Saat ini telah diterbitkan Permenhub nomor 25 Tahun 2020, tentang  Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19.
Intinya dilarang mudik dalam rangka Idul fithri 1441 H,dalam upaya mencegah Penyebaran covid-19. Jangka waktu 24 April 2020,sampai 31 Mei 2020, dan jika perlu dapat diperpanjang.
Jelas dasar pertimbangan Permen tersebut, terkait kedaruratan dimaksud adalah UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit  Menular, dan UU No. 6 Tahun 2018 tentang  Kekarantinaan Kesehatan, PP 21/2020  tentang PPBS penanganan covid-19, dan Permenkes 9 /2020 tentang  Pedoman PPBS.
Hebatnya Permenhub itu, ternyata tidak menjadikan landasan Mengingat UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2O2O tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2O2O tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2O2O tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19); dan juga tidak merujuk Keppres No. 12/2020 tentang PENETAPAN BENCANA NON ALAM PENYEBARAN CORONA VIRUS DiSEASE 2019 (COVID-19)Â SEBAGAI BENCANA NASIONAL.
Peraturan Menhub mengatur lalu lintas  pengangkutan manusia melalui transportasi umum darat, laut dan udara, terkait dengan wabah covid-19, dan dikaitkan dengan mobilitas mudik masyarakat menjelang  Idul Fithri 1441 H.
Kebijakan itu tentu diambil karena terkait dengan  keadaan kedarutanan kesehatan masyarakat yang ditetapkan dengan Keppres Nomor 11/2020, dan keharusan PSBB dengan seijin Pemerintah Pusat melalui  Menkes (PP 21/2020).
Kewajiban Kemenkes sesuai mandat UU No. 6/2020, mengontrol transportasi yang membawa penumpang untuk dipastikan tidak membawa virus menular ke wilayah lain yang didatangi, alasan apapun, termasuk momentum Idul Fithri. Jadi alas hukumnya adalah jelas terang benderang UU No. 6/2020.
Bahkan pada pasal 48, bagi Pilot, Kapten Kapal, Masinis, Supir, dapat diberikan sanksi administrasi jika melanggar regulasi yang ditetapkan dengan PP. Persoalannya  sampai  saat ini PP nya belum dibuat.
Jika kita cermati Permenhub itu, substansinya sudah mengarah pada Karantina Wilayah, kita sebut saja Karantina wilayah terselubung. Persoalannya siapa menteri yang diberikan mandat untuk model Karantina Terselubung tersebut. Jawabannya jelas sesuai dengan UU No. 6/2020, Menteri Kesehatan, Letjen (Pur)Dr.dr. Terawan Putranto.
Sampai disini jelas ada irisan tugas yang tumpang tindih, antara Menhub dan Menkes.  Tentu kedua lembaga ini punya kepentingan yang berbeda. Kemenhub tentu lebih menempatkan kepentingan ekonomi, dan mobilitas transportasi, sebagai prioritas utama. Menkes sesuai amanat UU No.6/2018, tentu lebih pada prioritas memutus mata rantai virus antar manusia, melalui PSBB, dan pelayanan  medis untuk penyembuhan pasien covid-19.
Saya membacanya, kebijakan pemerintah dengan regulasi yang ada jika dilaksanakan dengan baik, saling koordinasi, sinkronisasi, tidak ego sektoral, menyamakan persepsi dalam melihat pokok persoalan, sebelum diterbitkan suatu kebijakan publik  yang implementatif, persoalan covid-19,tidak akan merajalela sampai sekarang ini.