Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Semoga Pak Jokowi Bekerja dengan Hati

20 Oktober 2019   13:23 Diperbarui: 20 Oktober 2019   15:43 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di malam yang sunyi, waktu sudah menunjukkan waktu tengah malam.  Sebentar lagi pagi tanggal 20 Oktober 2019,  akan dilaksanakan pelantikan Jokowi sebagai Presiden periode kedua, dan Ma'ruf Amin Wakil Presiden untuk periode pertama.

Saya tidak ada berencana untuk menulis tentang  upacara pelantikan esok hari. Karena hampir setiap saat diberbagai media terus menerus disiarkan rencana acara pelantikan tersebut.

Biarlah saya terus menerus menulis tentang Jaminan Sosial, dan Kebijakan Publik lainnya yang dilakukan penyelenggara negara, supaya rakyat semakin paham dan lebih terlatih untuk terus berpikir.

Sebab Allah SWT, mengingatkan umatnya untuk terus berpikir, terus menggunakan akal, tentu akal yang sehat. Dengan demikian saraf-saraf otak kita tetap rimbun dan mengisi penuh ruang-ruqang kosong di batok kepala kita.

Jika  kita sering dan selalu berpikir, apalagi diikuti dengan berzikir, kata para ahli juga dapat me minimalis kepikunan, kelupaan, dan dapat bernarasi dengan baik, dan ber  substansi.

Begitu saja tangan saya, tergerak menulis sesuatu sebagai ungkapan pikiran saya kepada Presiden Jokowi yang dilantik hari ini. Pada awalnya tidak ada niat untuk itu. Tetapi karena di kepala ini penuh dengan pertanyaan yang terus menggelitik dalam melihat situasi bangsa dan negara kita akhir-akhir ini, tidak ada salahnya saya tuangkan dalam tulisan ditengah malam yang dingin karena AC yang terus hidup untuk menghindari banyaknya nyamuk.

Saya berharap dan juga tentu harapan masyarakat, setelah pelantikan, segera umumkan Kabinet Pemerintah Jokowi, sebagai suatu The Dream Tim, dan langsung bekerja. Tidak perlu lagi ada acara-cara seremonial yang tidak perlu mengingat situasi masyarakat yang dibayangi berbagai situasi yang tidak menguntungkan baik secara ekonomi, maupun sosial dan bahkan suhu politik yang tinggi dengan maraknya demo mahasiswa.

Sebagai catatan dari kami yang melihat perjalanan pemerintah Jokowi periode pertama selama 5 tahun, secara fisik fakta menunjukkan banyak yang sudah dicapai. Tetapi sayangnya masih kedodoran dari aspek kehidupan sosial masyarakat, ekonomi mikro, hubungan vertikal pemerintah dengan masyarakat, dan hubungan horizontal antar kelompok masyarakat, cenderung mengalami defisit. Seperti defisitnya dana JKN.

Pejabat boleh silih berganti, kebijakan dapat berubah, tetapi kehidupan harus terus berjalan. Negara dan bangsa Indonesia dengan ideologi Pancasila, dan UU dasar 1945, dan NKRI, tidak boleh berhenti atau tereduksi karena perbedaan pendapat, pemahaman yang salah atau gagal paham.

Upaya mereduksi tersebut, sering tanpa disadari oleh sebagian masyarakat dan sebagian penyelenggara negara, bahkan seolah-olah sudah sangat militan menjalankan Pancasila dan mengawal NKRI dengan jargon semuanya itu harga mati. Tapi bagaimana bentuk amal ibadahnya, implementasinya, penghayatannya, interaksi sosialnya, semakin tidak jelas bahkan ada yang menyimpang. Akhirnya terjadi saling tuduh, saling fitnah, buzzer bekerja memburu rente.

Presiden Jokowi yang  selalu tabah dan sabar,  mudah-mudahan juga tawakkal, setelah pelantikan hari Minggu 20 Oktober 2019, hari Seninnya adalah hari kerja (tidak libur), anda harus segera mulai bekerja membentang peta dan dash board di Istana, untuk melihat peta persoalan negara dan masyarakat terkini.

Persoalan keamanan dan separatis, pemberontak yang ingin memisahkan dari NKRI yang terjadi di Papua, tidaklah bisa diselesaikan dengan retorika belaka oleh mereka penanggung jawab keamanan. Seolah-olah semua sudah kondusif dan terkendali, tetapi pengungsi di Wamena masih belum berani kembali, bahkan ada yang pulang ke kampung halaman dengan menyimpan dendam karena adanya keluarga yang menjadi korban. Sikap tegas Presiden diperlukan sebagai simbol hadirnya negara di wilayah yang sedang bergolak.

Disamping itu, evaluasi kinerja kepolisian perlu dilakukan secara menyeluruh. Penanganan demonstran dengan represif, pembatasan ruang gerak berdemo, berbagai penangkapan, pemukulan, dan sampai ada yang tewas, juga belum dilakukan upaya pengusutan secara terbuka.

Seringnya kepolisian mempublikasi hasil pemeriksaan terhadap tersangka yang dituduh melanggar UU ITE, terpapar radikal, makar, dan tuduhan yang serem-serem itu,   terkadang  bersifat opini dari pada bukti dan fakta yang ditemukan dilapangan.

Anggaran Kepolisian yang sangat besar ( hampir Rp. 104,7 triliun dalam APBN 2020), dan jumlah tersebut tigak jauh beda  dengan anggaran TNI digabungkan dari 3 matra laut, Darat, dan Udara, seharusnya menempatkan kepolisian yang profesional, cerdas, bijak, terdidik, dan melaksanakan tugas dengan komitmen tinggi, tidak dengan emosi yang berlebihan, karena memegang peralatan senjata yang dibeli oleh rakyat. Ingat Kepolisian adalah sipil yang dipersenjatai. Semangatnya bukan combat yang nalurinya menghancurkan musuh.

Masyarakat yang diamankan dan dikawal Polisi, bukanlah musuh negara, bukan musuh rakyat, bukan musuh pemerintah tetapi musuh para mereka yang ingin membuat negeri ini defisit.  Kalau negeri ini defisit, polisi juga tentu akan ikut menderita.

Juga tidak kalah penting dan juga segera Presiden selesaikan, adalah memperhatikan suara mahasiswa yang sejalan dengan suara masyarakat, tetapi berbeda dengan keinginan petinggi partai politik, terkait penerbitan Perpu Revisi UU KPK. Keputusan harus diambil cepat, karena akan dapat berkembang dan melebar ke persoalan lain yang sedang menunggu dan berpotensi untuk membuat pemerintah semakin defisit kepercayaan masyarakat.

Demikian juga, rencana pemerintah untuk menaikkan iuran peserta JKN  mandiri kelas I dan II, sebesar 100 persen, perlu dikaji ulang, secara proporsional. Janganlah menyelesaikan masalah dengan menimbulkan masalah lain yang lebih besar lagi. Jika kenaikan iuran sampai 100 persen disetujui, maka pemerintah akan mengalami defisit yang lebih besar  lagi yaitu defisit kepercayaan dari masyarakat.

Rencana Presiden untuk memprioritaskan program strategis yaitu meningkatkan mutu sumber daya manusia,  pasti akan didukung oleh seluruh penduduk. Dengan program ini Presiden dan Kabinet Pemerintah Jokowi akan mendapatkan deposit  lumayan besar, dan dapat menutupi defisit yang ada.

Pengembangan sumber manusia melalui berbagai sektor, pendidikan, ristek, agama, diklat, dan lainnya, sangat diperlukan untuk mendapatkan SDM yang dapat menggerakkan hasil pembangunan berupa infrastruktur jalan, pertanian, pelabuhan, maritim, dan dengan regulasi pemerintah, mengambil alih dari tenaga kerja asing yang jumlahnya semakin banyak.

Soal SDM ini kita berpacu dengan waktu. Jika tidak tenaga terdidik dan terampil akan menjadi penonton atas pembangunan yang dilakukan pihak asing  di negerinya sendiri.

Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi suatu keniscayaan. Kenaikan harus dapat dicapai 7% dari sekarang yang sekitar 5%. Banyak hal yang bisa dilakukan, mulai dari menekan kebocoran anggaran, efisiensi penggunaan anggaran, mengurangi pembelian asset yang tidak begitu dibutuhkan. Misalnya pergantian mobil dinas Menteri, Pejabat Eselon I, Direksi BUMN,  rehabilitasi ruang kerja, rehabilitasi rumah dinas, dan semua pengadaan yang sifatnya barang habis pakai, dan penyusutannya cepat, sebaiknya dipangkas saja, jika perlu dihilangkan.

Dalam bidang politik, Presiden harus mulai mengantisipasi, bahwa antar elite politik akan saling gesek, gosok, dan gasak, dalam pertengahan jalan periode kepemimpinan Presiden. Mulai tahun keempat para mahaguru politik turun gunung, mobilisasi kepentingan,  dengan memanfaatkan fasilitas negara yang para  menterinya dibawah kendali petinggi partai. Hal itu bukan hal baru, dan sudah berulang terjadi setiap 2 tahun menjelang pergantian Presiden.

Rencana Presiden Jokowi untuk menempatkan para profesional dengan porsi lebih dari 50% dari jumlah kursi menteri, itu bagus. Selebihnya dari partai politik memang tidak bisa terelakkan, konsekuensi dari Presiden sebagai produk politik, walaupun dipilih langsung rakyat, tetapi yang mendudukkannya menjadi calon Presiden adalah partai politik di Senayan. Rakyat hanya dapat menentukan seseorang dari beberapa orang bahkan hanya 2 orang calon. Itulah politik oligarki yang terjadi saat ini.

Tetapi apakah ada jaminan calon menteri dari profesional, tidak terafiliasi dengan partai politik tertentu. Belum tentu, bisa iya, bisa tidak. Tapi kecenderungan akan lebih banyak lagi yang terafiliasi secara terselubung. Secara administrasi tidak dapat dibuktikan,  tetapi secara komunikasi personal siapa yang bisa larang.

Oleh karena itu, saya masih teringat apa yang sering dikatakan oleh Jokowi, bahwa beliau tidak ada beban, apalagi beban masa lalu dalam menyelenggarakan pemerintahan ini. Memang beban masa lalu tidak ada, kalaupun ada mudah dilupakan orang.

Tetapi beban masa depan ini yang paling berat, dengan tantangan yang berat, dan resources yang sudah terbatas,  pilihannya Jokowi   harus menjadi pemenang menghantar pintu gerbang kesejahteraan rakyat.  Jika tidak keluar sebagai pemenang, akan menjadi ayam sayur,  yang dihimpit dengan tumpukan utang ribuan triliun rupiah, dan kita akan kembali menjadi bangsa terjajah secara ekonomi oleh bangsa asing.

Walaupun negara ini masih ada, dan bangsanya juga masih ada, tetapi sudah kehilangan harga diri, dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Semoga hal tersebut tidak terjadi. Selamat berjuang Pak Presiden Jokowi, semoga teman seperjuangan Pak Presiden ( para elite politik koalisi)  tetap mendampingi dengan setia selama pemerintahan 2019-2024.

Cibubur dini hari, 20 Oktober 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun