Bagaimana rencana detail nya, dan menjadi kegiatan teknis yang lebih spesifik dan terukur, tentu menjadi urusan Bappenas memformulasikan nya. Untuk rencana 5 tahun sudah ada rumahnya bernama RPJMN 2020-2024, dan juga kemudian lebih dirinci lagi menjadi target kerja satu tahun  yang dituangkan dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT), melalui forum trilateral antara Bappenas, Kemenkeu dan Kementerian/Sektor terkait.
Dari lima program prioritas Presiden tersebut, yang ingin kita soroti dan merupakan isu yang sensi, menarik, dan menyangkut pelaku penyelenggara pemerintahan itu sendiri yaitu program keempat: Eselonisasi harus disederhanakan. Eselon I, eselon II, eselon III, eselon IV, terlalu banyak, akan disederhanakan menjadi 2 level saja, diganti dengan jabatan fungsional yang menghargai keahlian, menghargai kompetensi.Â
Sudah pasti langkah "amputasi" birokrasi tidak mudah. Sebab rencana tersebut sebenarnya bukan barang baru. Sejak masa pemerintah SBY 10 tahun yang lalu sudah berupaya untuk dilakukan. Judulnya adalah debirokratisasi penyelenggara negara.
Langkah awal yang dilakukan 10 tahun yang lalu, melalui proses yang disebut restrukturisasi organ dan nomenklatur kementerian,  untuk semua tingkat eselonering jabatan. MENPAN waktu itu  sudah memberikan rambu-rambu restrukturisasi  dimaksud berupa  perampingan struktur organisasi kementerian, dan sekaligus perubahan nomenklatur sesuai tupoksi yang baru.  Waktu itu sudah dimulai disosialisasi istilah miskin struktur, tetapi kaya fungsi.
Tetapi apa yang terjadi, boro-boro perampingan. Yang terjadi kementerian memanfaatkan momentum restrukturisasi itu menjadi penambahan struktur organisasi. Eselon I bertambah diikuti eselon 2, dan eselon berikutnya.
Alasan dan argumentasi luar biasa. Supaya masuk akal, ditampilkan berbagai beban kerja kementerian yang begitu berat, sedangkan baju yang digunakan sudah terasa  sempit.
Walaupun MENPAN  waktu itu sudah wanti-wanti tidak ada dan tidak boleh pengembangan organisasi, di level lapis  pelaksana kebijakan ceritanya menjadi  lain, dibungkus dengan berbagai nomenklatur yang menggambarkan pekerjaan tersebut memang luar biasa cakupan luasnya.  Perlu diingat dan disadari yang dibahas terkait jenjang karir dan keberlangsungan hidup birokrasi.
Pola kerja yang sama juga masih berlangsung dalam periode pertama Pemerintahan Joko Widodo . Walaupun sudah ditekankan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan Joko Widodo adalah  Money Follow Program (MFP),  yang sebelumnya Money Follow Function (MFF).
Kenyataan dalam struktur anggaran yang tertuang dalam DIPA masing-masing kementerian masih menerapkan Money Follow Function. Artinya tidak mudah merubah Mindset para Birokrasi, tetapi bukan berarti tidak bisa. Yang penting kata kuncinya tegas, dan konsisten dalam kebijakan yang telah ditetapkan.
Joko Widodo berulang-ulang mengancam akan mencopot mereka pembantunya yang tidak patuh dan loyal melakukan restrukturisasi organisasi pemerintahan, tentu memerlukan contoh model yang dicopot jika tidak patuh. Sebagaimana tegasnya Presiden melalui Menteri Kelautan Ibu Susi menenggelamkan kapal-kapal asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia.
Apa sebenarnya manfaat dan keuntungannya bagi Pemerintahan Joko Widodo  dan rakyat Indonesia dengan pemangkasan (trimming) mata rantai birokrasi dengan memotong mata rantai eselonering.  Target setting nya  untuk terbukanya ruang relaksasi dan fleksibilitas birokrasi dalam menyelenggarakan administrasi pemerintahan.