Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bureaucratic Trimming Sesuai UU ASN

23 Oktober 2019   22:43 Diperbarui: 23 Oktober 2019   22:54 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada beberapa  manfaat strategis, terkait dengan rencana trimming jenjang struktural ASN , khususnya di level Lembaga Pemerintah Pusat.

  1. Aliran tugas dan rentang kendali tanggung jawab semakin pendek. Hal tersebut akan semakin ringkasnya waktu proses dan out put tugas yang dibebankan sesuai tupoksi. Disamping proses pengendalian atas deliveri tugas dapat lebih terkontrol.
  1. Mendorong motivasi ASN untuk bekerja dengan kompetensi tinggi, terampil, punya keahlian spesifik, dan setiap orang dibiasakan bekerja secara mandiri, karena ada tanggung jawab personal. Instrumen KPI menjadi penting. Tidak ada lagi istilah PGPS ( Pinta Goblok Pendapatan Sama), atau kode kinerja: 804, maksudnya masuk jam 8, duduk-duduk di kantor out put nol, dan jam 4 pulang dengan pencet finger print.
  1. Mengurangi sikut menyikut dan sogok menyogok Karena hanya 2 tingkatan jabatan. Tentu dengan persyaratan tinggi, kompetitif tinggi, dan akan terlihat kebodohannya jika tidak menguasai bidang tugasnya..
  1. Efisiensi penggunaan ruangan kerja. Bayangkan eselon III yang selama ini ruangan nya sendiri, dengan perangkat sarpras di Kementerian tertentu seperti mirip ruangan Direksi BUMN. Suasana ruang kerja betul-betul terbuka. Tidak ada kaca gelap yang menutupi ruangan seorang Kepala Bagian atau Kepala Sub Direktorat di suatu unit kerja Direktorat.
  1. Mengurangi gap atau kesenjangan yang terkadang diciptakan, karena berposisi sebagai pejabat struktural. Sehingga yang terbangun adalah hubungan atasan dengan bawahan atau anak buah yang sangat panjang. Bukan kemitraan dalam mencapai suatu target program. Bahkan mungkin ada  Direktur suatu Direktorat Jenderal, tidak hafal atau mengenal stafnya. Paling yang dikenal bendahara, atau Juru bayar yang sering menghadap mengantar honor.
  1. Besar kemungkinan untuk perampingan jumlah ASN dalam level Pemerintah Pusat. Jika berlebih kementerian yang punya UPT ( Unit Pelaksana Teknis) di daerah dapat dimutasikan ASN kementerian ke UPT tersebut.
  1. Dapat menekan belanja operasional, dan belanja barang habis pakai, pemeliharaan, fasilitas jabatan struktural, dan penyatuan program dan kegiatan yang selama ini dipecah-pecah pada kotak struktural eselon III, yang terkadang banyak berhimpitan antar kotak tersebut.
  1. Mencegah terjadinya korupsi berjamaah ( mudah-mudahan). Karena pejabat struktural sampai eselon II, dibawahnya fungsional, maka tidak mudah bagi seorang Direktur untuk memerintah bawahan berbuat sesuatu penyimpangan. Sebab biasanya mereka yang berjabatan fungsional lebih mandiri, berintegritas, dan tidak ada pertimbangan jabatan yang harus dipertahankan.

Apa tantangannya?

Tantangan terbesar adalah dari dalam birokrasi.  Kenapa?. Mungkin tidak banyak yang mengetahui. Di suatu kementerian, mesin penggerak birokrasi itu adalah eselon III dan IV. Eselon II ada diantaranya ( maaf jika ada yang   tersinggung) kebiasaannya  memerintah saja sambil marah-marah. Jarang sekali Direktur apalagi Direktur Jenderal memberikan arahan yang lebih detail atas suatu beban tugas atau pekerjaan.

Eselon I itu kerjaannya membuat disposisi atas surat kepada Direktur nya, dan hampir dapat dipastikan surat itu di baca hanya di pangkal dan di ujungnya. Kalau ada Eselon I pulang larut malam, berarti pejabat tersebut membaca semua surat baru disposisi. Sebab dari pagi sampai sore tidak sempat menyentuh surat karena menerima tamu, atau rapat, atau mendampingi Menteri ke lapangan, apa lagi membuka email/internet di layar komputer yang lebar di meja kerjanya.

Jadi sebagai motor penggerak birokrasi di level kementerian atau Badan/Lembaga Pemerintah adalah pejabat eselon III dan Eselon IV. Anda bisa bayangkan jika mereka "diamputasi" tentu ada resistensi.  Sikap resistensinya  macam-macam. Mulai dari ditakuti karena bertentangan dengan seabrek peraturan. Memperlambat tugas terkait "amputasi" tersebut, dengan bermacam cara.

Yang lebih pintar, memberikan masukan yang sangat argumentatif kepada atasannya, sehingga sang atasan  ikut slow motion. Apalagi jika atasan tersebut memang lemah kepemimpinan nya, habislah digilas.

Kondisi tersebut diatas, sesuai dengan Public Policy Theory, yang disampaikan oleh Van Meter, Van Horn, dan George Edward III. bahwa variabel struktur birokrasi, disamping variabel lain ( komunikasi, sumber-sumer, tingkah laku/kecenderungan dan organisasi), sangat berperan besar atas berjalannya suatu implementasi dari kebijakan publik.

Implementasi tersebut akan berantakan atau sulit dijalankan dengan sempurna jika terkait dengan birokrasi itu sendiri apalagi yang sifatnya merduksi yaitu mengurangi wewenang dan kekuasaan yang telah dinikmati berpuluh tahun. . Kita sudah bayangkan sesuai dengan uraian di atas. Birokrasi itu sudah menempatkan organisasi itu miliknya.

Maka itu jangan heran, jika kita menemukan istilah post power sindrom. Bahkan ada pejabat eselon I yang sudah pensiun, masih mempertahankan ada ruangan kerjanya. Kemudian bermohon kepada Menterinya untuk diangkat sebagai Staf Khusus, Tenaga Ahli atau apapun. Pokoknya dia masih ngantor.

Bahkan ada yang kotak-katik jabatan. Menjelang pensiun usia 60 tahun, sudah disiapkan jabatan fungsional misalnya dengan judul keren, Analisis Kebijakan, supaya bisa berkantor sampai umur 65 tahun. Ini fakta loh.

Jadi tantangan Presiden Joko Widodo  atas rencana program strategis keempat tersebut, adalah dari birokrasi itu sendiri. Kita dengar saja suara Korpri, walaupun kalimatnya bersayap. Usulan nya bertahap, ya sampai 5 tahun kedepan, sampai ganti Presiden, dan kebijakan pun akan berubah lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun