Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Peraturan Pemerintah Amanat UU 6/2018, Yang Belum Lengkap Diterbitkan

15 April 2020   15:34 Diperbarui: 15 April 2020   15:54 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demikian juga halnya Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang sudah pandemi (covid-19) tidak tertutup pemerintah menetapakn Karantina Wilayah di pintu Masuk.  Untuk itu, harus diatur tata cara pelaksanaan dengan PP. Ternyata pemerintah tidak membuat PP dimaksud. Sebagai suatu alternatif pilihan yang paling sulit seharusnya PP itu sudah ada, sebagai bentuk kesungguhan dan kepedulian kita dengan dunia internasional dan keselamatan manusia Indonesia.

Hal tersebut jelas dicantumkan pada pasal 14 sebagai berikut:  (1) Dalam keadaan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang meresahkan dunia, pemerintah pusat dapat menetapkan Karantina Wilayah di pintu Masuk. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Karantina Wilayah di pintu Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagaimana dengan sanksi administratif bagi pembawa tiga moda transportasi laut, udara dan darat yang melanggar ketentuan yasng tercantum dalam pasal-pasal terkait, akan mendapatkan sanksi administratif. 

Dan tata cara pengenaan sanksi administratif dimaksud diatur dengan Peraturan Pemerintah. Tercantum dalam pasal 48 UU 6/2018. Dan juga sampai saat ini PP terkait Tata cara pengenaan sanksi administrasi belum diterbitkan.

Kesimpulan

Supaya aturan hukum dalam rangka melaksanakan kebijakan publik, dapat berjalan dengan efektif, efisien, konsisten, dan memberikan hasil yang maksimal sebagaimana tujuan dibuatnya  suatu perundang-undangan, maka dihindari membuat aturan pelaksanaan yang tambal sulam.

Leletnya pemerintah dalam hal ini Kementerian yang dimaksudkan dalam pasal 1 poin 35  UU 6/2018, dalam menyiapkan draft 5 PP, yang bisa di blended menjadi 1 PP dengan substansi meliputi norma pasal 10,11,14, 48 dan 60, menggambarkan "buram"nya wajah birokrasi pemerintahan saat ini.

Sepertinya birokrasi pemerintah model zaman "now" tidak terbiasa lagi bekerja dibawah tekanan, emergency, kecepatan, ketepatan, kepedulian, dan dengan keikhlasan dan kejernihan berfikir.  Rasa tanggung jawab yang tinggi, dan bayangan resiko pada masyarakat yang terdampak dari kecerobohan, kelalaian, dan kepongahan penyelenggara negara telah menipis dalam batin mereka. Tolong diingat, pemerintah sudah memberikan tunjangan kinerja yang signifikan untuk kesejahteraan para birokrat,

Produk-produk hukum sebagai suatu kebijakan pemerintah yang diuraikan di atas merupakan suatu fakta yanbg tidak bisa diabaikan. Kondisi tersebut masih terus berlangsung, dengan terbitnya Permenkes No.9/2020, yang tidak menggambarkan suasana Kedaruratan Kesehatan Masyarakat ( sangat birokratis). Silahkan Kepala Daerah ajukan PSBB, Kemenkes menunggu saja usulan daerah. Jika daerah tidak mengusulkan PSBB, dan covid-19 merajalela, apa Menkes akan jadi penonton saja. Melihat begitu banyak tenaga  medis dan para medis jatuh bertumbangan tewas diserang covid-19.

Persoalan lemahnya harmonisasi regulasi antar kementerian juga sat ini sedang dipertontonkan didepan publik. Dari mana jalannya ada Peraturan Menteri Perhubungan terkait Ojol, bertentangan dengan Permenkes 9/2020, yang merujuk pada PP 21/2020 dan UU No. 6/2018. Apakah Sekjen Kemenhub yang membawahi Biro Hukum nya, tidak melakukan  eksaminasi terhadap draft Permen dimaksud dan melakukan harmonisasi kepada  Direktorat Harmonisasi Kementerian Hukum dan HAM.

Paling mutakhir yang menarik adalah, untuk satu kejadian tertentu yaitu wabah Covid-19, ditangani dengan dua keputusan Presiden. Pertama Keppres No. 11/2020, tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19, dengan tanggung jawab Kemenkes,  dan Keppres Nomor 12/2020, tentang Penetapan Bencana NonAlama Penyebaran  Covid-19, Sebagai Bencana Nasional dengan tanggung jawab Badan Nasional Penanggulangan Nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun