidak melalui mekanisme atau prosedur terkait dengan pengadaan barang dan jasa. Sama analisisnya dengan INDEF.
ICW berpendapat, proses penunjukan platform mitra prakerja menggunakan mekanisme Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Sayangnya, aturan tersebut justru dilangkahi.
Dikatakannya, potensi korupsi di sektor perencanaan seperti itu sudah kerap terjadi. Oleh karenanya, ICW mendesak pemerintah mengevaluasi pelaksanaan program Kartu Pra Kerja tersebut.
"Misalnya, bagaimana kemudian proses legislasi itu dilakukan secara tertib. Ini yang menjadi persoalan kita. Kalau kita berkaca dari sejumlah aturan, ini kan memang diberi kelonggaran karena adanya pandemi, jadi seluruh kementerian atau pemda itu diberikan fleksibilitas utuk menggelontorkan sejumlah uang," tuturnya.
MAKI dan ICW sudah bergerak, DPR Komisi III sudah memerintahkan KPK untuk melakukan penyelidikan. Dan  KPK diharapkan juga  bergerak, melakukan investigasi dengan memanggil pihak-pihak terkait.Â
Tentu bekerjasama dengan Kepolisian dan juga Kejaksaaan, karena ini bukan persoalan ikan teri, tetapi sudah ikan kakap. Nyali Pimpinan KPK yang baru  diuji kali ini. Karena melibatkan oknum-oknum pejabat tinggi negara, mungkin juga oknum pimpinan partai tertentu.