Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Persoalan yang Tersisa dari Keputusan MA

11 Maret 2020   00:44 Diperbarui: 11 Maret 2020   08:23 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana pelayanan di Kantor BPJS Kesehatan Cabang Utama Samarinda Jalan Wahab Syahranie, Rabu (4/9/2019). Sumber: Kompas.com/KOMPAS.com/ZAKARIAS DEMON DATON

Sudah terbayang di mata mereka bahwa tunggakan klaim akan semakin lama, yang sekarang ini sedang diupayakan diperpendek jarak waktu tunggakan klaim dari BPJS Kesehatan.

Ibarat lingkaran hantu, kegembiraan peserta mungkin sementara saja, karena sudah dapat dipastikan dengan tempo tunggakan semakin lama, maka pelayanan peserta JKN mutunya semakin menurun. 

Maka mendatang ini, akan kita dengar lagi simponi peserta JKN yang mengeluh pelayanan memburuk, dan hal yang sama umpatan pengelola RS, karena semakin besarnya tunggakan, mereka kesulitan untuk memberikan pelayanan. Ngutang? Mau dibayar pakai apa kalau kepastian tagihan klaim tidak ada waktu yang pasti?

Para Hakim MA dan anggota DPR, khususnya Komisi IX, tersenyum bangga. Mereka merasa sudah membela rakyat kecil. Apakah mereka yang menjadi peserta kelas 1, 2, dan 3 itu rakyat kecil, miskin dan tidak mampu?

Biarlah waktu yang menjawabnya. Ukurannya sederhana saja, antara lain, berapa banyak di antara mereka akan pindah kelas dari kelas 1 ke kelas VIP dengan membayar selisih biaya, khususnya penyakit-penyakit katastropik yang memerlukan biaya besar?

Ada yang berpendapat, apakah MA berwenang untuk memutuskan perkara sampai pada besarnya tarif iuran JKN.

Kalau begitu MA harus konsisten juga melakukan persidangan dan memutuskan jika ada seseorang atau sekelompok orang yang dirugikan karena kebijakan pemerintah menaikkan tarif PLN, harga sembako, tarif tol, harga obat, tarif tiket pesawat garuda. 

Pokoknya semua tarif pelayanan umum yang menurut Konstitusi harus menjadi kewajiban negara menyediakannya, konsekuensi dari welfare state. Dengan yudis prudensi putusan MA tersebut kenapa tidak?

Kalau MA berkenginan untuk mengadili perkara-perkara seperti di atas, saya sangat mengapresiasi, dan implikasinya pemerintah akan lebih berhati-hati dalam menaikkan tarif pelayanan umum, apapun jenis pelayanan umumnya, yang memang menjadi hak warga negara.

Kembali ke soal MA. Dasar hukum yang digunakan cukup lengkap. Ibarat jika menembak, tidak lagi pakai pistol, tapi sudah pakai meriam.

Rujukannya UU Dasar 1945, UU SJSN, UU BPJS, dan UU Tentang Kesehatan. Pasal-pasalnya juga lengkap dikutip, yang tentunya dianggap sejalan dengan keputusan yang diambil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun