Total pembayaran iuran yang menjadi beban pemberi kerja 6,54 %, sedangkan yang dipotongkan dari gaji pekerja 3%. Kesemua manfaat yang didapat adalah untuk pekerja.
Dengan pembayaran iuran tersebut, pekerja mendapatkan program JKK dan JKm yang manfaatnya sudah meningkat sejak akhir tahun lalu. Jika sudah 15 tahun mengiur, dapat JHT sebesar total tabungan ditambahkan dengan pengembangannya.
Jika sudah mengiur 15 tahun dan sudah masuk usia pensiun mendapatkan hak pensiun sesuai dengan hitungan manfaat pasti.
Jika pembayaran iuran JKK, JKm, JHT dan JP dihentikan, yang paling dirugikan adalah pekerja. Dengan perusahaan tidak mengiur JKK dan JKm yang menjadi kewajibannya, maka pekerja tidak akan terlindungi jika mengalami kecelakaan kerja, dan tidak mendapatkan santunan kematian jika si pekerja meninggal dunia.Â
Jika iuran JHT ditunda pembayaran iurannya oleh pemberi kerja, maka akumulasi JHT nya berkurang.Â
Jika iuran Jaminan Pensiun ditunda pembayarannya, maka sudah dapat diduga, BPJS Ketenagakerja akan unfunded untuk membayarkan jaminan pensiun saat si pekerja sudah masuk usia pensiun. Pokoknya pekerja tetap pihak yang dirugikan dan bukan yang dilindungi pemerintah.
Apakah dengan ditundanya pembayaran iuran oleh perusahaan merupakan stimulus untuk meningkatkan perekonomian Indonesia. Jawaban tidak, tidak, dan tidak.
Karena besaran iuran yang ditetapkan, JKK, JKm, dan JHT sejak puluhan tahun tidak pernah naik dan perusahaan tidak keberatan. Jaminan Pensiun 2% yang dibebankan kepada perusahaan juga sudah yang terendah sedunia dan sesuai dengan keinginan perusahaan (pemberi kerja). Jadi di mana stimulusnya? Di mana rangsangannya?
Begitu hebatnya perhatian pemerintah kepada perusahaan (investor, pemberi kerja) diberikan rangsangan terus yang manfaatnya tidak besar, tetapi pekerja yang semakin tidak terlindungi. Hal ini tentu tidak sesuai dengan Konstitusi UU dasar 1945, yaitu kewajiban negara untuk memberikan perlindungan sosial bagi rakyatnya.
Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono yang terhormat. Tolonglah jika Anda menyampaikan suatu kebijakan sebagai suatu kebijakan publik yang berdampak pada masyarakat luas lebih berhati-hati.Â
Gunakan akal sehat, dan rambu-rambu hukum. Gunakan hati nurani. Janganlah ikut terjebak dalam suatu lingkaran kekuasaan yang sudah jauh dari Amanat Penderitaan Rakyat.